2.1 Manusia
2.1.1 Pengertian Manusia
Manusia adalah salah satu makhluk yang diciptakan Tuhan
dengan memiliki karateristik yang khas. manusia memiliki potensi
kehidupan yang terdiri dari kebutuhan jasmani dan naluriah. Kebutuhan Jasmani
merupakan kebutuhan yang paling mendasar, merupakan hasil dari kerja
struktur organ tubuh manusia.
Naluri pada manusia terdiri dari:
a. Naluri beragama
b. Naluri mempertahankan diri
c. Naluri melangsungkan keturunan
Kebutuhan Naluri jika
tidak terpenuhi tidak sampai mengakibatkan kematian akan tetapi hanya
menimbulkan perasaan gelisah saja pada diri manusia. Naluri beragama,
penampakannya mendorong manusia untuk mensucikan sesuatu yang mereka anggap
sebai wujud dari Sang pencipta, maka dari itu dalam diri manusia ada
kecenderungan untuk beribadah kepada Tuhan, perasaan kurang, lemah,
dan membutuhkan kepada yang lainnya
.
Sedangkan akal bagi kehidupan manusia tidak termasuk dalam
potensi kehidupan sebab, manusia masih dapat hidup meskipun akalnya hilang.
Namun, akal merupakan kelebihan yang diberikan kepada manusia, agar mampu
membedakan mana perbuatan yang baik dan buruk, mana yang seharusnya dilakukan
mana yang tidak boleh dilakukan.
Manusia disebut juga individu sebagai satuan terkecil dan
terbatas. Individu merupakan seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan
- peranan yang khas di dalam lingkungan sosialnya melainkan juga mempunyai kepribadian
serta pola tingkah laku spesifik tentang dirinya.
2.2 Etika
2.2.1 Pengertian Etika
Etika berasal dari kata
ethos
dari Yunani, namun seiring perkembangan etika atau
ethics berkembang menjadi sebuah bidang kajian filsafat atau ilmu
pengetahuan tentang
moral atau moralitas
.
Sehingga etika adalah suatu penyelidikan atau pengkajian secara sistematis
tentang baik buruknya perilaku.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksudkan
dengan etika adalah :
a. Ilmu
tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral.
b. Kumpulan
asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlaq
c. Niat
mengenal benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat
Istilah etika
menghubungkan penggunaan akal budi perseorangan dengan tujuan untuk menentukan
kebenaran atau kesalahan dan tingkah laku seseorang terhadap orang lain. Dalam
bahasa Indonesia perkataan etika lazim juga disebut susila atau kesusilaan yang
berasal dari bahasa Sanskerta yaitu dari kata su yang artinya indah dan kata
indah yang artinya kelakuan. Jadi kesusilaan mengandung arti kelakuaan yang
baik yang berwujud kaidah, norma (peraturan hidup kemasyaratan).
Sedangkan dalam bahasa
agama Islam, istilah etika ini merupakan bagian dari akhlak. Dikatakan
merupakan bagian dari akhlak, karena akhlak bukanlah sekedar menyangkut
perilaku manusia yang bersifat perbuatan yang lahiriah saja, akan tetapi
mencakup hal- hal yang lebih luas, yaitu meliputi bidang akidah, ibadah, dan
syariah.
2.2.2 Fungsi Etika
Fungsi utama dari etika
yang disebutkan oleh Magnis Suseno yaitu, untuk membantu mencari orientasi
secara kritis dalam berhadapan dengan moralitas yang membingungkan. Pengertian
demikian perlu dicari dengan alasan:
a.
kita hidup dalam
masyarakat yang semakin pluralistik, juga di bidang moral, sehingga kita
binggung harus mengikuti moralitas yang mana.
b.
Modernisasi
membawa perubahan besar dalam struktur kebutuhan dan nilai masyarakat yang
akibatnya menentang pandangan – pandangan tradisional.
c.
Adanya perbagai
ideologi yang menawarkan diri sebagai penuntun hidup, yang masing – masing
ajarannya sendiri tentang bagaimana manusia harus hidup,
d.
Etika juga
diperlukan oleh kaum agama yang di satu
pihak menemukan dasar kemantapan mereka dalam iman kepercayaan, di lain pihak
sekaligus mau berpartisipasi tanpa takut – takut dengan tidak menutup diri
dalam semua dimensi kehidupan masyarakat yang sedang berubah.
Etika tidak dapat
menggantikan agama, akan tetapi agama sendiri memerlukan keterampilan etika
agar dapat memberikan orientasi dan bukan sekedar indoktrinasi. Alasan yang
melatar belakanginya adalah
:
(1) etika
dapat membantu dalam menggali rasionalisme dari moralitas agama,
(2) etika
membantu dalam menginterprestasikan ajaran agama yang saling bertentangan
(3) etika
dapat membantu menerapkan ajaran moral agama terhadap masalah – masalah baru
dalam kehidupan manusia.
(4) Etika
dapat membantu mengadakan dialog antar agama karena etika mendasarkan diri pada
argumentasi rasional belaka.
2.3 Moral
2.3.1 Pengertian Moral
Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, kata :moral” memiliki arti (1) ajaran tentang baik dan buruk yang diterima umum mengenai perbuatan,
sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, susila; (2) kondisi mental yang membuat
orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdiisiplin, isi hati ata keadaan perasaan.
Pada prinsipnya moral
merupakan alat penuntun, pedoman sekaligus alat kontrol yang paling ampuh dalam
mengarahkan kehidupan manusia. Seorang manusia yang tidak memfungsikan dengan
sempurna moral yang telah ada dalam diri manusia tepatnya berada dalam hati,
maka manusia tersebut akan menjadi manusia yang akan selalu melakukan
perbuatan- perbuatan atau tindakan- tindakan yang sesat. Dengan demikian
manusia tersebut tellah merendahkan martabatnya sendiri.
2.3.2
Faktor Penentu Moralitas
Dalam
tataran terminologi agama dan filsafat, orang yang memiliki moral yang baik,
sering diistilahkan dengan kata masih memiliki “moralitas” yang baik.
Moralittas dibagi menjadi dua bagian yakni;
1.
Moralitas dapat
bersifat intrinsik, berasal dari diri manusia itu sendiri sehingga perbuatan
manusia itu baik atau buruk terlepas atau tidak dipengaruhi oeleh peraturan
hukum yangg ada. Moralitas instrinsik ini esensinya tedapat dalam perbuatan
diri manusia itu sendiri.
2.
Moralitas yangg
bersifat ekstrinssik penilaiannya didasarkan pada peraturan hhukum yang
berlaku, baik yang bersifat perintah ataupun larangan. Moralitas yang bersifat
ekstrinsik ini merupakan realitas bahwa manusia itu berkaitan dengan nilai-
nilai dan norma- norma yang diberlakukan dalam kehidupan bersama.
Ada tiga faktor yang menjadi penentu
moralitas perbuatan manusia, yaitu;
1.
Motivasi
Motivasi
adalah hal yang diinginkan oleh pelaku perbuatan dengan maksud untuk mencapai
sasaran yang hendak dituju. Jadi motivasi itu dikehendaki secara sadar sehingga
menentukan kadar moralitas perbuatan.
2.
Tuujuan akhir
Tujuan
akhir adalah diwujudkannya perbuatan yang dikehendaki secara bebas. Moralitas
perbuatannya ada dalam kehendak perbuatan itu menjadi objek perhatian kehendak,
artinya memang dikehendaki oleh pelakunyya.
3.
Lingkungan
perbuatan
Unsur lingkungan
perbuatan adalah segala sesuatu yang secara eksidental mengelilingi atau
mewwarnaai perbuatan tersebut.
Moralitas merupakan fakta sosial yang khas, dan dalam semua
bentuknya tidam dapat hidup kecuali dalam masyarakat, dalam arti pasti hidup
dalam konteks sosial. Moral memiliki tiga unsur yaitu
,
a. disiplin, , tindakan susila adalah penyesuaian dengan aturan -
aturan yang ada. Bersikap dan bertindak susila adalah sama dengan mengikuti dan
tunduk patuh pada aturan - aturan. Disiplin berubah sesuai dengan sifat
alamiah manusia, yang berubah menurut waktu dalam arti lebih aktif. Maka,
moral harus cukup fleksibel untuk mengantisipasi perkembangan yang terjadi di
masyakat.
b. keterikatan pada kelompok, karena tindakan moral hanyalah
tindakan yang ditujukan kepada kepentingan dan kedaiman kehidupan bersama.
c. otonomi kehendak manusia. mencangkup pengertian moral
sangat penting artinya sebagai
2.4 Agama
2.4.1 Pengertian Agama
Agama merupakan realitas yang berada di sekeliling manusia.
Masing - masing manusia memiliki kepercayaan tersendiri akan agama yang diangapnya
sebagai sebuah kebenaran. Agama yang telah menjadi dasar manusia ini tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan sosial manusia tersebut
.
Agama juga diyakini tidak hanya berbicara soal ritual semata
melainkan juga berbicara tentanv nilai - nilai yang dikonkretkan dalam
kehidupan sosial. Masing - masing penganut agama menyakini bahwa ajaran dan
nilai - nilai yang dianutnya harus ditegakkan dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
Akhlak Islami
cakupannya sangatlah luas, yaitu menyangkut etos, etis, moral, dan estetika.
a.
Etos; yang mengaatur
hubungan seseorang dengan Khaliknya, al-ma’bud
bi haq serta kelengkapan uluuhiyah dan rubbubiyah, seperti terhadap rasul-
rasul Allah, Kitab-Nya, dan sebagainya.
b.
Etis; yang
mengatur sikap seseorang terhadap dirinya dan terhadap sesmanya dalam kehidupan
sehari- harinya.
c.
Moral; yang
mengatur hubungan dengan sesamanya, tetapi berlainan jenis dan/ atau yang
menyangkut kehormatan tiap pribadi.
d.
Estetika; rasa
keindahan yang mendorong seseorang untuk meningkatkan keadaan dirinya serta
lingkungannya agar lebih indah dan menuju kesempurnaan.
2.5 Hukum
2.5.1 Pengertian Hukum
Hukum dalam arti Penguasa (undang - undang, keputusan, hakim
dan lainnya)
Hukum diartikan sebagai seperangkat peraturan tertulis yang dibuat oleh
pemerintahan, melalui badan - badan yang berwenang membentuk berbagai
peraturan tertulis seperti: undang - undang dasar, undang - undang, keputusan
presiden, peraturan pemerintah, keputusan menteri - menteri dan peraturan
daerah. (25-26)
Hukum dalam arti para petugas adalah orang atau masyarakat
melihat hukum dalam wujud para petugas yang berusaha menegakkan atau
mengamankan hukum. para petugas yang berseragam, dan bisa bertindak terhadap
orang - orang yang melakukan tindakan - tindakan yang warga masyarakat.
Hukum dalam arti sikap tindak yaitu hukum sebagai perilaku
yang ajeg atau sikap tindak yang teratur. Hukum dalam arti sistem kaidah
berikut ini beberapa uraian hukum sebagai sistem kaidah:
a) Suatu tata kaidah hukum yang merupakan sistem
kaidah - kaidah hukum secara hirarki
b)
Susuna. kaidah - kaidah hukum yang sangat disederhanakan dari tingkat bawah ke
atas meliputi:
1. Kaidah - kaidah individual dari badan - badan pelaksana hukum terutama
pengadilan.
2. Kaidah - kaidah umum di dalam undang - undang hukum atau hukum kebiasaan
3. Kaidah - kaidah konstitusi
c)
Sahnya kaidah - kaidah hukum dari golongan tingkat yang lebih rendah tergantung
atau ditentukan oleh kaidah - kaidah yang termasuk golongan tingkat yang lebih
tinggi.
intinya terletak pada suatu sistem yang jelas tahapan - tahapan dalam
derajat kaidah dari yang bawah sampai yang tertinggi. dalam masyarakat dikenal
juga kaidah - kaidah tentang: kaidah kesopanan, kaidah kesusilaan, dan
kaidah agama dan kepercayaan.
2.6 Korelasi antara Manusia, Etika,
Moral, Agama dan Hukum
Manusia sebagai makhluk
sosial membutuhkan manusia lainnya. Sebagai dasar penataan hubungan dengan
manusia lain itu diperlukan aturan yang merupakan cerminan dari sistem nilai.
Aturan dalam bentuk konkret yang bersumber pada sistem nilai disebut dengan norma
hukum. Sistem nilai menjadi dasar kesadaran masyarakat untuk mematuhi norma
hukum yang diciptakan.
Sebagai manusia yang hidup dalam lingkungan Negara, mempunyai
kewajiban mematuhi, melaksanakan apa yang telah diatur dalam hukum Negara
sebagai tata aturan dalam bernegara. Agama juga menyarakan melaksanakan
kewajiban yang telah diatur Negara dalam hidup di masyarakat dan bernegara.
Menurut paradigma simbiotik yang dirumuskan oleh para ahli,
mengatakan bahwa dalam hal ini, agama memerlukan negara untuk berkembang,
sebalikya negara juga memerlukan agama, karena dengan agama, negara berkembang
dalam bimbingan etika dan moral - spiritual. Karena sifatnya simbiotik,
maka hukum agama masih mempunyai peluang untuk mewarnai hukum - hukum negara,
dalam masalah tertentu tidak menutup kemungkinan hukum agama dijadikan sebagai
hukum negara.
Tim Reviewer MKD Sunan Ampel. IAD-ISD-IBD. (Surabaya:
Sunan Ampel Press, 2014), 8