Blogger Tips and Tricks

Sabtu, 24 Mei 2014

Kewarisan Islam



1.    Apa yang dimaksud dengan asas individual dan asas Ijbariyah dalam hukum kewarisan Islam ? Jelaskan berserta contoh dalilnya!
Asas individual berarti setiap ahli waris secara individu berhak atasbagian yang didapatnya tanpa terikat kepada ahli waris lainnya. Setiap ahli waris berhak atas harta warisan dari orang tuanya tanpa terikat oleh ahli waris yang lainnya, karena sudah ada bagiannya masing – masing. Dalilnya QS. An – Nisa : 12
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُنَّ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصِينَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ إِنْ لَمْ يَكُنْ لَكُمْ وَلَدٌ فَإِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ وَإِنْ كَانَ رَجُلٌ يُورَثُ كَلَالَةً أَوِ امْرَأَةٌ وَلَهُ أَخٌ أَوْ أُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا السُّدُسُ فَإِنْ كَانُوا أَكْثَرَ مِنْ ذَلِكَ فَهُمْ شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُوصَى بِهَا أَوْ دَيْنٍ غَيْرَ مُضَارٍّ وَصِيَّةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَلِيمٌ
Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua[273], maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” QS. An-Nisa : 12
Asas Ijbari berarti peralihan harta warisan secara otomatis atau langsung. Setiap ahli waris yang pewarisnya telah meninggal, secara dengan sendirinya harta si pewaris berpindah atau beralih kepada ahli warisnya tersebut. Dalilnya QS. An – Nisa : 7
لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالْأَقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا مَفْرُوضًا
Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.” QS. An – Nisa : 7

2.    Jelaskan tentang sebab mendapatkan warisan serta syarat dan rukun waris !
Sebab mendapatkan warisan ada 2 yaitu :
-          Karena nasab
-          Karena perkawinan
Rukun Waris :
1.      Pewaris, orang yang meninggal dunia
2.      Ahli waris, orang yang berhak untuk menguasai harta warisan si pewaris
3.      Harta Warisan, segala jenis benda yang ditinggalkan si pewaris dan merupakan obyek yang dijadikan warisan. 
Syarat – Syarat Waris
-          Si pewaris benar – benar meninggal dunia dan dapat dipertanggung jawabkan secara hukum
-          Orang yang mewarisi hidup pada saat si pewaris mewariskan hartanya.
-          Antara si pewaris dan ahli waris ada hubungan nasab atau karena perkawinan.

3.    Perbandingan pembagian harta waris 2:1 antara laki – laki dan perempuan jika dikaitkan dengan Gender apakah sudah adil? Kalau sudah, dimana letak keadilannya? Kalau belum bagaimana cara menyikapinya?
-       Menurut saya sudah adil, karena ahli waris laki – laki mempunyai kewajinan kepada keluarganya. Sedangkan ahli waris perempuan harta warisannya bisa untuk dirinya sendiri dan tidak memiliki kewajiban kepada keluarganya, dan ahli waris juga mendapat bagian harta warian dari suaminya.


4.    Jelaskan pengahalang mewaris baik menurut pendapat ulama maupun KHI.
Yang menjadi penghalang mendapatkan waris menurut pendapat ulama ada 3, yaitu:
1.      Perbudakan
2.      Pembunuhan 
3.      Orang yang tidak beragama islam, Murtad dan kafir

Seseorang terhalang untuk menerima waris dalam Kompilasi Hukum Islam terdapat dalam pasal 173, yaitu:
a.    Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat para pewaris
b.    Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris telah melakukan kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.

5.    Apa yang dimaksud dengan dzawil furud, asobah dan dzawil arham ? dan jelaskan pula tentang macam – macam ashobah?
-       Dzawil furud adalah orang – orang yang menjadi ahli waris dan bagiannya telah ditentukan secara terperinci.
-       Asobah adalah bagian sisa dari pembagian harta warisan. Macam – macam asobah ada 2 yaitu:
1)    Asobah Nasabiyah, yaitu pembagian sisa harta waris menurut hubungan darah dengan si pewaris. Asobah ini terbagi menjadi 3 :
a.    Asobah binnafsi yaitu asobah dibagi kepada laki – laki yang nasabnya kepada pewaris, dan tidak tercampuri kaum perempuan dari 4 jalur yang berurutan. Jalur keanakan, jalur kebapakan, jalur kesaudaraan, jalur kepamanan.
b.    Asobah bilghair, yaitu ia menjadi asobah karena orang lain. Terjadi pada ahli waris perempuan. Hal ini terbatas pada 4 orang pewaris. Anak perempuan kandung, anak perempuan dari anak laki, saudara perempuan seibu seayah, saudara perempuan seayah.
c.    Asobah mal ghair yaitu asobah mewaris bersama orang lain.   

2)   Asobah Sababiyah yaitu asobah karena adanya sebab. Contohnya karena memerdekakan si mayit dari perbudakan.
-       Dzawil arham adalah orang-orang yang secara hukum memiliki kekerabatan dengan orang yang meninggal, namun mereka bukanlah ahli waris. Contoh : cucu dari anak perempuan

6.    Apa perbedaan antara maurust dan tirkah?
Maurust adalah harta warisan. Yang disebut harta warisan itu setelah harta peninggalan pewaris yang telah dikurangi untuk biaya lalu dikurangi lagi untuk zakat, wasiat, hutang dan lain sebagainya.
Tirkah merupakan harta peninggalan yang terdiri dari harta bawaan dan harta bersama. Harta bawaan itu berupa harta pribadi, harta warisan dan Kado / hadiah. Sedangkan harta bersama adalah harta yang dikumpulkan selama dalam masa perkawinan (Gono Gini). Harta ini wajib di bagi menjadi 2 antara seorang istri dan seorang suami. 


Hubungan Bangsa dengan Bumi, Air dan Ruang Angkasa serta Asas HUkum Agraria



1.1  Latar Belakang
Hukum Agraria / pertanahan, ialah keseluruhan dari ketentuan hukum, yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain, termasuk Badan Hukum dengan Bumi, Air, dan Ruang Angkasa dalam seluruh wilayah dan mengatur pula wewenang yang bersumber pada hubungan tersebut.Hukum agraria secara umum diatur dalam UU No. 24 tahun 1960 tentang UU Pokok-pokok Agraria.
Hukum agraria terdiri atas:
a. Hukum pertanahan Ialah bidang hukum yang mengatur hak-hak pengaturan atas tanah;
b. Hukum pengairan Ialah yaitu bidang hukum yang mengatur hak-hak atas air;
c. Hukum Pertambangan Ialah bidang hukum yang mengatur hak penguasaan atas bahan galian. Hukum pertambangan secara khusus diatur dalam UU no. 11 tahun 1967 tentang Pokok-pokok Pertambangan;
d. Hukum kehutanan Ialah bidang hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas hutan dan hasil hutan;
e. Hukum Perikanan Ialah bidang hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas ikan dan lain-lain dan perairan darat lain.
Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
Hubungan negara dengan individu yang berkaitan dengan tanah tercermin dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 yakni: bumi, air, serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pasal ini kemudian menjadi visi, misi, dan spirit Undang-undang Dasar No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dengan Land Reform sebagai agenda utama.
Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 mengandung amanat konstitusional yang sangat mendasar yaitu bahwa pemanfaatan dan penggunaan tanah dan seluruh kekayaan alam harus dapat mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal ini berarti  pula bahwa setiap hak atas tanah dan sumber-sumber agraria lainnya dituntut kepastian mengenai subjek, objek, serta pelaksanaan kewenangan haknya.

1.2  Rumusan Masalah
-          Apa pengertian bangsa, bumi, air dan ruang angkasa menurut pengertian agraria secara luas?
-          Sebutkan hak – hak bangsa, bumi air dan ruang angkasa ?
-          Apa saja asas hukum agraria?

1.3  Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui hubungan bangsa dengan bumi, air dan ruang angkasa, dan untuk mengetahui asas – asas dari hukum agraria

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bangsa, Bumi, Air dan Ruang Angkasa
Pengertian bangsa dalam arti sosiologis antropologis yaitu suatu perkumpulan orang yang saling bersifat sosial dan berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan bersama dalam satu wilayah. Dari sebuah bangsa inilah timbul sebuah hukum untuk melindungi hak – hak masyarakat dalam suatu bangsa, agar terciptanya kesejahteraan antar masyrakat berbangsa.
Dari hukum ini berkembang menjadi beberapa macam – macam hukum yang mengatur hak – hak berbangsa, salah satunya adalah hukum agraria. Hukum ini mengatrur tentang hak yang dimiliki bangsa atas wilayahnya dan hak masyarakat atas penguasaan wilayah atau pemanfaatan wilayah dalam suatu bangsa.      
Pengertian agraria dalam UU No. 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria yang lebih dikenal dengan nama UUPA dan dipakai dan digunakan pengertiannya sangat luas[1]. Pembagian Agraria:
1. Pengertian agraria dalam arti luas
  1. Bumi: Menurut UUPA bumi adalah permukaan dari tanah dan masuk dalam tubuh-tubuh bumi dan tanah yang ada dibawa air.
  2. Air: Sedangkan ari yakni perairan pedalaman yaitu danau, sungai, tanjung dll.
  3. Angkasa: Angkasa atau ruang angkasa yakni ruang yang ada diatas bumi dan air.
  4. Kekayaan alam: Yaitu segala macam batu-batuan, gas alam, tambang timah dsb.

2. Pengertian arti sempit adalah tanah menurut UUPA.

Pengertian UUPA menurut UUD 1945
Dalam UUD 1945 dapat dipahami yakni secara hakiki dalam UUD 1945 pada pasal 33 ayat 3 yang menggariskan ”bumi, air, dan kekayaan alam yang ada didalamnya dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.
Kelompok-kelompok hukum agraria:
·         Hukum tanah yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah dalam artian bumi.
·         Hak air yaitu aturan hukum yang mengatur hak-hak atas air.
·         Hukum pertambangan atau hukum yang mengatur atau hukum yang mengatur hak atas kekayaan alam yang terkandung dalam air.
·         Hukum perikan yaitu hukum yang mengatur hak atas kekuasaan alam dalam air.
·         Hukum penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa yaitu aturan hukum yang mengatur hak-hak penguasaan  atas tenaga dan usur-unsur dalam ruang angkasa.
·         Hukum kehutanan adalah aturan yang mengatur hak-hak penguasaan atas hutan.

       Seperti diketahui bersama bahwa obyek dari hukum agraria adalah meliputi seluruh wilayah indonesia yakni kesatuan tanah-air, seluruh rakyat yang bersatu sebagai bangsa indonesia, seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa ialah bumi, air dan ruang angkasa yang merupakan kekayaan nasional. Dengan begitu hubungan antara bangsa indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa adalah hubungan yang bersifat abadi.   
       Dalam pengertian bumi, selain permukaan bumi, termasuk pula tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air. Dalam pengertian air sendiri termasuk perairan pedalaman dan laut wilayah indonesia, sementara yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah ruang di atas bumi dan air.

2.2 Hubungan Bangsa dengan Bumi, Air dan Ruang Angkasa
Dalam UUPA disamping dikenal adanya hak menguasai tanah oleh Negara, juga dikenal adanya hak bangsa atas senua tanah yang ada di wilayah Indonesia. Hak bangsa ini diatur dalam Pasal 1 ayat 1,2 dan 3 yang berbunyi sebagai berikut:
(1)   Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia.
(2)   Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalm wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.
(3)   Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air dan ruang angkasa termaksud dalam ayat 2 pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi.
Menurut penjelasan tersebut, hak bangsa Indonesia atas bumi, air dan ruang angkasa dan kekayaan alam yag terkandung di dalamnya (SDA) adalah kepunyaan bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. Menurut pasal 1 ayat 3, hubungan bangsa dengan SDA tersebut bersifat abadi, artinya hak itu berlangsung selama – lamanya tanpa ada batas waktu. Selama bangsa Indonesia masih ada, selam itu pula hak bangsa itu tetap melekat dan dipunyai oleh bangsa Indonesia.
Selanjutnya Pasal 1 ayat 1, 2 dan 3 tersebut dijelaskan dalam penjelasan umum nomor II / 1 yang berbunyi sebagai berikut[2]:
Pertama – tama dasar kenasionalan itu diletakkan dalam Pasal 1 ayat 1, yang menyatakan bahwa : “ Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia” dan pasal 1 ayat 2 yang berbunyi bahwa : “Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesiasebagai karunia Tuhan yang Maha Esa, adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.” Ini berarti bahwa bumi, air dan ruang angkasa dalam wilayah Republik Indonesia yang kemerdekaannya diperjuangkan oleh bangsa sebagai keseluruhan, menjadi hak pula dari bangsa Indonesia, jadi tidak semata – mata menjadi hak dari pemiliknya saja. Maka, hubungan bangsa Indonesia dengan bumi, air dan ruang angkasa merupakan semacam hubungan hak ulayat yang diangkat pada tingkatan yang paling atas yang mengenai seluruh wilayah Negara. Adapun hubungan antara bangsa dan bumi, air dan ruang angkasa Indonesia itu adlah hubungan yang bersifat abadi (Pasal 1 ayat 3).

Dapat disimpulkan dari penjelasan umum diatas bahwa hak bangsa Indonesia atas bumi, air dan ruang angkasa bukanlah hak milik tetapi semacam hubungan hak ulayat[3] yang diangkat pada tingkatan yang paling atas yaitu: tingkatan mengenai seluruh wilayah Indonesia.
Dalam hukum adat, hak ulayat adalah hak penguasaan tanah yang tertinggi yang mengandung 2 unsur / aspek yaitu: hukum keperdataan dan hukum publik. Hukum keperdataan artinya mengandung hak kepunyaan bersama atas tanah bersama atas tanah bersama para anggota atau warga masyarakat. Hukum publik artinya mengandung tugas kewajiban mengelola, mengatur dan memimpin penguasaan, pemeliharaan, peruntukan dan penggunaan tanah bersama.[4]
            Dapat disimpulkan bahwa oleh karena bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat, maka Negara mendapatkan legitimasi atas pemegang wewenang. Hak menguasai dari Negara ini memberi wewenang untuk: mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut; menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa; menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
            Dengan adanya hukum publik, maka pemerintah ikut serta mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan agraria dari organisasi-organisasi dan perseorangan yang bersifat monopoli swasta. Usaha-usaha Pemerintah dalam lapangan agraria yang bersifat monopoli hanya dapat diselenggarakan dengan Undang - undang. Pemerintah berusaha untuk memajukan kepastian dan jaminan sosial termasuk bidang perburuhan, dalam usaha-usaha di lapangan agraria. Dengan mengingat ketentuan-ketentuan yang ada, Pemeritah dalam rangka sosialisme Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukkan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya: untuk keperluan Negara; untuk keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci lainnya, sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa; untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial, kebudayaan dan lain-lain kesejahteraan; untuk keperluan memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan serta sejalan dengan itu; dan untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan.
Negara  sebagai tingkatan yang paling atas mempunyai tugas  yaitu: 
a.       Mengatur dan menyelenggaraan peruntukan, penggunaan persediaan dan pemeliharaannya
b.      Menentukan dan mengatur hak – hak yang dapat dipunyai atas (bagian dari) bumi, air dan ruang angkasa
c.       Menentukan dan mengatur hubungan – hubungan hukum antara orang – orang dan perbuatan – perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
       Selanjutnya, hubungan bumi, air dan ruang angkasa Indonesia itu adalah hubungan yang bersifat abadi. Ini berarti bahwa selama bumi, air dan ruang angkasa Indonesia itu masih ada, dalam keadaan yang bagaimanapun tidak ada sesuatu kekuasaan yang akan dapat memutuskan atau meniadakan hubungan tersebut.
            Dibawah ini digambarkan bagian bumi, air, ruang angkasa an kekayaan alam yang dikuasai oleh Negara[5]:
Agraria sebagai sumber Alam
Bumi
Permukaan Bumi
Tubuh Bumi
Air
Air Pedalaman
Laut wilayah Indonesia
Ruang Angkasa
Ruang diatas bumi wilayah RI
Ruang diatas air wialaya RI
Kekayaan Alam
Tambang
Hasil hutan
Ikan
Binatang, dan lainnya.

            Atas dasar hak menguasai dari Negara maka diatur pengambilan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi, air dan ruang angkasa. Hanya warga negara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa, dalam batas-batas ketentuan. Tiap-tiap warga negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya baik bagi diri sendiri maupun keluarganya. Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada azasnya diwajibkan megerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan.
            Dalam penggunaan permukaan bumi diatur dalam pasal 4 ayat 1, permukaan bumi tidak termasuk lapisan bumi di bawahnya yang disebut tubuh bumi. Pasal 4 tersebut berbunyi:

(1)    Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.
(2)   Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan, yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.
(3)   Selain hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal (1) pasal ini ditentukan pula hak-hak atas air dan ruang angkasa.

2.2.1 Hak – Hak tentang Bumi, Air dan Ruang Angkasa
            Dalam pasal 16 Kitab UUPA mengatur macam – macam hak – hak bumi, air dan Ruang angkasa, yang berbunyi:
(1)
Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal ayat (1) ialah:

a.      hak milik,
b.   hak guna-usaha,
c.   hak guna-bangunan,
d.      hak pakai,
e.     hak sewa,
f.    hak membuka tanah,
g.    hak memungut-hasil hutan,
h.    hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan ditetapkan dengan Undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.
(2)  Hak-hak atas air dan ruang angkasa sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat  (3) ialah:
a.      hak guna air,
b.      hak pemeliharaan dan penangkapan ikan,
c.       hak guna ruang angkasa.
Hak – hak tersebut diakui dan dilindungi oleh hukum yang berlaku di Indonesia. Dalam penguasaan hak atas tanah yang merupakan penguasaan permukaan bumi dapat dipunyai oleh perorangan / badan hukum  tetapi tidak bersifat mutlak, karena dapat penguasaan tersebut terdapat batasan – batasannya[6].

2.3 Asas – Asas Hukum Agraria
2.3.1 Asas Kebangsaan
Menurut Pasal 1 ayat (1) UUPA, seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah, air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia dan seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan kekayaan nasional Indonesia.

2.3.2 Asas Tingkatan yang Tertinggi, Bumi, Air, Ruang Angkasa dan Kekayaan Alam yang Terkandung di dalamnya Dikuasai oleh Negara
Asas ini didasari pada Pasal 2 ayat (1) UUPA. Sesuai dengan pendirian tersebut, perkataan “dikuasai” di sini bukan berarti dimiliki, akan tetapi adalah pengertian yang memberikan wewenang kepada Negara sebagai organisasi kekuasaan bangsa Indonesia pada tingkatan yang tertinggi untuk[7]:
  1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam;
  2. Menentukan dan mengatur hak dan kewajiban yang dapat dipunyai atas bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang ditimbulkan dari hubungan kepentingan orang dan unsur agraria itu;
  3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum terkait bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.

2.3.3 Asas Mengutamakan  Kepentingan Nasional dan Negara berdasarkan atas Persatuan bangsa daripada Kepentingan Perseorangan dan Golongan
Dapat dilihat dalam Pasal 3 UUPA. Sekalipun hak ulayat (tanah bersama menurut hukum adat) masih diakui keberadaannya dalam sistem Hukum Agraria Nasional, akan tetapi karena pelaksanaannya berdasarkan asas ini, maka untuk kepentingan pembangunan, masyarakat hukum adat tidak dibenarkan untuk menolak penggunaan tanah untuk pembangunan dengan dasar hak ulayatnya. Sehingga Negara memiliki hak untuk membuka tanah secara besar-besaran, misalnya untuk kepentingan transmigrasi, areal pertanian baru dan alasan lain yang merupakan kepentingan nasional.

2.3.4 Asas Semua Hak Atas Tanah Mempunyai Fungsi Sosial
Asas ini tertulis dalam Pasal 6, berarti bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang, tidak dapat dibenarkan bila digunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadinya, terutama apabila hal tersebut menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
            Penggunaan tanah itu harus disesuaikan dengan keadaan dan sifat haknya, hingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyainya maupun bagi masyarakat dan Negara[8].

2.3.5 Asas Hanya Warga Negara Indonesia yang Dapat Mempunyai Hak Milik atas Tanah
Asas ini dapat ditemui dalam Pasal 21 ayat (1) UUPA.Hak milik adalah hak tertinggi yang dapat dimiliki individu dan berlaku selamanya. Hak milik tidak dapat dipunyai oleh orang asing. Asas ini tidak mencakup warga negara Indonesia yang menikah dengan orang asing. Karena saat menikah terjadi percampuran harta, sehingga pasangan warga negara Indonesia yang memiliki hak milik akan kehilangan haknya. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dibuat perjanjian pra-nikah yang menyatakan pemisahan harta.

2.3.6 Asas Persamaan bagi setiap Warga Negara Indonesia
Sesuai dengan Pasal 9 ayat (2) bahwa tiap warga negara Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh suatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
           
2.3.7 Asas Tanah Pertanian Harus Dikerjakan atau Diusahakan secara Arif oleh Pemiliknya Sendiri dan Mencegah Cara-cara Bersifat Pemerasan
Asas ini terdapat pada Pasal 10 ayat (1) UUPA. Munculnya kegiatan land reform atau agrarian reform, yaitu perombakan mengenai pemilikan dan penguasaan tanah. Sehingga tanah yang dimiliki atau dikuasai seseorang tetapi tidak digunakan sebagaimana mestinya dapat digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat.
            Untuk mewujudkan asas ini diadakan ketentuan – ketentuan tentang batas maksimum atau minimum penguasaan / pemilikan tanah agar tidak terjadi penumpukan penguasaan / pemilikan tanah di satu tangan golongan mampu[9].

2.3.8 Asas Tata Guna Tanah/Penggunaan Tanah Secara Berencana
Hal ini tertulis dalam Pasal 14 ayat (1) UUPA. Untuk mencapai apa yang menjadi cita-cita bangsa dan Negara Indoensia dalam bidang agraria, perlu adanya suatu rencana mengenai peruntukan, penggunaan dan persediaan bumi, air, dan ruang angkasa untuk berbagai kepentingan hidup rakyat dan Negara. Rencana ini dibuat dalam bentuk Rencana Umum yang meliputi seluruh wilayah Indonesia, yang kemudian dirinci lebih lanjut menjadi rencana-rencana khusus tiap daerah.



[1] Samun Ismaya, Pengantar Hukum Agraria. (Yogyakarta: Graha ilmu. 2011), 4
[2] Muhammad Bakri, Hak Menguasai Tanah oleh Negara, (Malang: UB Prees, 2011), 16
[3] Hak ulayat adalah kewenangan, yang menurut hukum adat, dimiliki oleh masyarakat hukum adat atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan warganya, dimana kewenangan ini memperbolehkan masyarakat untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut bagi kelangsungan hidupnya. Masyarakat dan sumber daya yang dimaksud memiliki hubungan secara lahiriah dan batiniah turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan.
[4] Budi Harsono. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang – Undang Pokok Agraria, isi dan Pelaksaannya. ( Jakarta: Djambatan,  2003) 182 - 183
[5] Samun Ismaya, Pengantar Hukum Agraria. (Yogyakarta: Graha ilmu. 2011), 4
[6] Muhammad Bakri. Hak Menguasai Tanah oleh Negara. (Malang, UB Press, 2011). 158
[7] Urip Santoso. Hukum Agraria dan Hak – Hak Atas Tanah. (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), 58
[8] Urip Santoso. Hukum Agraria dan Hak – Hak Atas Tanah. (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), 60
[9] Urip Santoso. Hukum Agraria dan Hak – Hak Atas Tanah. (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), 62