Pengertian Perdangangan Internasional
Menurut Sumantoro
perdagangan internasional adalah the exchange of goods and services between
nations, as used, it generally refers to the total goods and services exchanges
among all nations. Intinya mengandung perngertian pertukaran seluruh barang dan
jasa antara semua negara/bangsa. Istilah perdagangan internasional adalah
kegiatan pertukaran barang / jasa / dan modal, modal antar penduduk suatu
negara dengan penduduk negara lain.
Adapun pengertian umum
dari perdagangan internasional adalah kegiatan – kegiatan perniagaan dari suatu
negara asal yang melintasi perbatasan menuju suatu negara tujuan yang dilakukan
oleh perusahaan untuk melakukan perpindahan barang, jasa dan modal tenaga
kerja, teknologi (pabrik) dan merek dagang[1].
Prinsip Dasar Hukum Perdagangan Internasional
Adapun prinsip hukum perdagangan
internasional yang diatur daalm GATT/WTO, meliputi:
1) Prinsip
Non-Diksriminasi (Non-Discrimination Principle)
Prinsip
ini meliputi :
a. Prinsip
most favoured Nation
Semua negara anggota terikat untuk memberikan negara
– negara yang lainnya perlakuan yang sama dalam pelaksanaan dan kebijakan impor
dan ekspor serta menyangkut biaya – biaya lainnya. Perlakuan yang sama tersebut
harus dijalankan dengan segera dan tanpa syarat terhadap produk yang berasal
atau yang ditujukan
b. Prinsip
National Treatment
2) Prinsip
Resiprositas
Prinsip yang
mensyaratkan adanya perlakuan timbal balik diantara sesama negara anggota WTO
dalam kebijaksanaan perdagangan internasional. Artinya, apabila suatu negara
dalam kebijaksanaan perdagangan internasionalnya menurunkan tarif masuk atas
produk impor dari suatu negara, maka negara yang mengekspor produk tersebut
wajib juga menurunkan tarif masuk untuk produk dari negara pertama tadi[2].
Prinsip ini diterapkan
terutama dalam hal terjadinya pertukaran barang antara dua negara secara timbal
balik, dan menghendaki adanya kebijaksanaan atau konsesi yang seimbang dan
saling menguntungkan antara negara yang satu dengan yang lainnya dalam
perdagangan internasional.
3) Prinsip
penghapusan hambatan kuantitatif (prohibition of quantitative rectriction)
Hambatan kuantitatif
dalam GATT/WTO adalah hambatan perdagangan yang bukan merupakan tarif atau bea
masuk. Termasuk dalam katagori hambatan ini adalah kuota dan pembatasan ekspor
secara sukarela. Menyadari bahwa pembatasan kuota cenderung tidak adil dan dalam prakteknya justru
dikriminasi. Oleh karena itu, hukum perdagangan internasional melalui WTO,
menetapkan menghendaki transparansi dan menghilangkan jenis hambatan
kuantitatif[3]. Jadi, jika ingin melakukan proteksi
perdagangan internasional, tidak boleh menggunakan kouta sebagai penghambat,
melainkan hanya tarif yang hanya boleh diterapkan.
4) Prinsip
perdagangan yang adil (fairness principles)
Dalam perdagangan
internasional, prinsip fairness ini diarahkan untuk menghilangkan praktik –
praktik persaingan curang, dalam kegiatan ekonomi yang disebut dengan praktik
dumping[4]
dan subsidi[5] dalam
perdagangan internasional.
Maka, apabila hal
diatas terjadi negara pengimpor yang dirugikan mempunyai hak untuk menjatuhkan
sanksi balasan. Sanksi balasan itu adalah berupa pengenaan bea masuk tambahan yang
disebut dengan bea masuk dumping yang dijatuhkan terhadap produk – produk yang
di ekspor secara dumping dan countervailing duties atau bea masuk untuk barang
– barang yang terbukti telah diekspor dengan fasilitas subsidi.
5) Prinsip
tarif mengikat (binding tarif principles)
Setiap negara anggota WTO harus memenuhi
berapapun besarnya tarif yang telah disepakatinya atau disebut dengan tarif
mengikat. Pembatasan perdagangan bebas dengan prinsip tarif yang masih
ditoleransi, misalnya melakukan tindakan proteksi terhadap industri domestik
melalui kenaikan tarif (bea masuk). Penerapan tarif impor mempunyai beberapa
fungsi sebagai berikut[6]:
- tarif
sebagai pajak, adalah tarif terhadap barang impor (pajak barang impor) yang merupakan
pengutan oleh negara untuk dijadikan kas negara.
- tarif
untuk melindungi industri domestik dari praktik dumping yang dilakukan oleh
negara pengekspor.
- tarif untuk
memberikan balasan terhadap negara pengekspor yang melakukan proteksi produk
melalui praktik subsidi terhadap produk ekspor.
2.3
Eksistensi dan Tujuan Hukum Perdagangan Internasional
Dibuktikan dengan adanya beberapa teori ekonomi pada awal perkembangannya yaitu abad XV dan XVI antara lain :
1.
Teori Merkantilisme :
Teori ini berkembang
sebelum adanya teori klasik, teori modern, teori keunggulan kompetitif. Teori merkantilisme
berkembang terutama di negara – negara Eropa abad enam belas dan tujuh bela.
Para penganjurnya adalah Sir Josih Child, Thomas Mun, Jean Bodin. Teori ini menyatakan bahwa perdagangan internasional sebagai instrumen
kebijakan nasional. Merkantilisme pada prinsipnya
merupakan suatu paham yang menganggap bahwa penimbunan uang, atau logam mulia yang
akan ditempa menjadi uang emas ataupun perak haruslah dijadikan tujuan utama kebijakan
nasional.
Kebijakan perdagangan
menurut M.L. Jhingan, dalam bukunya The Economy of Development and Planing
mengatakan, sebagai suatu kebijakan dapat menolang percepatan laju ekonomi
adalah dengan cara[7] :
- memungkinkan negara terbelakang memperoleh
bagian lebih besar dari manfaat perdagangan
-
meningkatkan laju pembentukan modal
-
meningkatkan industrialisasi
- menjaga
keseimbangan neraca pembayaran
2.
Teori Klasik
(Keunggulan Mutlak)
Teori klasik ini
berkembang pada abad ke – 18, pelopor teori ini diantaranya Adam Smith.
Pandangan ini berpendapat bahwa logam mulia tidak mungkin ditumpuk dengan
surplus ekspor karena logam mulia akan mengalir dengan sendirinya melalui
perdagangan internasional. Dalam teori ini, menginginkan tidak adanya campur
tangan pemerintah dalam perdagangan bebas, karena perdagangan bebas akan
membuat orang berkerja keras untuk kepentingan negaranya sendiridan sekaligus
mendorong terciptanya spesilisasi[8].
Keunggulan ini berdasarkan spesialisasi produksi dan mengekspor barang. Jika
negara yang mengimpor barang berarti tidak memiliki keunggulan mutlak.
Contoh[9]
: Negara Z dapat menghasilkan produk A 1000 unit dalam sehari, sedangkan Negara
K hanya 800 unit dalam sehari, maka dapat dikatakan Negara Z mempunyai
keunggulan mutlak dalam menghasilkan barang A. Dilihat dari jam kerja, Negara K
dapat menyelesaikan 20 unit dalam 1 jam, sedangkan Negara Z hanya 15 unit dalam
1 jam, maka Negara K mempunyai keunggulan mutlak dalam produksi produk B.
3. Teori Modern (Teori
Keunggulan Komparatif)
Pada awal abad ke - 19,
ricardo mencoba menyakinkan kawan – kawan senegaranya tentang manfaat dan
keuntungan dari perdagangan internasional. para penganjur perdagangan
internasional pada abad itu, yang bebas dihadapkan kepada suatu persoalan
besar. Perdagangan terhambat oleh berbagai pajak dan larangan untuk mengekspor
dan mengimpor[10].
Demikian pula halnya dengan argumentasi kaum merkantilis yang berkembang sebagai
dalih dari adanya retriksi tersebut. Ricardo bukan orang pertama yang menentang
keortodokankaum merkantilis. Ricardo mengungkapkan hukum keunggulan komparatif,
yaitu bahwa setiap negara memiliki keunggulan komparatif dalam sesuatu dan
memperoleh manfaat dengan memperdagangankannya untuk ditukar dengan barang yang
lain[11].
Teori keunggulan
komparatif menyatakan bahwa
Perdagangan Internasional sebagai salah satu bagian dari keunggulan komparatif.
Berbeda
dengan teori keunggulan absolut yang mengutamakan keunggulan absolut dalam
produksi tertentu yang dimiliki oleh suatu negara dibandingkan dengan negara
lain, teori ini berpendapat bahwa perdagangan internasional dapat terjadi
walaupun satu negara tidak mempunyai keunggulan absolut, asalkan harga komparatif
di kedua negara berbeda. Ricardo berpendapat sebaiknya semua negara lebih baik berspesialisasi
dalam komoditi-komoditi di mana ia mempunyai keunggulan komparatif dan
mengimpor saja komoditi-komoditi lainnya.
Teori ini menekankan
bahwa perdagangan internasional dapat saling menguntungkan jika salah satu
negara tidak usah memiliki keunggulan absolut atas suatu komoditi seperti yang
diungkapkan oleh Adam Smith, namun cukup memiliki keunggulan komparatif di mana
harga untuk suatu komoditi di negara yang satu dengan yang lainnya relatif
berbeda.
Tujuan hukum perdagangan
internasional sebenarnya tidak berbeda dengan tujuan GATT (General Agreement on
Tariffs and Trade, 1947) yang termuat dalam Preambule-nya. Tujuan tersebut
adalah:
·
untuk mencapai perdagangan internasional yang stabil
dan menghindari kebijakan-kebijakan dan praktek-praktek perdagangan nasional
yang merugikan negara lainnya.
·
untuk meningkatkan volume perdaganan dunia dengan
menciptakan perdagangan yang menarik dan menguntungkan bagi pembangunan ekonomi
semua negara;
·
meningkatkan standar hidup umat manusia; dan
·
meningkatkan lapangan tenaga kerja.
Tujuan lainnya yang juga relevan
adalah:
·
untuk mengembangkan sistem perdagangan multilateral,
bukan sepihak suatu negara tertentu, yang akan mengimplementasikan kebijakan
perdagangan terbuka dan adil yang bermanfaat bagi semua negara; dan
·
meningkatkan pemanfaatan sumber-sumber kekayaan dunia
dan meningkatkan produk dan transaksi jual beli barang.
4.
Teori Keunggulan Kompetitif
Menurut M. Porter, dalam persaingan
global saat ini suatu bangsa atau negara yang memiliki competitive advantage of nation dapat bersaing di pasar
internasional bila memiliki empat faktor penentu yaitu[12]:
Factor
conditions adalah sumber daya (resources) yang dimiliki oleh suatu negara atas lima katagori :
- Human resources (SDM)
- Physical resources (SDA)
- Knowledge resources (IPTEK) atau (SDT)
- Capital resources (Permodalan) atau (SDC)
- Infrastructure resources (Prasarana) atau (SDI)
Adapun yang dimaksud dengan demand condition tersebut terdiri atas :
- Composition Of Home Demand (Komposisi Kebutuhan Negara)
- Size And Pattern Of Growth Of Home Demand (Ukuran Dan Pola Pertumbuhan Kebutuhan Negara)
- Rapid Home Market Growth (Pertumbuhan Cepat Pasar Dalam Negeri)
- Trend Of Internasional Demand (Kecenderungan Pada Kebutuhan Internasional)
Untuk menjaga
dan memelihara kelangsungan keunggulan daya saing, maka perlu selalu dijaga
kontak dan koordinasi dengan pemasok (supplier), terutama dalam menjaga value
chain. Strategi perusahaan, struktur organisasi modal perusahaan dan
kondisi persaingan di dalam negeri merupakan faktor – faktor yang akan
menentukan dan mempengaruhi competitive advantage perusahaan[13]. Rivalry
yang berat di dalam negeri biasanya justru akan lebih mendorong perusahaan
untuk melakukan pengembangan produk dan teknologi, peningkatan produktivitas,
efisien dan efektivitas serta peningkatan kualitas produk dan pelayanan.
[1] Hadi Prayitno dan Budi Santoso.
Ekonomi Pembagunan cet.I. (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996), 257
[2] Muhammad Sood. Hukum perdagangan internasional.
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012),
45
[3] Muhammad Sood. Hukum perdagangan internasional.
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012),
46
[4] Dumping adalah kegiatan yang
dilakukan oleh produsen atau pengekspor yang melakukan penjualan barang di luar
negeri dengan harga yang lebih rendah dari harga normal produk yang sejenis di
negara pengimpor sehingga menimbulkan kerugian pada negara pengimpor.
[5] Subsidi adalah bantuan yang
diberikan oleh pemerintah terhadap pengekspor / produsen dalam negeri, baik
berupa bantuan modal, keringanan pajak dan fasilitas lainnya.
[6] Ibid, 48
[7] Yanuar
Ikbar . Ekonomi Politik Internasional Implementasi Konsep dan Teori 2. (Bandung: Refika Aditama,
2009), 133
[8] Apridar. Ekonomi Internasional.
Sejarah, Teori, Konsep dan Permaslahan dalam Aplikasinya. (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2009), 88
[9] Ibid, 89
[10] Peter H. Lindert dan Charles P.
Kindleberger. Ekonomi internsional alih bahasa Burhanuddin Adbullah. (Jakarta:
Erlangga, 1995), 17
[11] Ibid, 23
[12] Apridar. Ekonomi Internasional.
Sejarah, Teori, Konsep dan Permaslahan dalam Aplikasinya. (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2009), 104
[13] Apridar, Apridar. Ekonomi
Internasional. Sejarah, Teori, Konsep dan Permaslahan dalam Aplikasinya.
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), 105
Tidak ada komentar:
Posting Komentar