2.2 Asas Ijbari
Asas Ijbari dalam hukum kewarisan islam
mengandung arti bahwa peralihan harta tersebut terjadi dengan sendirinya menurut
ketentuan Allah tanpa tergantung kepada kehendak dari pewaris ataupun
permintaan dari ahli warisnya, sehingga tidak ada kekuasaan manusia yang dapat
mengubahnya. Hal ini tercantum dalam surah An Nisa’ ayat 11, 12 dan ayat 176[1].
2.2.1 Asas Ijbari menurut Hukum Islam
Asas Ijbari menurut hukum islam adalah peralihan
harta warisan secara otomatis atau berlaku dengan sendirinya kepada ahli warisnya
menurut ketetapan Allah tanpa digantungkan kehendak ahli waris atau pewaris.[2]
Ahli waris langsung menerima kenyataan pindahnya harta si meninggal dunia
kepadanya sesuai dengan jumlah yang telah di tentukan.
Asas ijbari dapat
dilihat dari berbagai segi, yakni:Pertama, segi peralihan harta.
Mengandung arti bahwa hartaorang yang mati itu beralih dengan sendirinya, bukan
dialihkan siapa-siapa kecuali oleh Allah SWT. Oleh karena itu, kewarisan dalam
Islam diartikan dengan “peralihan harta”, bukan “pengalihan harta”, karena pada
peralihan berarti beralih dengan sendirinya, sedangkan pada pengalihan tampak ada
usaha dari seseorang. Ketentuan asas ijbari ini dapat dilihat antara lain dalam ketentuan
QS. An-Nisaa’: 7:
“Bagi orang laki-laki
ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang
wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya,
baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.”(QS. An-Nisaa’: 7)
Ayat diatas menjelaskan
bahwa bagi seseorang laki-laki maupun perempuan ada nasib dari harta
peninggalan orang tua dan karib kerabatnya. Kata nasib dalam ayat
tersebut dapat berarti saham, bagian, atau jatuh dari harta peninggalan si
pewaris.
Kedua, segi jumlah harta yang beralih. Bentuk ijbari dari segi jumlah
berarti bahwa bagian atau hak ahli waris dalam harta warisan sudah jelas
ditentukan oleh Allah, sehingga pewaris maupun ahli waris tidak mempunyai hak
untuk menambah atau mengurangi apa yang telah ditentukan itu. Setiap pihak
terikat kepada apa yang telah ditentukan itu[3].
Ketiga, segi kepada siapa harta itu beralih. Bentuk ijbari dari penerima
peralihan harta itu berarti bahwa mereka yang berhak atas harta peninggalan itu
sudah ditentukan secara pasti, sehingga tidak ada suatu kekuasaan manusia pun
dapat mengubahnya dengan cara memasukkan orang lain atau
mengeluarkan orang yang berhak.
2.2.2 Asas Ijbari menurut KHI
Asas Ijbari dalam Kompilasi Hukum Islam dijelaskan pada pasal 171 bagian c,
ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah
atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama islam, dan tidak terhalang
hukum untuk menjadi ahli waris
Hal ini menjelaskan bahwa apabila si pewaris meninggal dan meninggalkan
harta waris, maka yang berhak menerima harta warisan tersebut adalah para ahli
waris tanpa harus meminta ijin kepada orang lain.Dengan
perkataan lain, dengan adanya kematian si pewaris secara otomatis hartanya
beralih kepada ahli warisnya, tanpa terkecuali apakah ahli warisnya suka
menerima atau tidak (Demikian juga halnya bagi si pewaris).
2.3
Perbedaan Asas Ijbari dan Asas Individual
Dari Pembahasan di atas dapat antara asas ijbari
dan asas individual hampir memiliki pengertian yang sama, namun ada beberapa
perbedaan antara asas ijbari dan asas individual diantaranya:
Asas individual adalah asas yang menjelaskan
bahwa seorang ahli waris mempunyai hak yang sama atas bagian harta pusaka atau
harta warisan yanjg telah ditentukan tanpa ada ikatan dengan ahli waris yang
lain. Jadi, setiap ahli waris mendapat bagiannya masing – masing. Sedangkan
Asas Ijbari menjelaskan jika ada seorang yang meninggal dan meninggalkan harta
pusaka atau harta warisan, maka harta tersebut akan secara otomatis beralih
kepada ahli warisnya tanpa meminta ijin kepada orang lain, karena telah ada
pada ketentuan Allah.
Ada pula
persamaan dari kedua asas di atas yaitu:
Kedua asas tersebut sama – sama telah ditentukan langsung oleh Allah, yang ada
pada firman Allah pada Surah An Nisa’. Pada Asas individual telah terdapat
bagian – bagian yang merupakan hak seorang ahli waris untuk memiliki harta warisan
tersebut selama tidak terhalang hukum. Hal ini tertulis pada firman Allah surah
An Nisa’ ayat 7.
Sedangkan pada asas ijbari, pada firman Allah
menjelaskan peralihan harta pusaka atau harta waris seseorang yang telah
meninggal secara langsung atau otomatis beralih kepada ahli warisnya yang
mempunyai hubungan darah dengan orang yang meninggalkan harta pusaka atau harta
warisan tersebut. Hal ini tercantum dalam surah An – Nisa ayat 11, 12 dan ayat
176.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar