BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konstitusi Arab Saudi
Islam sebagai dasar Negara Arab Saudi, Alqur’an dan Sunnah Rasulullah
merupakan Undang-Undang Dasar negara, dan
syari’ah sebagai hukum dasar yang dilaksanakan oleh mahkamah-mahkamah
(pengadilan-pengadilan) syari’ah. Dengan ulama sebagai hakim dan
penasehat-pensehat.
Syari’ah
sebagai hukum dasar yang mencakup konsep-konsep hukum yang terdapat dalam yang
menurut ahli tafsir Alqur’ah berjumlah 155 ayat[1]
dan dari al-Sunnah (tradisi-tradisi) Rasulullah yang terkait dengan hukum, baik
berupa pernyataan-pernyataan, tindakan atau perbuatan maupun suatu perizinan
(tanpa disertai dengan suatu perkataan atau perbuatan). Demikian juga
tradisi hukum yang dilakukan oleh para shabat nabi (ijma’a sahabi) dan
penerapan hukum yang digali dari kedua sumber Islam oleh ulama-ulama, baik yang
berada dalam lembaga peradilan maupun lembaga mufti.
Penerapan hukum Islam didasarkan pada norma-norma hukum yang terdapat dalam
wahyu (Alqur’an dan Sunnah Rasul)), dan hasil ijtihad ulama (hakim dan
Mufti). Walaupun ada pandangan bahwa Arab Saudi bukan Negara Islam, memang dia
mengklaim bahwa sistem hukumnya sistem Islam. Namun, sebatas itu saja sistem
yang yang diterapkan.
Menurut pandangan tersebut, Islam melarang adanya
campur tangan orang kafir dalam Negara. Namun, Arab Saudi merupakan Negara yang
mempersilahkan Amerika Serikat memakai landasan udara (lanud) miliknya.
Selajutnya dikatakan Islam hanya membolehkan ikatan ideologi sebagai
pengikat umat, namun nasionalisme Arablah yang mengikat rakyat di Arab Saudi.
Demikian pula menurut pandangan tersebut, tidak ada putra mahkota dalam Islam.
Menurut Islam, kedaulatan di tangan syara’, namun kekuasaan di tangan
umat. Sebagai pemegang kedaulatan, khalifah hanya bertugas menerapakan Islam
atas umat, bukan menjadi penentu standar benar salah seperti di sistem kerajaan
atau parlemen.
Alqur’an dan Sunnah Rasulullah sebagai
Undang-Undang Dasar Negara, itu bukan berarti bahwa tidak ada undang-undang di
bawahnya. Secara hierarki setelah kedua dasar hukum itu dikenal dengan The
Basic Law of Government (hukum dasar pemerintahan) jika di Indonesia
dikenal dengan hukum dasar yaitu batang tubuh UUD 1945.
Hukum Dasar Pemerintahan Arab Saudi yang mengatur
sistem pemerintahan Negara, diataranya ada beberapa pasal disebutkan di bawah
ini.
· Pasal 17 Basic Law (27-8-1412 H/1-3-1992 M), menetapkan bahwa
Pemilikan, modal, tenaga kerja adalah dasar ekonomi dan kehidupan social
Kerajaan. Semuan ini adalah hak-hak pribadi yang melayani fungsi social yang
sesuai dengan Syari’at Islam.
· Pasal 18 ditetapakan bahwa Negara akan menjamin kebebasan dan tak dapat
diganggugugatnya kepemilikan pribadi. Kepemilikan pribadi tidak akan disita kecuali
untuk kepentingan umum dan penyitaan akan dikompensasi secara wajar.
· Pasal 119 Penyitaan kolektif kepemilikan dilarang. Penyitaan kepemilikan
pribadi hanya akan berlaku sesuai dengan suatu keputusan pengadilan.
· Pasal 26 Negara akan menyediakan kesempatan kerja kepada semua rakyat yang
sanggup dan akan menetapkan peraturan perundang-undangan untuk melindungi
pekerja dan majikan.
· Pasal 36 Negara akan menjamin keamanan semua warga Negara dan orang asing
yang hidup dalam tempat tinggalnya. Tidak ada orang yang akan ditahan,
dipenjara, atau tindakan-tindakannya dibatasi kecuali oleh ketentuan-ketentuan
hukum.
· Pasal 47 Warga Negara dan penduduk asing keduanya mempunyai hak yang sama
terhadap proses peradilan (litigation)
Dengan demikian hierarki perundang-undang Arab
Saudi jika didasarkan pada teori murni Hans Kelsen, maka hukuam yang tertinggi
adalah Alqur’an dan Sunnah Rasulullah. Sedngkan Hukum Dasar dan
Undang-undang adalah peringkat kedua dan ketiga. Dekrit Raja merupakan
peringkat kempat. Ketiga jenis pertauran perundang-undangan tersebut harus
sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang terdapat pada Alqur’an dan
Sunnah Rasulullah.
Perumusan hukum dasar, undang-undang dan dekrit
Raja karena didasarkan pada Alqur’an dan Sunnah Rasulullah, maka semua aturan
tersebut dikenal dengan hukum syari’ah. Berdasarkan peringkat hierarki terebut,
maka sumber penggalian hukum Arab Saudi adalah Wahyu, Alqur’an dan Sunnah
Rasulullah, dan ijtihad.
Ijtihad adalah segala kemampuan pemikiran
dicurahkan secara sungguh-sungguh untuk menggali atau menemukan hukum yang
tidak didapatkan pada Alqur’an dan Sunnah Rasulullah. Hukum dasar, dan
undang-undang merupakan hasil ijtihad jama, yaitu keputusan-keputusan hukum
yang dibuat atau ditetapkan oleh lembaga legislatif bersama lembaga eksekutif.
Sedangkan dekrit Raja merupakan hasil ijtihad fardi (individu), sebagai
suatu peraturan perasturan Pemerintah.
2.2
Sistem Peradilan
Ada dua institusi hukum yang mempunyai keweangan
dalam menyelesaikan peroalan hukum yaitu mahkamah syari’ah dan lembaga
fatwa. Kedua lembaga ini memiliki kewenangan yang berbeda. Mahkamah Syari’ah
mempunyai kewenangan absulut dan kewenagan relative. Mahkamah
syari’ah memeriksa perkara pidana (jinayah) perkara perdata (muamalah),
dan wilayah juridiksinya terbatas berdasarkan kompentensi relatifnya.
Dengan pengertian lain peradilan itu menyangkut
semua hak, baik itu hak Allah atau hak manusia. Jadi kedudukan peradilan itu
pada prinsipnya adalah perpaduan di antara memberikan keputusan di kalangan
orang-orang yang bersengketa dan menyampaikan sebagian hak-hak umum bagi
rakyat, dengan memerhatikan persoalan-persoalan warga negara yang
terhalang haknya, baik menyangkut dengan hak-hak keperdataan maupun hak-hak
publik.
Hakim-hakim di mahkamah syari’ah apabila dalam
memeriksa suatu perkara yang tidak ditemukan dasar-dasar hukum dalam Qur’an
atau Sunnah Rasulullah atau basic law of government, maka
diberikan kebebasan untuk berijtihad. ijtihad hakim baik berdasarkan pada
keputusan hakim atas suatu perkara yang sebelumnya dengan sifat dan
krakteristik perkara yang sama, maupun menggunakan hasil pemikiran para ulama
hukum Islam klasik. Bahkan seperti penerapan hukum Islam di dunia
Islam lainnya, keputusan hakim mahkama syari’ah sebagai prseden bagi hakim
dalam menghadapi perkara yang mempunyai sifat dan krakteristik yang sama.
Sedangkan lembaga mufti berfungsi untuk memberikan
keputusan hukum atas suatu persoalan yang menyangkut dengan kemaslahatan umum,
baik menyangkut dengan masalah hak kewargaan negara maupun persoalan politik
baik dalam negeri maupun luar negeri. Keputusan hukum lembaga fatwa
bersifat mengikat untuk bagi seluruh warga negara Arab Saudi. Seperti fatwa
yang mengizinkan Amerika Serikat menggunakan pangkalan udara Arab Saudi untuk
menyerang Irak.
Disamping kedua lembaga tersebut, terdapat juga lembaga hisbah
lembaga ini merupakan lembaga peradilan yang berwenang memeriksa perkara yang
terkait dengan perilaku pasar, seperti penyimpangan timbangan, atau penipuan
dalam transaksi jual beli. Apabila dalam pemeriksaan terhadap
kasus-kasus pelanggaran pasar dan pada tersangka dinyatakan bersalah
dikanakan sanksi, baik sanksi pidana, sanki administrsi maupun sanksi perdata.
Hakim pada lembaga hisba adalah polisi
pengawas pasar yang diberikan tugas utuk menindak, memeriksa dan memutuskan
pelaku pelanggaran di pasar, baik pelanggaran pidana seperti penipuan
ukuran timbangan, pelanggaran perdata objek jual beli cacat, maupun
pelanggaran administrasi seperti salah menggunakan izin usaha.
2.2.1 Beragam Bentuk
Peradilan[2]
Menurut ketentuan kerajaan Saudi Arabia tertanggal 06 Safar 1346
Hijriyah atau 12 Agustus 1927 Masehi, semua lembaga peradilan yang sebelumnya
dihapus dan pengadilan Saudi Arabia terdiri atas 3 tingkatan berikut :
1. Al Mahakim Al
Musta’jilah/ Mahakim Juz’iyah, yaitu peradilan segera. Lembaga peradilan ini
merupakan peradilan tingkat pertama, yang bertugas menyelesaikan
perkara-perkara yang mendesak, baik dalam bidang perdata maupun pidana.
§ Bidang pidana
menyangkut kejahatan yang menimbulkan luka, berkaitan dengan ta’zir dan hudud
yang ringan. Tidak berlaku pada hukuman potong tangan dan hukuman mati
(qishos).
§ Bidang perdata
menyangkut masalah uang yang tidak lebih dari 300 riyal, tidak berlaku putusan
yang yang menyalahi agama dan ijma’ (consensus ahli hukum Islam). Perangkat
penengak hukum yang bertugas pada pengadilan pertama ini adalah hakim tunggal.
2. Al Mahakim
Asy-syar’iyyah, yaitu peradilan syar’iyyah. Peradilan ini berwenang menangani
perkara pidana berat, seperti hukuman potong tangan dan hukuman mati. Berwenang
pula menyelesaikan perkara al ahwal al syakhsiyah, yang mencangkup : nikah,
talak, rujuk, wasiat, dan al mal yang
nilainya di atas 300 riyal. Perangkat hukum yang bertugas pada pengadilan
banding ini terdiri atas tiga orang hakim (majelis), seorang ketua, dua orang
anggota. Setiap keputusan diberikan berdasarkan suara terbanyak, sedangkan
dalam perkara pidana pidana berat seperti hukuman potong tangan dan hukuman
mati dilakukan melalui sidang pleno peradilan.
3. Hay’ah
Muraqabah al – Qadha’iyyah, yaitu Badan Pengawas Peradilan. Badan pengawas
peradilan ini dinamakan dengan Peradilan Syariat Agung. Tugas dan wewenang
lembaga ini antara lain :
a. Mengadili
perkara – perkara banding atas putusan peradilan yang ada di bawahnya
b. Mengendalikan
administrasi dan mengawasi pengadilan
c. Menerbitkan
fatwa yang dimintakkan kepadanya
d. Mengawasi
lembaga pendidikan dan kurikulum pendidikan
e. Supervisi
terhadap lembaga – lembaga amar ma’ruf nahi mungkar
2.3 Kebebasan Hakim
Prinsip pembagian kekuasaan dalam suatu Negara
pada dasarnya dapat memperjelas luas tidaknya kekuasaan dan kebebasan para
hakim dalam menyelesaikan perkara. Di kerajaan Arab Saudi, kebebasan hakim
mendapat perhatian dan jaminan penuh, sehingga para hakim memiliki keleluasaan
dalam memahami dan menta’wilkan nash. Dalam menghadapi suatu kasus misalnya,
hakim memusatkann perhatiannya kepada perkara kejahatan yang terjadi (obyek
perkara), bukan kepada orang (subyek perkara). Di hadapan majelis hakim, semua
pihak memiliki derajat dan strata sosial yang sama, termasuk dalam kedudukan
antara seorang raja dan rakyat jelata.
2.4 Prinsip, Tingkatan, dan Wewenang Peradilan
2.4.1.
Prinsip Peradilan
Undang – undang peradilan kerajaan Saudi
Arabia menyebutkan beberapa prinsip penyelenggaraan peradilan, yaitu :
a. Sederhana, mudah, dan segera memutuskan hukum
b. Bersih, adil, dan tidak membeda – bedakan kedudukan manusia di hadapan
peradilan
c. Independen, terlepas dari tekanan eksekutif dan kekuasaan legislative
d. Hakim hanya memberlakukan hukum pada syariat Islam.
2.4.2 Tingkat dan Wewenang Peradilan
Lembaga
peradilan Saudi Arabia menganut sebuah sistem hukum ganda, yang terdiri atas 2
jenis, yaitu :
1. Peradilan berdiri sendiri, yaitu peradilan yang bersifat administratif.
Peradilan ini dirancang agar sesuai dengan prinsip – prinsip syariat dengan
memperhatikan dan mengambil jiwa syariat secara umum. Peradilan ini terdiri
dari 11 lembaga peradilan :
2. Peradilan Syar’iyyah, yaitu peradilan yang sepenuhnya berdasarkan syariat
islam. Peradilan ini terdiri dari 4 tingkatan peradilan :
a. Majelis al-Qadha al-A’la (Mahkamah Agung), berwenang untuk mengangkat,
mengatur kenaikan pangkat, pemindahan dan pengaturan cuti para hakim. Berwenang untuk meninjau ulang
putusan-putusan peradilan yang lebih rendah tingkatannya.
b. Mahkamah al-Tamyiz (Perdilan Tingkat Banding), berwenang untuk meninjau
ulang segala putusan perdata dan pidana yang telah diputuskan oleh hakim yang
tingkatannya lebih rendah.
c. Al Mahkamah al-‘Ammah (Pengadilan Biasa), berwenang mengadili segala macam
perkara. Putusan diambil oleh seorang hakim.
d. Al-Mahakim al-Juz’iyah (Pengadilan Segera), berwenang mengadili perkara –
perkara ringan.
DAFTAR PUSTAKA
Wahid, Abdurrahman. 2001. Menggerakkan Tradisi
Esai-Esai Pasantre. Yogyakarta: LKiS
Sjadzali, Munawir. 1993. Islam dan Tata Negara
(ajaran, sejarah dan pemikiran). UI Press: Jakarta.
Nasition, Harun. 1980. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya.
Bulan Bintang: Jakarta.
Sunaryo Mukhlas, Oyo.
2011 . Perkembangan Peradilan Islam dari Kahin di Jazirah Arab ke Peradilan
Agama di Indonesia. Bogor: Ghalia Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar