Blogger Tips and Tricks

Jumat, 19 Desember 2014

Choise of juridiksi dalam Hukum Internasional



Yuridiksi dalam hukum internasional  menurut Imre Anthony Csabafi sebagaimana yang dikutip dari Parthiana didefinisikan sebagai berikut[1] :
Yuridiksi negara dalam hukum publik internasional  berarti hak dari suatu negara untuk mengatur dan mempengaruhi  dengan langkah – langkah atau tindakan yang bersifat legislative, eksekutif dan yudikatif atas hak – hak individu, hak milik atau hak kekayaannya, perilaku – perilaku atau peristiwa – peristiwa yang tidak semata – mata merupakan masalah dalam negeri. Yuridiksi adalah hak suatu negara berdasarkan hukum internasional yang mengatur perilaku yang yang berkenaan dengan masalah – masalah yang tidak secara eksplisit merupakan masalah dalam negeri.

Secara garis besar, yuridiksi terdiri dari unsur – unsur :
a.       Hak, kekuasaan dan kewenangan
Dengan hak, kekuasaan dan kewenangan yang dimilikinya, suatu negara dapat melakukan sesuatu dengan tetap berpegang pada aturan hukum internasional[2].
b.      Mengatur
Hak, kekuasaan dan kewenangan untuk melakukan sesuatu, dalam hal ini adalah untuk menetapkan peraturan, melaksanakan dan menerapkan peraturan, maupun mengenakan sanksi terhadap semua pihak yang melanggar ketentuan atau peraturan tersebut[3].
c.       Mempunyai objek
Obyek tersebut dapat berupa permasalahan, peristiwa, perilaku, orang, benda ataupun kombinasi dari beberapa obyek.
d.      Tidak semata – mata merupakan masalah dalam negeri
Yuridiksi negara tidak semata – mata hanya berkaitan dengan msalah dalam negeri, akan  tetapi juga terkait dengan permasalahan yang melibatkan dengan negara lain, terutama apabila obyek yang menjadi berkaitan dengan permasalahan internasional.
e.       Hukum internasional sebagai landasan implementasi
Melalui hukum internasional negara dapat melakukan hak, kekuasaan dan kewenangan tersebut dengan tetap mempertahankan yuridiksi negara lain.
Dalam macam – macam yuridiksi negara terdapat yuridiksi teritorial, segala peristiwa yang terjadi dalam batas suatu negara[4], sepenuhnya merupakan kewenangan negara, namun dalam menjalin hubungan internasional berpegang pada prinsip – prinsip hukum internasional. Sehingga terdapat beberapa obyek dalam pengecualian dapat tidak tunduk pada negara yang bersangkutan.
Ada juga yuridiksi universal, yuridiksi negara tidak semata – mata didasarkan pada tempat, waktu, pelaku maupun peristiwa hukum, namun juga berkaitan dengan kemaslahatan manusia seperti pelanggaran HAM, pembajakan, penyuludupan. Sehingga penyelesaian hukum menurut hukum internasional, harus tunduk pada semua yuridiksi negara[5].
Pilihan yuridiksi yang terdapat dalam pasal 16 Undang – undang Hukum Perdata Internasional tentang Lex domicilies (Hukum tempat domilisi para pihak asli). Menurut pasal ini, Hukum yang dipakai dalam penyelesaian sengketa ialah hukum dimana para pihak itu bertempat tinggal, berkewarganegaraan.
Pasal 17 tentang Lex Sitae (berlakunya hukum pada benda yang menjadi obyek perjanjian berada). Pada benda tetap (tidak bergerak) berlaku undang – undang negara atau dimana benda itu terletak.
Atau yang terdapat dalam pasal 18 Undang – undang Hukum Perdata Internasional tentang Lex Lociactum (Hukum yang dipakai) : Pilihan hukum yang dipakai apakah ketika perjanjian ditandatangani, ketika dilaksanakannya perjanjian, dimana perbuatan melawan hukum dilakukan, dimana dampak dari perbuatan. Pilihanya digunakan hukum mana berdasarkan:
1.       Lex loci contractus, dimana perjanjian itu dilakukan, maka undang – undang pada negara itu berlaku. Misalnya perjanjian dibuat Indonesia, maka hukum Indonesialah yang dipakai.
2.      Lex loci solusionis, isi perjanjian dilaksanakan di negara mana, maka undang – undang negara tersebut yang dipakai.
3.      The proper law of the contract, hukum yang diberlakukan disepakati oleh para pihak yang melakukan perjanjian.
4.      The most characteristic connection, menentukan hukum mana yang berlaku, dimana negara yang mempunyai prestasi paling kuat / dominan.
Maka, dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pilihan yuridiksi dalam perjanjian dapat ditentukan oleh para pihak yang bersengketa atau mengikuti / berpegang pada hukum Internasional yang mengatur hubungan Internasional.


[1] I Wayan Parthiana. Pengantar Hukum Internasional. (Bandung: Mandar Maju, 2003), 346
[2] Suryo Sakti Hadiwijoyo. Aspek Hukum Wilayah Negara Indonesia. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012) 111
[3] Ibid 111- 112
[4] Ibid, 113
[5] Ibid, 115

Rabu, 17 Desember 2014

Letter of Credits (Pengertian, Tujuan, Pihak dalam Letter of Credits, Kelebihan dan Kekurangan)



2.8 Letter of Credit
2.8.1 Pengertian Letter of Credit
Letter of credit, atau sering disingkat menjadi L/C, LC, atau LOC, adalah sebuah cara pembayaran internasional yang memungkinkan eksportir menerima pembayaran tanpa menunggu berita dari luar negeri setelah barang dan berkas dokumen dikirimkan keluar negeri (kepada pemesan)[1]. Letter of credit adalah  sebuah instrumen yang dikeluarkan oleh sebuiah bank atas nama salah satu nasabahanya yang menguasakan seseorang atau  sebuah perusahaan instrumen tersebut menarik wesel atas bank bersangkutan atau salah satu bank korespondennya bagi kepentingannya, berdasarkan kondisi – kondisi / persyaratan – persyaratan yang tercantum dalam instrumen tersebut.
Transaksi perdagangan ekspor – impor pada dasarnya dapat dilakukan dengan atau tanpa L/C, namun karena L/C melindungi kedua belah pihak, eksportir dan importir, dimana bank ikut terlibat dan mengurangi risiko tertentu maka transaksi L/C lebih disenangi[2].  
Dilihat dari segi penggunaannya L/C dapat dibedakan antara[3]:
-          Documentary L/C atau disebut juga dengan Commercial atau Merchandise L/C merupakan L/C yang berdokumen dan menangani pergerakan – pergerakan dari barang – barang ekspor dan impor.
-          Standby L/C merupakan contoh dari Clean L/C artinya L/C yang tidak berdokumen. Standby L/C merupakan L/C khusus yang digunakan sebagai suatu standby (L/C yang tersedia untuk langsung dibuka sebagai jaminan) untuk dimanfaatkan bilamana perlu untuk membayar seorang beneficiary atau bank atas nama nasabahnya.

2.8.2 Tujuan dan Fungsi Letter of Credit (L/C)
Letter of Credit umumnya cenderung ditujukan untuk kepentingan eksportir dan sebagai akibatnya eksportir akan mendesak impotir agar menerbitkan L/C guna kepentingannya sebelum mengapalan barang terjadi.
Fungsi Letter of Credit yaitu[4] :
- merupakan suatu perjanjian bank – bank dalam menyelesaikan transaksi komersial internasional.
-   memberikan pengamanan bagi pihak – pihak yang terlibat dalam transaksi yang diadakan.
-   memastikan adanya pembarayan asalkan persyaratan – persyaratan L/C telah dipenuhi.
-  membantu issuing bank memberikan fasilitas pembayaran kepada importir dan memonitor penggunaannya.

2.8.3 Pihak – Pihak dalam Letter of Credit (L/C)
Pelaku langsung dalam Letter of Credit:
·       Applicant atau pemohon kredit adalah importir (pembeli) yang mengajukan aplikasi L/C.
·       Beneficiary adalah eksportir (penjual) yang menerima L/C.
·       Issuing bank atau opening adalah bank pembuka L/C.
·       Advising bank adalah bank yang meneruskan L/C, yaitu bank koresponden (agen) yang meneruskan L/C kepada beneficiary. Bank tidak bertanggung jawab atas isi L/C dan hanya bertindak sebagai perantara.
·       Confirming bank adalah bank yang melakukan konfirmasi atas permintaan issuing bank dan menjamin sepenuhnya pembayaran.
·       Paying bank adalah bank yang secara khusus ditunjuk dalam L/C untuk melakukan pembayaran dan beneficiary berkewajiban

Pihak tidak langsung dalam Letter of Credit[5] :
·       Carrier adalah pengangkut barang yang dikirim (Perusahaan Pelayaran/Penerbangan) untuk dibeberapa negara dengan perbatasan darat bisa juga perusahaan angkutan darat seperti truk, kereta dan lainnya).
·       Bea cukai / Pabean, bagi importir bertindak sebagai agen dan akan memberikan izin untuk pelepasan barang – barang bilamana dokumen Bill of Lading (B/L) atau surat bukti muat barang, menunjukkan bukti pembayaran. Bagi eksportir, pihak yang meneliti dokumen serta pembayaran pajak dan memberikan izin barang dimuat di kapal.
·       Perusahaan Asuransi
·       Badan – badan pemeriksaan atau SGS/Perwakilan Sucofindo (khusus Indonesia)
·       Badan – badan penelitian lainnya

2.8.4 Kelebihan dan Kekurangan dari Letter of Credit
     Kelebihan Letter of Credit[6] :
a.         Penjual / eksportir dapat lebih menggantungkan kepercayaan pada L/C yang dikeluarkan bank dari pada L/Cyang dikeluarkan oleh pedagang, dan karena itu yang bersangkutan merasa terjamin akan pembayaran / akseptasi yang dilakukan bank setelah adanya penyerahan dokumen – dokumen yang sesuai dengan syarat – syarat L/C.
b.        Pembeli / importir merasa terjamin bahwa banknya akan menolak pembayaran kepada penjual / eksportir kecuali penjual / eksportir telah memenuhi persyaratan – persyaratan L/C yang telah diminta oleh pembeli / importir kepada banknya seperti yang ditentukan dalam L/C
Kelemahan Letter of Credit[7] :
1.        Pembeli / importir tidak mendapat jaminan barang – barang yang dipesan dengan harga tertentu adalah yang sebenarnya yang dikapalkan.
2.        Biaya – biaya bank yang dikenakan dalam penanganan L/C
3.        Bank – bank hanya berkepentingan dalam dokumen saja dan tidak dalam barang – barang   


[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Letter_of_credit
[2] Roselyne Hutabarat.Transaksi Ekspor Impor Edisi Kedua. (Jakarta: Erlangga, 1996)
[3] Ibid
[4] Ibid
[5] Roselyne Hutabarat.Transaksi Ekspor Impor Edisi Kedua. (Jakarta: Erlangga, 1996)
[6] Ibid
[7] Roselyne Hutabarat.Transaksi Ekspor Impor Edisi Kedua. (Jakarta: Erlangga, 1996)

Forum Penyelesaian Sengketa (Choise of Forum) dalam Perdagangan Internasional



Forum Penyelesaian Sengketa
A. Negosiasi
Negosiasi merupakan cara atau forum yang paling efektif, lebih dari 80% sengketa bisnis tercapai penyelesaiannya melalui negosiasi[1]. negosiasi adalah penyelesaian sengketa oleh para pihak itu sendiri melalui tawar menawar atau pembicaraan untuk mencapai suatu kesepakatan terhadap masalah yang terjadi di antara para pihak. Cara ini digunakan terlebih dahulu sebelum cara – cara lainnya digunakan. Kelebihan dari forum ini, para pihaklah yang memegang palu hakimnya sendiri, sifatnya rahasia. Namun, sering kali cara ini hanya sebatas formalitas yang harus ditempuh para pihak[2].
     Kelemahan dariforum ini, apabila  kedudukan para pihak tidak seimbang. Misalnya pihak yang satu berasal dari perusahaan yang besar dan pihak yang lainnya adalah rekan bisnis yang merupakan pengusaha kecil. Maka dalam kondisi ini, pihak yang kuat dapat menekan secara psikologis pihak lainnya sehingga tunduk pada keinginan pengusaha kuat.
     Kelemahan yang lain, efektivitas kesepakatan para pihak sebagai hasil dari cara penyelesaian melaui hasil kesepakatan negosiasi para pihak yang tunduk pada komitmen atau iktikad baik para pihak.   

B.  Mediasi
Mediasi adalah penyelesaian sengketa yang sekarang sudah mulai berkembang, mediasi adalah forum penyelesaian sengketa melalui pihak ketiga yang netral untuk membantu dalam menemukan solusi dalam menyelesaikan sengketa[3]. Putusan mediasi tidak mengikat. Kelebihan dari mediasi adalah cara penyelesaian oleh pihak ketiga yang netral atau pihak yang ahli dalam menyelesaikan sengketa tersebut[4]. Kelemahan dari cara ini adalah putusan dari mediasi tidak mengikat

C. Pengadilan
Suatu sengketa hukum dalam kegiatan bisnis, dapat diselesaikan di peradilan umum maupun di peradilan khusus.[5] Forum ini sudah banyak dipilih oleh para pihak yang bersengketa. Pengadilan sebagai refleksi yuridiksi yudikatif suatu negara berdaulat. Dalam forum ini terjadi gugat mengugat di antara para pihak.
Kelebihan dari forum ini adalah putusannya memang harus dihormati para pihak. Sehingga putusan pengadilan mengikat secara hukum. Dalam lingkup internasional, pemberian pengakuan dan pelaksanaan terhadap putusan pengadilan asing yang telah memenuhi syarat sebagai berikut[6]:
a. terpenuhinya kompetensi sesuai dengan ketentuan konvensi
b. putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum yang pasti di wilayah putusan dibuat, sehingga putusan tersebut telah dapat dilaksanakan di wilayah asalnya.
Kelemahan dari forum ini  banyak sekali kejadian bahwa hukum bisa dibeli dengan uang, hal ini membuat susahnya keadilan yang timbul dalam putusan pengadilan tersebut.

D. Arbitrase
Forum ini merupakan forum penyelesaian sengketa yang disukai. Karena dalam arbitrase ini para pihak yang bersengketa dapat menyelesaikan masalah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan mereka. Yang dimaksud dengan arbitrase dan hukum mana yang menguasainya, bagaimana prosesnya, dapat dijelaskan sebagai berikut[7]:
-          terjadi sengketa / ketidak sepahaman
-          antara dua orang atau kelompok atau lebih
-          sengketa atau ketidak sepahaman diserahkan kepada pihak ketiga yang profesional yang sepakati bersama, melalui penyederhanaan hukum dan prosedur untuk penyelesaian
-          dilakukan dengan pendapat melaui hukum yang disepakati bersama oleh para pihak
-          putusan sebelumnya disepakati dan mengikat dan dapat dilaksanakan.
Kelebihan dari forum ini adalah prosesnya yang lebih cepat dari pengadilan, tidak begitu formal dan fleksibel, para pihak diberi kesempatan memilih hakim yang mereka anggap netral dan dapat memenuhi harapan mereka baik dari segi keahlian atau pengetahuna di bidang tertentu, faktor kerahasiaan dijaga dan tidak akan mempublikasikan perkara tersebut.
(1) Internasional Chamber of Commerce (ICC)
Badan arbitrase internasional kamar dagang dan industri ini berkedudukan di paris. Asosiasi dagang internasional ini memiliki badan penyelesaian sengketa dagang yaitu Peradilan Arbitrase ICC  berkedudukan di paris, sidang arbitrase bisa dilaukan dimana saja dan menerapkan hukum yang disepakati para pihak. Badan arbitrase ini merupakan yang paling terkenal sekaligus termahal. Sekitar 400-an kasus/tahun  sengketa diserahkan kepada ICC[8].
(2)  London Court of Internasional Arbitration (LCIA)
Hukum acara arbitrase LCIAbiasanya menggunakan peraturan arbtrase yang dikeluarkan oleh UNCITRAL (United Nations Commisions on Internasional Trade Law) tahun 1976[9].


[1] Faisal Santiago, Pengantar Hukum Bisnis.(Jakarta: Mitra Wacana Media, 2002), 118
[2] Huala Adolf. Dasar – Dasar  Hukum Kontrak Internasional. (Bandung: Refika Aditama, 2010), 197
[3] Faisal Santiago, Pengantar Hukum Bisnis.(Jakarta: Mitra Wacana Media, 2002), 120
[4] Huala Adolf. Ibid, 197
[5] Faisal Santiago. Ibid, 118
[6] Huala Adolf, Ibid 198
[7] Faishal Santiago. Pengantar Hukum Bisnis.(Jakarta: Mitra Wacana Media, 2002), 139
[8] Huala Adolf, Dasar – Dasar  Hukum Kontrak Internasional. (Bandung: Refika Aditama, 2010), 204
[9] Huala Adolf, Dasar – Dasar  Hukum Kontrak Internasional. (Bandung: Refika Aditama, 2010), 205