2.1 Ekonomi Islam
Kegiatan ekonomi sudah tiap hari kita rasakan. Tapi sistem
ekonomi yang berkembang saat ini masih belum bisa mengentaskan persoalan bangsa
dari kemiskinan yang banyak terjadi di banyak Negara Indonesia dan Negara berkembang
lainnya. Sistem ekonomi saat ini sering terjadi penyuapan, pengemasan yang
tidak baik, penekanan pelanggan, kenaikan harga yang tidak wajar. Segala hal
yang berkaitan dengan beberapa permasalahan di atas, yang berkaitan dengan
etika dan hukum, termasuk membangun ketidak percayaan di kalangan para
konsumen.
Kegagalan sistem ekonomi yang dianut oleh Negara berkembang
di dunia. Maka ekonomi islam mulai berkembang sebagai harapan untuk
meningkatkan kesejahteraan bagi manusia. Ekonomi Islam adalah suatu sistem
ekonomi yang tujuan utamanya adalah mewujudkan keadilan dan kesejahteraan
secara merata. Islam mewajibkan setiap muslim bekerja yang didasarkan iman,
etika kerja dan akhlak Islam[1].
Ekonomi Islam menghindarkan diri dari setiap perilaku asusila.
Produk ekonomi Islam melarang membuat produk – produk yang lebih banyak
mudharatnya dan melarang menunda – nunda kewajiban membayar gaji atau hutang[2].
2.1.1 Pengertian Etika
Etika sebagai ajaran baik buruk, atau ajaran moral khususnya
dalam perilaku dan tindakan – tindakan ekonomi bersumber dari ajaran agama.
Islam menekankan empat sifat sekaligus, yaitu[3]:
1. kesatuan
2. keseimbangan
3. kebebasan
4. tanggung
jawab
Etika memiliki dua pengertian. Pertama, etika sebagaimana
moralitas, berisikan nilai dan norma – norma konkret yamng menjadi pedoman dan
pegangan hidup manusia. Kedua, etika sebagai refleksi kritis dan rasional.
Penggabungan etika dan ekonomi dapat berarti memaksakan norma
– norma agama bagi dunia ekonomi, kode etik profesi bisnis, merevisi sistem dan
hukum ekonomi, meningkatkan ketrampilan memenuhi tuntutan – tuntutan etika
pihak – pihak luar untuk mencari aman dan sebagainya.
2.1.2 Perintah Allah tentang beretika
ketika melakukan ekonomi
A.
Ayat tentang berekonomi dengan modal
kepercayaan
QS. Al Baqarah (2) : 283
وَإِنْ
كُنْتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ فَإِنْ
أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ
اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ
آَثِمٌ قَلْبُهُ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ (283)
Artinya : Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah
tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka
hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang[4] (oleh yang berpiutang). Akan
tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan
persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah
orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
QS. Al Mu’minun (23) : 8 dan 11
وَالَّذِينَ
هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ (8) وَالَّذِينَ
هُمْ عَلَى صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ (9) أُولَئِكَ هُمُ
الْوَارِثُونَ (10) الَّذِينَ يَرِثُونَ الْفِرْدَوْسَ هُمْ
فِيهَا خَالِدُونَ (11)
Artinya : Orang-orang yang memelihara amanat – amanat yang dipikulnya dan janji –
janji dan orang-orang yang memelihara sembahyangnya. Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi, (yaitu orang –
orang yang mewarisi surga Firdaus dan kekal di dalamnya).
B. Ayat tentang keadilan dan jujur
QS. An Nahl (16)
: 92
وَلَا
تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثًا
تَتَّخِذُونَ أَيْمَانَكُمْ دَخَلًا بَيْنَكُمْ أَنْ تَكُونَ أُمَّةٌ هِيَ أَرْبَى
مِنْ أُمَّةٍ إِنَّمَا يَبْلُوكُمُ اللَّهُ بِهِ وَلَيُبَيِّنَنَّ لَكُمْ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ مَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ (92)
Artinya : Dan
janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah
dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah
(perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu
golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain[5]. Sesungguhnya Allah hanya
menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan
dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.
QS. An Nahl (16)
: 94
وَلَا
تَتَّخِذُوا أَيْمَانَكُمْ دَخَلًا بَيْنَكُمْ فَتَزِلَّ قَدَمٌ بَعْدَ ثُبُوتِهَا
وَتَذُوقُوا السُّوءَ بِمَا صَدَدْتُمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَلَكُمْ عَذَابٌ
عَظِيمٌ (94)
Artinya : Dan
janganlah kamu jadikan sumpah-sumpahmu sebagai alat penipu di antaramu, yang
menyebabkan tergelincir kaki (mu) sesudah kokoh tegaknya, dan kamu rasakan
kemelaratan (di dunia) karena kamu menghalangi (manusia) dari jalan Allah; dan
bagimu azab yang besar.
2.2 Etika bisnis yang diajarkan Rasulullah
SAW
Etika yang diajarkan Rasulullah sesuai
dengan prinsip manajemen modern yakni kepuasaan pelanggan, pelayanan yang
unggul, kemampuan, efisien, transparan dan persaingan yang sehat dan
kompetitif. Dengan dijuluki Al amin, Beliau adalah orang yang sangat dipercaya
karena bersih dari segala kejahatan. Beliau menggunakan sistem bagi hasil bagi
orang yang menitipkan barang atau modal kepada beliau.
Kepercayan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW di dalam
berbisnis, sesuai dengan prinsip kemaslahatan. Maka dari itu, adanya ekonomi
syariah yang diberlakukan dengan tujuan maqasid syariah adalah untuk memberikan
kemaslahatan kepada manusia di dalam dunia dan akhirat. Rasulullah sering
mengingatkan para pedagang agar bertakwa kepada Allah, berbuat baik, dan jujur.
Berapapun keuntungan dari berdagang atau berbisnis tidaklah
ada artinya dibandingkan hidayah dari Allah[6].
Bahkan Allah meperingatkan bahayanya memiliki rezeki yang banyak dapat
menyebabkan seseorang melampui batas (lupa diri). Seorang pebisnis tidak boleh
mengurangi timbangan, tidak boleh mempromosikan dengan bohong, tidak boleh
mencampurbarang yang baik dan barang yang jelek.
2.2.1 Etika berekonomi
menurut Hadist
1. JUJUR
Hadits di atas
menjelaskan bahwasannya dalam berjual beli ada tawar- menawar selama belum
berpisah. Dan menerangkan tentang etika kedua orang yang bertransaksi agar
sama-sama jujur tidak merugikan salah satu pihak. Serta menjelaskan bahwa dalam
berbisnis yang dicari bukan hanya profit saja melainkan menyertakan keberkahan
juga, karena dengan berkahnya bisnis yang kita jalankan maka hidup kita akan
ikut berkah dan diridho Allah sehingga kita mencapai hidup yang sejahtera.
حَدَّثَنَا
سُلَيْمَانُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ صَالِحٍ أَبِي
الْخَلِيلِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الْحَارِثِ رَفَعَهُ إِلَى حَكِيمِ بْنِ
حِزَامٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا أَوْ قَالَ
حَتَّى يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِي بَيْعِهِمَا
وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
(Hadist Bukhari – 1937) Telah menceritakan kepada
kami Sulaiman bin Harb telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Qatadah dari
Shalih Abu AL Khalil dari 'Abdullah bin Al Harits yang dinisbatkannya kepada
Hakim bin Hizam radliallahu 'anhu berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Dua orang yang melakukan jual beli boleh melakukan
khiyar (pilihan untuk melangsungkan atau membatalkan jual beli) selama keduanya
belum berpisah", Atau sabda Beliau: "hingga keduanya berpisah. Jika
keduanya jujur dan menampakkan dagangannya maka keduanya diberkahi dalam
jual belinya dan bila menyembunyikan dan berdusta maka akan dimusnahkan
keberkahan jual belinya".
2. AMANAH
حَدَّثَنَا
إِبْرَاهِيمُ بْنُ حَمْزَةَ حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ صَالِحٍ
عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ عَبْدَ
اللَّهِ بْنَ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَخْبَرَهُ قَالَ أَخْبَرَنِي
أَبُو سُفْيَانَ أَنَّ هِرَقْلَ قَالَ لَهُ سَأَلْتُكَ مَاذَا يَأْمُرُكُمْ
فَزَعَمْتَ أَنَّهُ أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالصِّدْقِ وَالْعَفَافِ
وَالْوَفَاءِ بِالْعَهْدِ وَأَدَاءِ الْأَمَانَةِ قَالَ وَهَذِهِ صِفَةُ نَبِيٍّ
(Hadist Bukhari – 2484) Telah menceritakan kepada
kami Ibrahim bin Hamzah telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa'ad dari
Shalih dari Ibnu Syihab dari 'Ubaidulloih bin 'Abdullah bahwa 'Abdullah bin
'Abbas radliallahu 'anhuma mengabarkannya berkata, telah mengabarkan kepada
kami Abu Sufyan bahwa Raja Heraklius berkata kepadanya: "Aku telah
bertanya kepadamu apa yang dia perintahkan kepada kalian, lalu kamu menjawab
bahwa dia memerintahkan kalian untuk shalat, bershadaqah (zakat), menjauhkan
diri dari berbuat buruk, menunaikan janji dan melaksankan amanah". Lalu
dia berkata; "Ini adalah diantara sifat-sifat seorang Nabi".
3. MURAH
HATI
“Sesungguhnya
sebaik-baik penghasilan ialah penghasilan para pedagang yang mana apabila
berbicara tidak bohong, apabila diberi amanah tidak khianat, apabila berjanji
tidak mengingkarinya, apabila membeli tidak mencela, apabila menjual tidak
berlebihan (dalam menaikkan harga), apabila berhutang tidak menunda-nunda pelunasan
dan apabila menagih hutang tidak memperberat orang yang sedang kesulitan.”
(Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi di dalam Syu’abul Iman, Bab Hifzhu Al-Lisan
IV/221).
Dari hadits
diatas termasuk etika bisnis adalah bermurah hati pada konsumen, dengan sikap
murah hati kita dapat menarik konsumen lebih banyak, mereka merasa dihargai,
merasa dihormati, merasa nyaman , terciptanya sebuah kepuasan bisnis dan
komunikasi yang baik.
2.3 Etika dalam ekonomi islam menurut
pemikir Muslim
Ajaran tentang kepercayaan yang merupakan turunan dari hadist
tentang cara seseorang memandang, berbicara, berprilaku, dan bekerja. berkaitan
dengan aksi seseorang dan disandarkan kepada ajaran ekonomi islam bersumber
dari teks al qur' an, hadist, sejarah kehidupan Rasulullah SAW.
Berbagai macam bahasan dalam ekonomi islam bermuara pada satu
titik, yaitu untuk menjaga kepercayaan masing masing pelaku ekonomi. Ali bin
abi thalib dalam bukunya Nahjul Balaghah, bahwa sebuah bisnis akan sukses
apabila sumber daya manusia yang terlibat dalam bisnis tersebut kompeten. dalam
ekonomi islam selalu mengedepankan beberapa aturan yang bermuara pada keadilan[7].
Berikut pandangan para ekonom Muslim tentang beberapa hal
sebagai embrio ajaran tentang etika dalam ekonomi islam:
1. Perdagangan
internasional, regional dan bahasan tentang uang.
Pendapat ibn khaldun tentang perdagangan internasional
mencangkup pembahasan uang dan harga, produksi, distribusi, formasi kapita dan
perkembangan, properti, populasi, pertanian, dan lain sebagainya. Hasil
pemikiran ibn khaldun dan al ghazaly bertujuan untuk menyebarkan keadilan bagi
para pelaku bisnis. Segala pemikirannya bermuara pada ajaran islam yang
menimbulkan kemaslahatan bagi manusia. Dalam dunia bisnis, uang merupakan
tujuan utama seorang berbisnis. Tapi ada satu hal yang membedakan bisnis
syariah dan konvensional yaitu, keberkahan dalam uang tersebut.
2. Keseimbangan
dan Keadilan
Keseimbangan dan
keadilan, berarti bahwa perilaku bisnis harus seimbang dan adil. Keseimbangan
berarti tidak berlebihan (ekstrim) dalam mengejar keuntungan ekonomi.
Kepemilikan individu yang tak terbatas, sebagaimana dalam sistem kapitalis,
tidak dibenarkan. Dalam Islam, Harta mempunyai fungsi sosial yang kental,
sehingga perlu diberdayakan dan dimanfaatkan untuk kepentingan bersama. Jika
prinsip keadilan dan keseimbangan berjalan seiring, maka bisa dipastikan
pengembangan ekonomi Islam akan semakin mengalami peningkatan dan kemajuan yang
signifikan.
[1] Yan Orgianus. Moralitas Islam
dalam Ekonomi dan Bisnis. (Bandung : Penerbit Marja, 2012), 136
[2]
Yan Orgianus. Moralitas Islam dalam Ekonomi dan Bisnis. (Bandung :
Penerbit Marja, 2012), 198
[3] Veithzal Rivai dan Andi Buchari. 2013. Islamics
Economics, (Jakarta : PT. Bumi Aksara), 234
[4] Barang
tanggungan (borg) itu diadakan bila satu sama lain tidak percaya mempercayai.
[5] Kaum
muslimin yang jumlahnya masih sedikit itu telah mengadakan perjanjian yang kuat
dengan Nabi di waktu mereka melihat orang-orang Quraisy berjumlah banyak dan
berpengalaman cukup, lalu timbullah keinginan mereka untuk membatalkan
perjanjian dengan Nabi Muhammad s.a.w. itu. Maka perbuatan yang demikian itu
dilarang oleh Allah s.w.t.
[6] Yan Orgianus. Moralitas Islam
dalam Ekonomi dan Bisnis. (Bandung : Penerbit Marja, 2012), 138
[7] Ika Yunia Fauzia. Etika bisnis
dalam islam. (Jakarta: Prenada Media Group, 2012), 35
Tidak ada komentar:
Posting Komentar