Blogger Tips and Tricks

Selasa, 09 Juli 2013

Dalalah Lafadz



DALALAH LAFADZ  
Adalah Penunjukkan suatu lafadz nash agar dapat mengambil kesimpulan dari suatu dalil nash
Contoh :
             وَاَحَـلَّ اللهُ الْـبَـيْـعَ وَحَـرَّمَ الـرِّبَـا …(البـفـرة ٢:٢٧٥)
            Dan  Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (al baqarah (2):275)  
Dalalah atau penunjukkan ayat tersebut bahwa jual beli hukumnya boleh dan riba hukumnya haram
Dalalah lafadz oleh Ulama Hanafiyah dibagi menjadi empat, yaitu ibarat nash, dalalah nash, isyarat nash, iqtidha nash.
A.      Ibarat Nash
Adalah Petunjuk yang diperoleh dari apa yang tersurat / tertulis dalam nash 
Contoh :
وَاَحَـلَّ اللهُ الْـبَـيْـعَ وَحَـرَّمَ الـرِّبَـا …(البـفـرة ٢:٢٧٥)
“Dan  Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (al baqarah (2):275)                 
Ibarat nash dari ayat tersebut adalah :
            1. jual beli itu halal
            2. riba itu haram. 

B.      Dalalah Nash
Adalah Penunjukkan nash suatu lafadz terhadap hukum dari nash, yang memiliki persamaan ‘illat terhadap sebuah perbuatan yang tidak ada hukumnya dalam nash .
Contoh :
فَلأَ تَـقُـلْ لَــهُـمَا أُ فٍّ وَلَا تَـنْـهَرْهُـمَا..
“Maka janganlah kamu mengucapkan kata “ah” kepada kedua orang tuamu dan jangan pula kamu hardik mereka berdua”
Dalalah Nash dari ayat tersebut bahwa larangan berkata uf kepada kedua orang tua. Larangan ini disamakan untuk melarang sebuah perbuatan atau perkataan yang menyakiti orang tua.

C.      Isyarat Nash
Adalah penunjuk yang diperoleh dari apa yang tersirat / terkandung dalam nash 
Contoh :
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ...(البقـرة/ ۲ : ۲۳۳    
            Artinya; “Dan kewajiban Ayah (suami) memberi nafkah dan pakaian dengan layak kepada isteri …”
Ungkapan “المولودلـه” yang diartikan dengan ayah adalah sebagai pengganti kata “الاب” “ungkapan” “المولود له” arti asalnya “anak untuk ayah” .
Isyarat nash nya seorang ayah tidak hanya wajib memberi nafkah kepada seorang istri, tapi juga anak – anak nya.

D.     Iqtidha Nash
Adalah Penunjukkan lafadz kepada sesuatu yang tidak disebutkan oleh nash.
  Contoh :
            حُـرِّمَتْ عَـلَيْـكُمُ الْـمَـيْـتَــةَ وَالدَّمَ وَلَحْـمَ الْـخِـنْـزُيْـرِ…
            Diharamkan atas kamu bangkai, darah dan daging babi
Iqtidha’ dari ayat ini maksudnya “diharamkan memakan atau memanfaatkan darah dan daging babi. Sebab keharaman tanpa hubungan dengan perbuatan manusia tidak ada manfaatnya

Teori Keberlakuan Hukum



Menurut Bruggink ada 3 (tiga) macam keberlakuan hukum, yaitu:
1. Keberlakuan normatif atau formal kaidah hukum
   Yaitu jika suatu kaidah merupakan bagian dari suatu sistem kaidah hukum tertentu yang di dalamnya terdapat kaidah-kaidah hukum itu saling menunjuk. Sistem kaidah hukum terdiri atas keseluruhan hirarki kaidah hukum khusus yang bertumpu kepada kaidah hukum umum, kaidah khusus yang lebih rendah diderivasi dari kaidah hukum umum yang lebih tinggi.
2. Keberlakuan faktual atau empiris kaidah hukum
   Yaitu keberlakuan secara faktual atau efektif, jika para warga masyarakat, untuk setiap kaidah hukum itu berlaku, mematuhi kaidah hukum tersebut. Keadaan itu dapat dinilai dari penelitian empiris; dan
kaidah hukum dikatakan memiliki keberlakuan faktual, jika kaidah itu dalam kenyataan sungguh-sungguh di dipatuhi oleh para warga masyarakat dan oleh para pejabat yang berwenang sungguh-sungguh diterapkan dan ditegakkan. Dengan demikian, kaidah hukum tersebut dikatakan efektif. Sebab, berhasil mempengaruhi perilaku para warga dan pejabat masyarakat. Kenyataan tentang  adanya keberlakuan faktual ini dapat diteliti secara empirikal oleh Sosiologi Hukum, dengan menggunakan metode-metode yang lazim dalam ilmu-ilmu sosial. Dalam perspektif Sosiologi Hukum, maka hukum itu tampil sebagai ”das Sein-Sollen”, yakni kenyataan sosiologikal (perilaku sosial yang sungguh-sungguh terjadi dalam kenyataan masyarakat riil) yang mengacu keharusan normatif (kaidah).
3. Keberlakuan evaluatif kaidah hukum
  Yaitu jika kaidah hukum itu berdasarkan isinya dipandang bernilai. Dalam menentukan keadaan keberlakuan evaluatif, dapat didekati secara empiris dan cara keinsafan.

Selasa, 02 Juli 2013

Bahasa Indonesia yang terkontaminasi budaya asing



KONTAMINASI BUDAYA ASING
Karya Tulis Ilmiah

Di ajukan untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah
BAHASA INDONESIA 







Dosen Pebimbing
Siti Rumilah, M. Pd

Penyusun
Noermalia Andriani
C32212088



Jurusan Muamalah
Fakultas Syari’ah
Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya
2013




KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena telah melimpahkan rahmat serta hidayah kepada kita semua, sehingga berkat karunia-Nya saya dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Kontaminasi Budaya Asing” ini dengan baik dan tepat waktu.
Karya tulis ilmiah ini, membahas tentang kesalahan-kesalahan pada gaya bicara seseorang yang telah terkontamiinasi budaya asing. Adanya kesalahan-kesalahan pada gaya bicara ini, karena orang tersebut tidak menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mereka cenderung menggunakan bahasa asing yang bercampur dengan bahasa Indonesia. Kenyataan ini, dianggap lazim karena mengingat seringkali muncul dalam bahasa lisan yang kemudian terbawa dalam pemberitaan surat kabar. Keadaan ini dapat meruntuhkan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara.
Saya berharap karya tulis ilmiah ini, dapat menumbuhkan rasa bangga pada masyarakat Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dan secara bersamaan kita ikut melestarikan bahasa Indonesia. 
Saya tidak lupa berterimakasih atas semua pihak yang telah membantu menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Dan tidak lupa kepada dosen pebimbing yang telah membimbing saya dan teman-teman yang telah memberikan dukungannya dalam proses penyelesaian makalah ini.
Akhirnya, saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi saya khususnya dan bagi semua yang membaca makalah ini umumnya. Amin….


Surabaya 03 Januari 2013


Penyusun


ABSTRAK

Karya ilmiah yang berjudul Kontaminasi Budaya Asing ini membahas keseluruhan tentang penggunaan bahasa Indonesia yang kurang tepat, yang tidak disadari oleh masyarakat Indonesia sendiri. Bagaimana  perkembangannya bahasa Indonesia di era globalisasi yang kebanyakan telah terkontaminasi budaya asing.
Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk memberitahukan kepada orang banyak tentang bahasa Indonesia yang tidak lagi menjadi citra diri seseorang sebagai bahasa pergaulan. Saya ingin karya tulis ini menyadarkan masyarakat Indonesia tentang pentingnya menjaga kelestarian bahasa Indonesia, dan menumbuhkan rasa bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai citra diri sebagai bahasa pergaulan.   
Metode yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah dengan melakukan Studi Pustaka. Saya mencari bahan-bahan tentang penggunaan bahasa yang sudah terkontaminasi budaya asing lewat Internet, juga melalui buku-buku yang berkaitan dengan masalah itu. Tidak hanya itu, untuk memperkuat penelitian ini, kami juga melakukan pengamatan secara langsung pada bahasa Koran yang ada di Surabaya. Saya banyak mendengar kata-kata yang tidak sepantasnya dipakai oleh bangsa Indonesia karena bahasa yang digunakan bukanlah bahasa mereka tetapi bahasa yang mereka contoh dari bangsa luar melalui media massa seperti televisi, majalah, internet dan lain-lain .
            Berdasarkan hasil penelitian, saya mengetahui betapa kurang percaya diri masyarakat Indonesia memakai bahasa Indonesia sebagai bahasa pergaulan, yang terkadang tidak sesuai norma-norma yang ada di Indonesia. Namun seiring dengan menurunnya penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar pada masyarakat Indonesia, bahasa Indonesia sudah banyak di menjadi bahasa yang diajarkan dan diperkenalkan di beberapa negara di dunia. 


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang Masalah
         Budaya asing saat ini banyak sekali memepengaruhi berbagai aspek yang ada di Indonesia, seperti pakaian, makanan, ilmu pengetahuan, pola hidup bahkan bahasa. Dampak yang dibawanya pun ada yang positif ada yang negatif.
         Di era globalisasi ini yang ditandai dengan arus komunikasi yang begitu dahsyat mennutut pengambil kebijakan di bidang bahasa untuk bekerja lebih keras menyempurnakan dan meningkatkan semua sektor yang berhubungan dengan masalah pembinaan bahasa. Penggunaan bahasa Indonesia saat ini telah terkontaminasi oleh budaya asing.
         Gejala kontaminasi banyak sekali kita jumpai dalam berbagai media, seperti dalam koran, majalah dan media lainya. Susunan itu tampak seperti susunan yang betul, tetapi bila diteliti secara lebih seksama, akan ternyata bahwa bentukan atau susunan itu salah. Seperti, bentuk kata mengesampingkan dengan menyampingkan karena terjadi kekacauan maka terbentuklah mengenyampingkan. Peristiwa semacam mi sering terjadi, walaupun memang tidak mengganggu makna yang sebenarnya, namun hanya tidak sesuai dengan diksi yang diperlukan dalam konteks tersebut.
         Walaupun perkembangan bahasa indonesia yang semaikin pesat di satu sisi, di lain sisi peluang dan tantangan terhadap bahasa indonesia semakin besar pula. Arus globalisasi saat ini telah menimbulkan pengubah sosial yang sewaktu-waktu datang dan terjelma dalam perilaku sosial.
1.3.     Identifikasi Masalah
Memerhatikan yang terjadi di masyarakat seiring berkembangnya bahasa maka, saya menarik beberapa masalah dengan berdasar kepada :
A.    Kurangnya minat masyarakat Indonesia untuk melestarikan dan menggunakan bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah yang baik dan  benar.
B.     Belum adanya kebanggaan memakai bahasa Indonesia sebagai bahasa yang menunjukkan citra diri seseorang dalam pergaulan, mereka masih bangga menggunakan bahasa asing sebagai citra diri seseorang dalam pergaulan
C.     Pengunaan bahasa pada gaya bicara masyarakat Indonesia saat ini yang terkontaminasi oleh budaya asing.
1.3.  Pembatasan Masalah 
         Karena cangkupan kontaminasi budaya asing meliputi segala hal aspek kehidupan yang ada di Indonesia, maka saya membatasi penelitian hanya pada bahasa Indonesia yang terkontaminasi budaya asing yang mengancam hilangnya bahasa nasional bahasa Indonesia itu sendiri.
1.4.  Perumusan Masalah
         Atas dasar Latar Belakang dan Pembatasan Masalah, maka dapat di ditarik permasalahan : Penggunaan Bahasa Yang Telah Bercampur Dengan Budaya Asing
1.5   Kegunaan Penelitian
         Mengetahui seberapa parah penggunaan bahasa yang telah bercampur dengan budaya asing yang secara sadar atau tidak sadar kita pakai sebagai penjelas pikiran kita.
1.6   Tujuan Penulisan
         Karya tulis ilmiah ini bertujuan untuk mengajak kembali masyarakat Indonesia menggunakan dan melestarikan bahasa Indonesia agar menjadi bahasa yang kuat dan dapat menjadi bahasa dunia.


BAB II
METODE PENELITIAN

3.3.Penelitian Pustaka
Dalam rangka melakukan penelitian pustaka ini yang diangkat dari beberapa buku yang membahas tentang hampir hilangnya bahasa Indonesia akibat budaya asing yang semakin gencar meruntuhkan bahasa Indonesia. Bagaimana beberapa penulis buku tersebut menanggapi masalah itu dan menumbuhkan citra bahasa Indonesia itu kembali. 

3.4.Penelitian Lapangan
3.2.2  Tinjauan pada media massa
 Melakukan penelitian pada penggunaan bahasa pada media massa. Apakah terjadi percampuran bahasa Indonesia dan bahasa asing. Media massa mempunyai pengaruh negatif dan positif tergantung orang yang mengolah pesan. Terkadang ucapan dan perbuatan yang dilihat dan dicerna orang di media massa di tiru dalam kekseharian mereka. Jadi, jangan sampai pengolah media massa menyajikan berita atau pesan moral yang tidak patut untuk dilihat ataupun dicerna oleh masyarakat. 


BAB III
PEMBAHASAN
4.8        Pengertian Bahasa
Bahasa diperlukan manusia untuk berkomunikasi antar sesama manusia yang lain. Bahasa sebagai “kesatuan tanda bunyi” yang berlaku dalam kelompok manusia tertentu menjadi menyatukan sejumlah golongan manusia tertentu menjadi kesatuan bahasa (bahasa ciri bangsa). Bahasa bukan kemampuan berbicara saja, melainkan juga cara bagaimana menggunakan bahasa. Kemampuan berfikir seseorang sangat di pengaruhi oleh kemampuan bahasanya.
Kemampuan berfikir seseorang sangat ditentukan oleh kemampuannya berbahasa. Semakin tinggi kemampuannya menggunakan bahasa, semakin tinggi pula kemampuannya menggunakan pikiran. (Tadjuddin, 2004 : 3)
Bahasa indonesia merupakan bahasa nasional yang digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk berkomunikasi. Bahasa Indonesia telah resmi menjadi bahasa persatuan di Indonesia sejak diikrarkannya sumpah pemuda oleh pemuda-pemudi bangsa Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928. Bahasa Indonesia menjadi bahasa penghubung dari banyaknya bahasa yang ada di Indonesia. Bahasa Indonesia erat kaitannya dengan kebudayaan sehingga, Bahasa Indonesia dapat menjadi alat penampung kebudayaan baru nasional yang segi-seginya menyangkut ilmu dan teknologi serta kebudayaan internasional.
Prof. Dr. Yus Rusyana mengatakan dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Tetap FPBS IKIP Bandung pada tanggal 18 Oktober 1990, bahwa bahasa menunjukkan bangsa. Penggunaan bahasa dengan cerdas menunjukkan bahwa bangsa yang menggunakannya adalah bangsa yang cerdas. (Hardjapamekas, 2001 : 28)
Jadi, jika ingin dikatakan sebagai bangsa Indonesia yang cerdas maka kita sebagai masyarakat Indonesia harus menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Tapi pada kenyataannya, saat ini penggunaan bahasa yang baik dan benar telah bercampur dengan budaya asing yang mempunyai pengaruh besar terhadap gaya bahasa di Indonesia saat ini.
Jika bicara tentang kebudayaan, maka bahasa dapat menjadi permasalahannya. Makagiansar (1990) menekankan perlunya kesadaran tentang identitas budaya, bahkan Salim (1990) menyatakan upaya mempertahankan identitas merupakan prioritas yang harus diperjuangkan mati-matian dengan cirri utama keseimbangan antara aspek material dan spiritual. 
4.9        Pengertian Kontaminasi
Kontaminasi memiliki makna pengotoran; pencemaran karena kemasukan unsur luar. Makna lain kontaminasi adalah penggabungan beberapa bentuk baik kata, frasa, dan sebagainya yang menimbulkan bentuk baru yang tidak lazim (KBBI Pusat Bahasa, 2008:728). Kontaminasi ialah suatu gejala bahasa yang dalam bahasa Indonesia diistalahkan dengan kerancuan atau kekacauan. Yang dirancukan ialah susunan, perserangkaian, dan penggabungan.
Misalnya, munculnya kata bentukan menyuci yang berasal dari kata dasar cuci dengan mendapat prefiks men-. Seharusnya kata bentukan yang benar adalah mencuci karena dalam tata bahasa Indonesia nassal jika melekat pada kata yang berfonem awal /c/ maka nassal menjadi /n/ sedangkan fonem /c/ tidak luluh (Alwi, 2000). Namun, karena tercemar (terkontaminasi) bahasa Jawa jadilah menyuci. Dalam tata bahasa Jawa, fonem /c/ luluh ketika dilekati prefiks nassal.

4.10    Sejarah Singkat Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bagi seluruh rakyat Indonesia yang di deklarasikan pada saat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Diketahui, bahasa Melayu merupakan sebagai akar dari lingua franca Indonesia. Sutan Takdir Alisjahbana, dalam bukunya "Sedjarah Bahasa Indonesia", mengutarakan bahasa Melayu memiliki kekuatan untuk merangkul kepentingan bersama untuk dipakai di seluruh Nusantara.
Menurut Alisjahbana, persebarannya juga luas karena bahasa Melayu dihidupi oleh para pelaut pengembara dan saudagar yang merantau ke mana-mana. "Bahasa itu adalah bahasa perhubungan yang telah berabad-abad tumbuh di kalangan penduduk Asia Selatan," tulisnya. Faktor lainnya, bahasa Melayu adalah bahasa yang mudah dipelajari.
Pada era pemeritahan Belanda di Hindia, bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa resmi kedua dalam korespondensi dengan orang lokal. Hingga timbul persaingan antara bahasa Melayu dan bahasa Belanda yang semakin ketat. Gubernur Jenderal Roshussen mengusulkan bahasa melayu dijadikan sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah rakyat (SR).
Meski demikian, ada pihak-pihak yang gigih menolak bahasa Melayu di Indonesia. Van der Chijs, seorang berkebangsaan Belanda, menyarankan supaya sekolah memfasilitasi ajaran bahasa Belanda. JH Abendanon yang saat itu Direktur Departemen Pengajaran, berhasil memasukkan bahasa Belanda ke dalam mata pelajaran wajib di sekolah rakyat dan sekolah pendidikan guru pada 1900.
Akhirnya persaingan bahasa ini nampak dimenangkan oleh bahasa Melayu. Bagaimanapun, bahasa Belanda ternyata hanya dapat dikuasai oleh segelintir orang saja. Kemudian di Kongres Pemuda I tahun 1926, bahasa Melayu menjadi wacana untuk dikembangakan sebagai bahasa dan sastra Indonesia.


Pada Kongres Pemuda II 1928, diikrarkan bahasa persatuan Indonesia dalam Sumpah Pemuda. James Sneddon, penulis "The Indonesia Language: Its History and Role in Modern Society" terbitan UNSW Press, Australia, mencatat pula kalau butir-butir Sumpah Pemuda tersebut merupakan bahasa Melayu Tinggi. Sneddon menganalisis dari penggunakan kata 'kami', 'putera', 'puteri', serta prefiks atau awalan men-.
20 Oktober 1942, didirikan Komisi Bahasa Indonesia yang bertugas menyusun tata bahasa normatif, menentukan kata-kata umum dan istilah modern. Pada 1966, selepas perpindahan kekuasaan ke tangan pemerintah Orde Baru, terbentuk Lembaga Bahasa dan Budaya di bawah naungan Departemen Pendidikan Kebudayaan.
Lembaga ini berganti nama menjadi Lembaga Bahasa Nasional pada 1969, dan sekarang berkembang dengan nama yang dikenal, Pusat Bahasa. Tanggung jawab kerja Pusat Bahasa, antara lain : meningkatkan mutu bahasa, sarana, serta kepedulian masyarakat terhadap bahasa.

4.11    Kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia
Secara formal sampai saat ini bahasa Indonesia mempunyai empat kedudukan, yaitu, sebagai bahasa persatuan, bahasa nasional, bahasa Negara, dan bahasa resmi. Dalam perkembangannya lebih lanjut, bahasa Indonesia mendudukkan diri sebagai bahasa budaya dan bahasa ilmu, walaupun dalam praktiknya dapat muncul satu atau dua fungsi saja. 
Saat ini, kedudukan bahasa Indonesia ada dua, yaitu sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Seperti yang di jelaskan tentang perbadaan bahasa nasional dan bahasa  negara pada gambar dibawah ini :



“Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan  di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975 yang menengaskan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yang berfungsi sebagai : (1) lambang kebanggan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) alat pemersatu masyarakat yang berbeda – beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya, dan alat perhunbungan antarbudaya antardaerah
Bahasa sebagai bahasa nasional telah tercantum dalam teks Sumpah Pemuda, yang mengatakan bahwa berbahasa satu bahasa Indonesia. 
Dan dalam “Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan  di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975 yang menengaskan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara yang berfungsi sebagai : (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar resmi di lembaga – lembaga pendidikan, (3) bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.
Hal ini tercantum dalam UUD 1945, Bab XV, Pasal 36 tentang bahasa negara adalah bahasa indoneia.

4.12    Bahasa Indonesia di era globalisasi
Bahasa, sebagai bagian dari kebudayaan dapat menunjukkan tinggi rendanya kebudayaan bangsa. Bahasa akan menggambarkan sudah sampai seberapa jauh kemajuan yang telah dicapai suatu bangsa. Ikrar “Soempah Pemoeda” inilah yang menjadi dasar yang kokoh bagi kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia bagi bangsa Indonesia. Bahkan pada perjalanan selanjutnya, bahasa Indonesia tidak lagi sebagai bahasa persatuan, tetapi juga berkembang sebagai bahasa negara, bahasa resmi, bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi.
  Era globalisasi merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia untuk dapat mempertahankan diri di tengah-tengah pergaulan antarbangsa yang sangat rumit. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah masalah jati diri bangsa yang diperlihatkan melalui jati diri bahasa. Kesederhanaan dan ketidakrumitan inilah salah satu hal yang mempermudah bahasa asing ketika mempelajari bahasa Indonesia (Muslich, 2010:43).
Kini yang mewabah di Indonesia adalah lebih mengutamakannya pembelajaran bahasa asing daripada bahasa indonesia. Mereka menganggap remeh pembelajaran bahasa indonesia karena menurut mereka bahasa Indonesia cukup bahasa sehari-hari yang mereka ucapkan. Namun, Pemakaian bahasa Indonesia dalam ucapan mereka sehari-hari telah banyak keluar dari kaidah berbahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Penggunaan bahasa Indonesia yang dicampur dengan bahasa lain seperti Inggris atau bahasa lain bagi sebagian orang berguna untuk menunjukkan citra dirinya dalam pergaulan. Dapat dibayangkan jika 10 tahun lagi banyak orang tidak mengetahui bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Selain itu miskinnya persoalan tata istilah dan ungkapan ilmiah. Bahkan, Negara kita dituduh belum mampu menyediakan sepenuhnya pandaan istilah yang terdapat dalam banyak disiplin ilmu. Menurut Moeliono (1991 : 15) prasangka itu bertumpu pada pendirian apa yang tidak dikenal atau diketahui, tidak ada dalam Bahasa Indonesia.  

4.12.1    Jati Diri Bahasa Indonesia pada Era Globalisasi
Dalam era globalisasi, jati diri bahasa Indonesia perlu dibina dan dimasyarakatkan oleh setiap warga negara Indonesia. Hal ini diperlukan agar bangsa Indonesia tidak terbawa arus oleh penagruh budaya asing yang jelas-jelas tidak sesuai dan bahkan, tidak cocok dengan bahasa dan budaya bangsa Indonesia.
Hal ini tidak berlebihan karena tujuan utama pembinaan bahasa Indonesia ialah menumbuhkan dan membina sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Untuk menyatakan sikap positif ini dapat dilakukan dengan :
(1)   Sikap kesetiaan berbahasa Indonesia. Ini terungkap jika bangsa Indonesia lebih suka memakai bahasa Indonesia daripada bahasa asing dan bersedia menjaga agar pengaruh asing tidak terlalu berlebihan.
(2)   Sikap kebanggaan berbahasa Indonesia. Ini terungkap melalui kesadaran bahwa bahasa Indonesia pun mampu mengungkapkan konsep yang rumit secara cermat dan dapat mengungkapkan isi hati yang sehalus-halusnya.
Disamping itu, disiplin berbahasa Indonesia juga menunjukkkan rasa cinta kepada bahasa, tanah air dan Negara kesatuan. Sebaliknya apabila yang muncul adalah sikap yang negatif, maka akan berdampak pada pemakaian bahasa indonesianyang kurang terbina dengan baik. Mereka menggunakan bahasa Indonesia “asal orang mengerti”. Muncullah pemakaian bahasa Indonesia sejenis bahasa prokem, bahasa plesetan, dan bahasa jenis lainyang tidak mendukung perkembangan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
 
4.12.2    Sikap Pemakai Bahasa Indonesia yang Negatif
Fenomena negatif yang masih terjadi di tengah-tengah masyarakat  Indonesia antara lain:
a.       Banyak orang Indonesia memperlihatkan dengan bangga kemahirannya menggunakan bahasa Inggris, walaupun mereka tidak menguasai bahasa Indonesia dengan baik.
b.      Banyak orang Indonesia merasa malu apabila tidak menguasai bahasa asing (Inggris) tetapi tidak pernah merasa malu dan kurang apabila tidak menguasai bahasa Indonesia.
c.       Banyak orang Indonesia menganggap remeh bahasa Indonesia dan tidak mau mempelajarinya karena dirinya telah menguasai bahasa Indonesia dengan baik.
d.      Banyak orang Indonesia merasa dirinya lebih pandai daripada yang lain karena telah menguasai bahasa asing (Inggris) dengan fasih, walaupun penguasaan bahasa Indonesianya kurang sempurna.
Kenyataan- kenyataan tersebut merupakan sikap pemakai bahasa Indonesia yang negatif dan tidak baik. Hal ini berdampak negatif pula perkembangan bahasa Indonesia. Sebagian pemakai bahasa Indonesia menjadi pesimis, menganggap rendah, dan tidak percaya. Akibat lanjut yang timbul dari kenyataan-kenyataan tersebut antara lain:
a.       Banyak orang Indonesia lebih suka menggunakan kata-kata, istilah-istilah, dan ungkapan-ungkapan asing, padahal semua itu sudah ada pandaannya dalam bahasa Indonesia. Bahkan, sudah umum dipakai dalam bahasa Indonesia.
Contoh : page (halaman), background (latar belakang), reality (kenyataan), airport (bandara). 
b.      Banyak orang Indonesia menghargai bahasa asing secara berlebihan sehingga ditemukan kata dan istilah asing. Hal ini terjadi karena salah pengertian dalam menerapkan kata-kata asing tersebut.
c.       Banyak orang Indonesia belajar dan menguasai bahasa asingdengan baik tetapi menguasai bahasa Indonesia apa adanya. Banyak yang punya kamus asing tapi tidak ada satupun kamus bahasa Indonesia. Akibatnya, kalau mereka kesulitan menjelaskan atau menerapkan kata-kata yang sesuai dalam bahasa Indonesia.
Kenyataan dan akibat tersebut kalau tidak diperbaiki akan berakibat perkembangan bahasa Indonesia. Anggapan bahwa bahasa Indonesia yang dipenuhi oleh kata, istilah, dan ungkapan asing merupakan bahasa Indonesia yang dipenuhi kata, istilah dan ungkapan asing merupakan bahasa Indonesia yang “canggih“  adalah anggapan yang keliru.

4.12.3    Tantangan Bahasa Indonesia
Menurut pendapat Halim (lihat Kompas, 8 Maret 1995, halaman 16) setelah 67 tahun BI dikukuhkan sebagai bahasa persatuan situasi kebahasaan ditandai oleh dua tantangan. Tantangan pertama, perkembangan BI yang dinamis, tetapi tidak menimbulkan pertentangan di antara masyarakat. Pada saat yang bersamaan bangsa Indonesia sudah mencapai kedewasaan berbahasa. Sekarang tumbuh kesadaran emosional bahwa perilaku berbahasa tidak terkait dengan masalah nasionalisme. Buktinya, banyak orang yang lebih suka memakai Bahasa Asing.
Tantangan kedua, yakni persoalan tata istilah dan ungkapan ilmiah yang menimbulkan prasangka yang tetap diidap ilmuan kita yang mengatakan bahwa Bahasa Indonesia miskin, bahkan kita dituduh belum mampu menyediakan sepenuhnya pandaan istilah yang terdapat dalam banyak disiplin ilmu.
Tantangan yang datang dari pemilik dan penutur Bahasa Indonesia sebenarnya bersumber dari sikap, kesadaran berbahasa yang kemudian tercermin dalam perilaku berbahasa (Fishman, 1975: 24-28)

4.12.4    Perencanaan Bahasa sebagai Upaya Penanggulangan Tantangan
Berbicara mengenai perencanaan bahasa, Moeliono (1985:5-11) melihat pembahasannyadari tiga hal, yakni
(3)         perencanaan fungsional
(4)         Perencanaan sebagai proses
(5)         Penamaan yang bervariasi
                  Perencanaan dilihat dari segi proses meliputi tiga kegiatan, yaitu (1) Perencanaan, (2) Pelaksanaan, (3) Penilaian (lihat cf. Robin dalam Fasold, 1984:254).
Beberapa perencanaan yang dilakukan (Muclish, 2010:21-25)
4.12.4.1       Peranan Media Massa Ditingkatkan
               Dalam kaitan ini, kesadaran dan tanggung jawab para wartawan terhadap Bahasa Indonesia dan berbahasa Indonesia harus ditingkatkan. Sehingga dakwaan Anwar (1991:9) yang mengatakan, “Sebenarnya wartawan tampil sebagai perusak bahasa” dapat dihindari. 

4.12.4.2       Pengajaran Kebangsaan Dipertimbangkan Diberikan
               Memperhatikan kejadian akhir-akhir ini, yakni timbulnya premanisme, kenakalan remaja, dan penyalahgunaan rekayasa tumbuhan tertentu memperlihatkan adanya “krisis jati diri“ yang berpangkal dari pandangan bahwa manusia sebagai subtansi dan sebagai makhluk yang beridentitas lalu dikaitkan dengan pengembangan Bahasa indonesia sebagai upaya mempertahankan identitas bangsa, maka pengajaran kebangsaan sebaiknya dipertimbangkan untuk dalam lembaga pendidikan kita.

4.12.4.3       KTSP Bahasa Indonesia 
               Berdasarkan kurikulum 2008, rumusan-rumusan operasionalisasi pembelajaran Bahasa Indonesia yang terdapat di dalam KTSP, guru mengalami kesulitan untuk melaksankannya.

4.12.4.4       Mutu Guru Bahasa Indonesia
               Dari kenyataan yang ada akhir-akhir ini guru bahasa Indonesia lebih banyak mengajarkan teori daripada praktik kebahasaan.
 
4.12.4.5       Penyuluhan Bahasa Indonesia
                Menurut Meoliono (2001:5) penyuluhan bahasa di satu pihak dapat dianggap usaha pelengkap penyebaran hasil kodifikasi lewat bentuk tulisan atau lisan, di lain pihak peyuluhan bahasa juga berwujud lewat penerangan tentang soal yang belum atau tidak akan dimuat dalam kodifikasi.

4.12.4.6       Pelibatan Organisasi Kepemudaan
               Kadang-kadang kita melupakan potensi daya serap dan kritikan pemuda kita. Generasi pemudalah yang paling berkepentingan dengan berbagai kegiatan pembangunan. Itu sebabnya sangat kuat alasannya untuk melibatkan organisasi pemuda dalam upaya pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia.

4.12.4.7       Kepedulian Para Petinggi
               Gerakan bulan bahasa yang semakin sering adakan. Dan memakai bahasa indonesia dengan benar jika berbicara kepada para pejabat tinggi lainnya. Maka pembinaan dan pelestarian bahasa indonesia akan dapat kita saksikan.

4.13    Peristilahan dalam bahasa Indonesia
Istilah adalah kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan suatu makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang tertentu.(Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1975:9).
Dalam bidang peristilahan, Bahasa Indonesia masih banyak menunjukkan kelemahan, lebih-lebih lagi kalau dibandingkan dengan bahasa-bahasa mapan di negara-negara yang telah maju. Jika di telusuri lebih jauh, kelemahan peristilahan dalam Bahasa Indonesia pada dasarnya terletak pada (1) Terbatasnya jumlah dan jenis istilah, baik istilah umum maupun istilah khusus, (2) lemahnya daya wadah dan daya ungkap istilah itu, (3) belum mantapnya pembakuan, (4) belum memasyarakatnya secara luas istilah-istilah yang telah dibakukan, dan (5) beranekaragamannya sikap serta tindak pemakai Bahasa Indonesia terhadap peristilahan dalam Basaha Indonesia.
Banyak faktor yang menyebabkan atau melatarbelakanginya. Pertama, kenyataan bahwa Bahasa Indonesia bagi kebanyakan orang indonesia bukanlah bahasa pertama atau bahasa ibu, melainkan bahasa kedua, dalam arti, bahasa yang baru dipelajari. Dan konsep-konsep tata nilai yang sudah diwarnai oleh bahasa pertama/bahasa ibu dalam banyak hal tidak begitu mudah diungkapkan dengan istilah-istilah dalam Bahasa Indonesia.  
Faktor kedua, relatif masih muda usia, dan sedang mengalami kepesatan dalam pertumbuhan dan perkembangannya menuju ke kondisi bahasa yang matang dan modern. Sebagai bahas yang sedang tumbuh dan berkembang, perubahan-perubahan serta penambahan-penambahan hampir terus-menerus berlangsung, lebih-lebih lagi di bidang peristilahannya.
Faktor ketiga, kenyataan bahwa ragam Bahasa Indonesia  ilmu teknologi belum menanpilkan secara tegas. Dari ketiga faktor diatas di atas dan faktor-faktor relevan lainnya yang tidak disebutkan di atas, belum dilakukan satu faktor inti, yaitu pembinaan dan pengembangan ragam Bahasa Indonesia keilmuan yang masih dalam tahap perintisan. Wajar kalau hasil-hasil yang dicapainya banyak kelemahan dan kekurangannya.

4.14    Berbahasa Indonesia yang Baik dan Benar
Bahasa yang baik adalah bahasa yang sesuai dengan situasi. Sebagai alat komunikasi, bahasa harus dapat efektif menyampaikan maksud kepada lawan bicara. Karenanya, laras bahasa yang dipilih pun harus sesuai.
Ada lima laras bahasa yang dapat digunakan sesuai situasi. Berturut-turut sesuai derajat keformalannya, ragam tersebut dibagi sebagai berikut.
1.            Ragam beku (frozen); digunakan pada situasi hikmat dan sangat sedikit memungkinkan keleluasaan seperti pada kitab suci, putusan pengadilan, dan upacara pernikahan.
2.            Ragam resmi (formal); digunakan dalam komunikasi resmi seperti pada pidato, rapat resmi, dan jurnal ilmiah.
3.            Ragam konsultatif (consultative); digunakan dalam pembicaraan yang terpusat pada transaksi atau pertukaran informasi seperti dalam percakapan di sekolah dan di pasar.
4.            Ragam santai (casual); digunakan dalam suasana tidak resmi dan dapat digunakan oleh orang yang belum tentu saling kenal dengan akrab.
5.            Ragam akrab (intimate). digunakan di antara orang yang memiliki hubungan yang sangat akrab dan intim.
Bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa baku, baik kaidah untuk bahasa baku tertulis maupun bahasa baku lisan. Ciri-ciri ragam bahasa baku adalah sebagai berikut.
1.         Penggunaan kaidah tata bahasa normatif. Misalnya dengan penerapan pola kalimat yang baku: acara itu sedang kami ikuti dan bukan acara itu kami sedang ikuti.
2.         Penggunaan kata-kata baku. Misalnya cantik sekali dan bukan cantik banget; uang dan bukan duit; serta tidak mudah dan bukan nggak gampang.
3.         Penggunaan ejaan resmi dalam ragam tulis. Ejaan yang kini berlaku dalam bahasa Indonesia adalah ejaan yang disempurnakan (EYD). Bahasa baku harus mengikuti aturan ini.
4.         Penggunaan lafal baku dalam ragam lisan. Meskipun hingga saat ini belum ada lafal baku yang sudah ditetapkan, secara umum dapat dikatakan bahwa lafal baku adalah lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau bahasa daerah. Misalnya: /atap/ dan bukan /atep/; /habis/ dan bukan /abis/; serta /kalaw/ dan bukan /kalo/.
5.         Penggunaan kalimat secara efektif. Di luar pendapat umum yang mengatakan bahwa bahasa Indonesia itu bertele-tele, bahasa baku sebenarnya mengharuskan komunikasi efektif: pesan pembicara atau penulis harus diterima oleh pendengar atau pembaca persis sesuai maksud aslinya
BAB IV
HASIL PENELITIAN

Dari penelitian yang dilakukan kesalahan dalam gaya bicara masyarakat Indonesia masih terkontaminasi oleh budaya asing yang sering kali muncul di berbagai media massa seperti, televise, internet, Koran, majalah dan lainnya.
Namun kesalahan istilah tersebut sudah menjadi  terdengar lazim dipergunakan mengingat seringkali muncul dalam bahasa lisan yang kemudian terbawa dalam pemberitaan surat kabar. Jadi bisa disimpulkan bahwa media massa juga membawa perubahan sosial terhadap gaya bicara bagi pembacanya. Sehingga Amran mengatakan bahwa wartawan adalah perusak. Itu karna wartawan yang menyebarluaskan berita tentang gaya bicara atau kebudayaan asing diperkenalkan olehnya. Di bawah ini beberapa kesalahan penulisan dalam Koran:

·         Penggunaan Istilah Asing Tanpa memperhatikan Kaidah Penggunaan
Untuk menarik investor, Kata Hidayat, Indonesia sangat membutuhkan dukungan energy dan listrik. Jangan sampai bayar pet, yang merintangi industry, katanya. (sumber : Republika, 15 Maret 2010)
Istilah bayar pet sendiri sebenarnya berasal dari Bahasa Jawa yang digunakan untuk menggambarkan kondisi redup atau kondisi menyala dan matinya cahaya (lampu) yang saling bergantian terjadi secara frekuentif.

Stadion Liberty adalah tempat yang sulit dikunjungi. Tapi kami datang ke sana dengan mindset kuat. Kami harus datang ke pertandingan ini.......
(Sumber :  Surya, 25 November 2012 )
Istilah mindset sudah kelewat lazim pada gaya bicara karena terbawa pada pemberitaan. Padahal, dalam bahasa indonesia ada pandaannya yaitu pola pikir, pikiran atau perasaan.


Tidak ada politik transaksional, tak ada deal-deal apapun, apalagi terkait mundurnya Sri Mulyani (Menteri Keuangan), katanya.
(sumber : Kompas, 11 Mei 2010).
Istilah deal-deal sendiri merupakan parody (plesetan), yang menunjuk kepada arti kesepakatan-kesepakatan

Kita disini sebagai penyelenggara mampu meng organize setiap even rave party sehingga crowd nya dapat dirasakan oleh setiap customer yang datang di tempat kami. HM, Event Organizer (Sumber : Republika, 15 Maret 2010)
Banyak sekali kesalahan yang terjadi karena kebiasaan pengucapan kata-kata yang tidak sesuai dengan kaidah berbahasa yang baik dikarenakan bahasa lisan yang terbawa dalam pemberitaan media. Tapi, kata-kata diatas malah penyulitkan pembaca untuk memahami bahasa tersebut.
Seharusnya meng-organize diganti dengan menangani, even rave party diganti dengansambutan hangat disetiap acara, dan crowd diganti dengan ramai.

Yang paling menyolok adalah dari Wushu.
(Sumber : Radar Jember, 1 Juli 2010)
Termasuk dalam Kontaminasi bentukan kata. Menyolok merupakan bentukan dari afiks meN- dan /colok/. Fonem /s/ luluh ketika mendapat awalan nassal sedangkan /c/ tidak sehingga yang benar adalah mencolok. Kemungkinan penulis kolom ini tidak tahu bahwa fonem /c/ tidak luluh atau bahkan tidak tahu bahwa menyolok berasal dari kata colok bukan solok sehingga terjadi kerancuan antara melesapkan fonem awalnya menjadi /-ny/ atau mempertahankan fonem awal dan nassal berubah menjadi /-n-/.

justru malah menjadi beban dan cibiran publik.
(Sumber : Radar Jember, 2 Juli 2010)
Termasuk jenis Pleonasme ditandai adanya dua kata yang searti dalam sebuah kalimat, yaitu justru dan malah. Akan lebih baik jika digunakan salah satu saja menjadi
justru menjadi beban dan cibiran publik atau malah menjadi beban dan cibiran publik.

. …mereka minta agar Djalal-Kusen tidak menjadi bupatinya tim sukses saja… (Sumber : Radar Jember, 13 Juli 2010)
-nya sebagai kata ganti milik orang ketiga tidak tepat digunakan pada susunan bupatinya tim sukses. Hal ini merupakan pengaruh dari bahasa Jawa bupatine tim sukses, bukune aku, dalam tata bahasa Jawa kata ganti milik /e/ yang disertai yang digantikan adalah benar. Tapi tidak begitu dengan bahasa Indonesia. Seharunya -nya dibuang menjadi:
…meminta Djalal-Kusen tidak menjadi bupati tim sukses saja…
Betapa tidak, dengan kunjungan tersebut akan menambah semangat dan kepercayaan diri lebih besar dalam menghadapi MWBC 2010… (Sumber : Radar Jember, 26 Juli 2010)
Kontaminasi di atas terbentuk ketika penulis akan menulisakan kalimat tersebut terlintas dalam ingatannya dua pengertian atau dua bentukan yang sejajar yang muncul sekaligus sehingga sebagian diambil dari bentukan pertama dan sebagian lain dari bentukan yang kedua.
·         Bentukan pertama yang mungkin muncul dalam pikiran penulis adalah:
      Dengan dikunjungi (bupati) semangat dan kepercayaan diri menjadi lebih besar dalam menghadapi MWBC 2010…
·         Bentukan kedua adalah:
      Kunjungan tersebut akan menambah semangat dan kepercayaan diri dalam menghadapi MWBC 2010…
Seharusnya dipilih salah satu saja dari kedua bentukan kalimat tersebut agar kalimat mudah dipahami oleh pembaca.

·      Kesalahan Penggunaan Diksi
Pengganyangan korupsi (Sumber : Republika, 15 Maret 2010).
Kata pengganyangan terkesan kurang etis, meskipun kata ganyang masuk dalam kosa kata Bahasa Indonesia baku, namun lebih berasosiasi pada hal yang sifatnya kasar atau tidak sopan. Seharusnya lebih baik ditulis dengan kata pemberantasan.

Gondol Emas 3 Kg dari Depan Mapolsek (Sumber : Surya, 30 Desember 2012)
            Kata Gondol berasal dari bahasa jawa yang berarti mencuri atau bias di tulis dengan kata curi.


BAB V
PENUTUP

5.1  Kesimpulan
       Bahasa diperlukan manusia untuk berkomunikasi antar sesama manusia yang lain. Bahasa sebagai “kesatuan tanda bunyi” yang berlaku dalam kelompok manusia tertentu menjadi menyatukan sejumlah golongan manusia tertentu menjadi kesatuan bahasa (bahasa ciri bangsa).
Era globalisasi merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia untuk dapat mempertahankan diri di tengah-tengah pergaulan antarbangsa yang sangat rumit. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah masalah jati diri bangsa yang diperlihatkan melalui jati diri bahasa. Kesederhanaan dan ketidakrumitan inilah salah satu hal yang mempermudah bahasa asing ketika mempelajari bahasa Indonesia (Muslich, 2010:43).
Penggunaan bahasa Indonesia yang dicampur dengan bahasa lain seperti Inggris atau bahasa lain bagi sebagian orang berguna untuk menunjukkan citra dirinya dalam pergaulan. Dapat dibayangkan jika 10 tahun lagi banyak orang tidak mengetahui bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Gejala kontaminasi memang tidak banyak dalam mengubah makna informasi yang ingin disampaikan oleh penulis. Karena kesalahan yang tidak fatal terhadap makna inilah maka permasalahan ini tidak banyak mendapat perbaikan.
Koran sebagai elemen yang ikut mempertahankan eksistensi bahasa selayaknya selalu berusaha menggunakan bahasa Indonesia yang benar. Selain koran juga merupakan objek pengukuran atau tolok ukur tentang penggunaan bahasa. Koran juga merupakan media yang dibaca oleh banyak orang. Pada kenyataanya, koran sebesar Radar Jember, koran terbesar se-Tapal Kuda (eks-karesidenan Besuki) masih terdapat bahasa-bahasa yang kurang tepat apalagi koran lain yang asal-asalan.
Selain itu miskinnya persoalan tata istilah dan ungkapan ilmiah. Bahkan, Negara kita dituduh belum mampu menyediakan sepenuhnya pandaan istilah yang terdapat dalam banyak disiplin ilmu. Menurut Moeliono (1991 : 15) prasangka itu bertumpu pada pendirian apa yang tidak dikenal atau diketahui, tidak ada dalam Bahasa Indonesia.
  

5.2    Saran
Sebagai bangsa Indonesia kita seharusnya bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa keseharian atau bahasa pergaulan. Karena bahasa Indonesia adalah buktu nyata perjuangan para pemuda untuk membuat suatu bahasa yang dapat menyatukan pikiran atau komunikasi meskipun berbeda-beda daerah, suku, dan bahasa yang digunakan tapi itu semua disatukan dengan resminya bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa Negara.
Sebagai warga negara Indonesia yang baik, sepantasnyalah bahasa Indonesia itu dicintai dan dijaga. Bahasa Indonesia harus dibina dan dikembangkan dengan baik karena bahasa Indonesia itu karena merupakan salah satu identitas atau jati diri bangsa Indonesia. Janganlah menganggap remeh dan bersikap negatif serta berusaha agar selalu cermat dan teratur mengunakan bahasa Indonesia.
       Tak ada Negara yang bisa melakukan seperti yang Negara kita lakukan. Sumpah Pemuda hanya ada di Indonesia, tidak ada di Negara lain karena akan menuai konflik yang besar. Kepandaian berbahasa kita akan membuktikan bahwa bahasa kita cerdas. Aspirasi dan pendapat rakyat pun dapat tersampaikan dengan mudah karena penggunaan bahasa yang bisa dipahami oleh orang banyak. Jangan bangga menggunakan bahasa asing karena itu bukanlah bahasa kita. Bahasa kita adalah bahasa Indonesia, maka berbanggalah memakai bahasa Indonesia dengan baik dan benar dan memperkenalkan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang lemah lembut, yang memiliki sopan santun dalam bahasanya


DAFTAR PUSTAKA

Badudu, J.S. 1992. Cakrawala Bahasa Indonesia II. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Fasold, Ralp. 1984. The Socialinguistic of Society . Oxford : Basil Blackwell
Fishman,  Joshua A. ed. 1972. Socialinguistics . Paris : Rowbury House Publ.
Hardjapamekas, R.S. 2001. Bunga Rampai Kebahasaan. Bandung : Mandar Maju
Makagiansar. 1990. Dimensi Dan Tantangan Pendidikan Dalam Era Globalisasi “Dalam Mimbar Pendidikan”. Bandung : University Press IKIP Bandungnton
Moeliono, Anton. 1976. “Ciri-ciri Bahasa Indonesia yang Baku” Dalam Amran Halim, ed. Politik Bahasa Nasoional II, Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Moeliono. Anton. 1991. .Aspek Pembakuan dalam Perencanaan Bahasa. Makalah Munas V dan Semloknas I HPBI . Padang : Panitia Penyelenggara
Muclish, Masnur. 2010. Bahasa Indonesia pada Era Globalisasi Kedudukan, Fungsi, Pembinaan dan Pengembangan. Jakarta : Bumi Aksara.  
Panitia Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1975. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta : Pusat Pengembangan Bahasa.
Panitia Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1975. Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Pateda, Mnsoer. 1990. Aspek-Aspek Psikolinguistik. Ende : Nusa Indah
Pateda, Mansoer. 1991. “Pengaruh Arus Globalisasi terhadap Pembinaan Bahasa Indonesia”. Makalah Munas V dan Semloknas I HPBI Padang : Panitia Penyelenggara.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Tanpa Tahun. Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional Jakarta , 25-28 Februari 1975.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1972. Pedoman Pembentukan Istilah. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1975. Seminar Politik Bahasa Nasional . Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Salim, Emil. 1990. Pembekalan Kemampuan Intelektual untuk Menjinakkan Gelombang Globalisasi “Dalam Mimbar Pendidikan”. Bandung : University Press IKIP Bandung
Sudaryanto. 1990. Meguak Hakiki Bahasa. Yogyakarta : Duta Wacana University Press. 
Tadjuddin, Mohammad. 2004. Batas Bahasaku, Batas Duniaku. Bandung : PT. Alumi
Widodo, Wahyu. 1994. Mitos Bahasa. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Widodo, Wahyu. 2001. Otonomi Bahasa. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Widodo, Wahyu. 2003. Manajemen Bahasa. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Widodo, Wahyu. 2006. Berani Menulis Artikel. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Wojowasito, S. 1977. Pengajaran Bahasa Kedua (Bahasa Asing, bukan Bahasa Ibu). Bandung : Shinta Dharma
Zainuddin. 1985. Pengetahuan Kebahasaan. Surabaya : Usaha Nasional

http://aistin.blogspot.com/2011/08/bahasa-indonesia-sebagai-pembentuk.html