1.1 Latar Belakang
Hukum Agraria / pertanahan, ialah keseluruhan dari ketentuan hukum, yang
mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain, termasuk Badan
Hukum dengan Bumi, Air, dan Ruang Angkasa dalam seluruh wilayah dan mengatur
pula wewenang yang bersumber pada hubungan tersebut.Hukum agraria secara umum
diatur dalam UU No. 24 tahun 1960 tentang UU Pokok-pokok Agraria.
Hukum agraria terdiri atas:
a.
Hukum pertanahan Ialah bidang hukum yang mengatur hak-hak pengaturan atas
tanah;
b.
Hukum pengairan Ialah yaitu bidang hukum yang mengatur hak-hak atas air;
c.
Hukum Pertambangan Ialah bidang hukum yang mengatur hak penguasaan atas bahan
galian. Hukum pertambangan secara khusus diatur dalam UU no. 11 tahun 1967
tentang Pokok-pokok Pertambangan;
d.
Hukum kehutanan Ialah bidang hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas hutan
dan hasil hutan;
e.
Hukum Perikanan Ialah bidang hukum yang mengatur hak-hak penguasaan atas ikan
dan lain-lain dan perairan darat lain.
Wewenang yang bersumber pada hak menguasai dari Negara tersebut
digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam arti kebangsaan,
kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang
merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
Hubungan negara dengan individu yang
berkaitan dengan tanah tercermin dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3)
Undang-undang Dasar 1945 yakni: bumi, air, serta kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat. Pasal ini kemudian menjadi visi, misi, dan spirit Undang-undang Dasar
No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria dengan Land Reform
sebagai agenda utama.
Pasal 33 ayat (3) Undang-undang
Dasar 1945 mengandung amanat konstitusional yang sangat mendasar yaitu bahwa
pemanfaatan dan penggunaan tanah dan seluruh kekayaan alam harus dapat
mendatangkan kemakmuran dan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi seluruh
rakyat Indonesia. Hal ini berarti pula bahwa setiap hak atas tanah dan
sumber-sumber agraria lainnya dituntut kepastian mengenai subjek, objek, serta
pelaksanaan kewenangan haknya.
1.2 Rumusan Masalah
-
Apa pengertian bangsa, bumi, air dan ruang
angkasa menurut pengertian agraria secara luas?
-
Sebutkan hak – hak bangsa, bumi air dan
ruang angkasa ?
-
Apa saja asas hukum agraria?
1.3 Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui hubungan bangsa dengan bumi, air dan ruang angkasa, dan
untuk mengetahui asas – asas dari hukum agraria
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bangsa, Bumi, Air dan Ruang Angkasa
Pengertian bangsa dalam arti sosiologis antropologis yaitu
suatu perkumpulan orang yang saling bersifat sosial dan berinteraksi untuk
mencapai suatu tujuan bersama dalam satu wilayah. Dari sebuah bangsa inilah timbul sebuah hukum
untuk melindungi hak – hak masyarakat dalam suatu bangsa, agar terciptanya
kesejahteraan antar masyrakat berbangsa.
Dari hukum
ini berkembang menjadi beberapa macam – macam hukum yang mengatur hak – hak
berbangsa, salah satunya adalah hukum agraria. Hukum ini mengatrur tentang hak
yang dimiliki bangsa atas wilayahnya dan hak masyarakat atas penguasaan wilayah
atau pemanfaatan wilayah dalam suatu bangsa.
Pengertian agraria dalam UU No. 5
tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok-pokok agraria yang lebih dikenal
dengan nama UUPA dan dipakai dan digunakan pengertiannya sangat luas[1]. Pembagian Agraria:
1.
Pengertian agraria dalam arti luas
- Bumi: Menurut UUPA bumi adalah permukaan dari tanah dan masuk dalam tubuh-tubuh bumi dan tanah yang ada dibawa air.
- Air: Sedangkan ari yakni perairan pedalaman yaitu danau, sungai, tanjung dll.
- Angkasa: Angkasa atau ruang angkasa yakni ruang yang ada diatas bumi dan air.
- Kekayaan alam: Yaitu segala macam batu-batuan, gas alam, tambang timah dsb.
2.
Pengertian arti sempit adalah tanah menurut UUPA.
Pengertian
UUPA menurut UUD 1945
Dalam UUD
1945 dapat dipahami yakni secara hakiki dalam UUD 1945 pada pasal 33 ayat 3
yang menggariskan ”bumi, air, dan kekayaan alam yang ada didalamnya dikuasai
oleh negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.
Kelompok-kelompok
hukum agraria:
·
Hukum
tanah yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah dalam artian bumi.
·
Hak air
yaitu aturan hukum yang mengatur hak-hak atas air.
·
Hukum pertambangan atau
hukum yang mengatur atau hukum yang mengatur hak atas kekayaan alam yang
terkandung dalam air.
·
Hukum
perikan yaitu hukum yang mengatur hak atas kekuasaan alam dalam air.
·
Hukum penguasaan atas
tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa yaitu aturan hukum yang mengatur
hak-hak penguasaan atas tenaga dan usur-unsur dalam ruang angkasa.
·
Hukum kehutanan adalah
aturan yang mengatur hak-hak penguasaan atas hutan.
Seperti diketahui bersama
bahwa obyek dari hukum agraria adalah meliputi seluruh wilayah indonesia yakni
kesatuan tanah-air, seluruh rakyat yang bersatu sebagai bangsa indonesia,
seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa ialah bumi, air dan ruang angkasa
yang merupakan kekayaan nasional. Dengan begitu hubungan antara bangsa
indonesia dan bumi, air serta ruang angkasa adalah hubungan yang bersifat
abadi.
Dalam pengertian bumi, selain permukaan
bumi, termasuk pula tubuh bumi di bawahnya serta yang berada di bawah air.
Dalam pengertian air sendiri termasuk perairan pedalaman dan laut wilayah
indonesia, sementara yang dimaksud dengan ruang angkasa ialah ruang di atas
bumi dan air.
2.2 Hubungan Bangsa dengan Bumi, Air dan Ruang Angkasa
Dalam UUPA disamping dikenal adanya hak menguasai
tanah oleh Negara, juga dikenal adanya hak bangsa atas senua tanah yang ada di
wilayah Indonesia. Hak bangsa ini diatur dalam Pasal 1 ayat 1,2 dan 3 yang
berbunyi sebagai berikut:
(1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat
Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia.
(2) Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dalm wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan
Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan
kekayaan nasional.
(3) Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air dan ruang angkasa
termaksud dalam ayat 2 pasal ini adalah hubungan yang bersifat abadi.
Menurut penjelasan tersebut, hak bangsa Indonesia atas
bumi, air dan ruang angkasa dan kekayaan alam yag terkandung di dalamnya (SDA) adalah
kepunyaan bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. Menurut pasal 1
ayat 3, hubungan bangsa dengan SDA tersebut bersifat abadi, artinya hak itu
berlangsung selama – lamanya tanpa ada batas waktu. Selama bangsa Indonesia
masih ada, selam itu pula hak bangsa itu tetap melekat dan dipunyai oleh bangsa
Indonesia.
Selanjutnya Pasal 1 ayat 1, 2 dan 3 tersebut
dijelaskan dalam penjelasan umum nomor II / 1 yang berbunyi sebagai berikut[2]:
Pertama – tama dasar kenasionalan itu
diletakkan dalam Pasal 1 ayat 1, yang menyatakan bahwa : “ Seluruh wilayah
Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu
sebagai bangsa Indonesia” dan pasal 1 ayat 2 yang berbunyi bahwa : “Seluruh
bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dalam wilayah Republik Indonesiasebagai karunia Tuhan yang Maha Esa, adalah
bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional.”
Ini berarti bahwa bumi, air dan ruang angkasa dalam wilayah Republik Indonesia
yang kemerdekaannya diperjuangkan oleh bangsa sebagai keseluruhan, menjadi hak
pula dari bangsa Indonesia, jadi tidak semata – mata menjadi hak dari
pemiliknya saja. Maka, hubungan bangsa Indonesia dengan bumi, air dan ruang
angkasa merupakan semacam hubungan hak ulayat yang diangkat pada tingkatan yang
paling atas yang mengenai seluruh wilayah Negara. Adapun hubungan antara bangsa
dan bumi, air dan ruang angkasa Indonesia itu adlah hubungan yang bersifat
abadi (Pasal 1 ayat 3).
Dapat disimpulkan dari penjelasan umum diatas bahwa
hak bangsa Indonesia atas bumi, air dan ruang angkasa bukanlah hak milik tetapi
semacam hubungan hak ulayat[3]
yang diangkat pada tingkatan yang paling atas yaitu: tingkatan mengenai seluruh
wilayah Indonesia.
Dalam hukum adat, hak ulayat adalah hak penguasaan
tanah yang tertinggi yang mengandung 2 unsur / aspek yaitu: hukum keperdataan
dan hukum publik. Hukum keperdataan artinya mengandung hak kepunyaan bersama
atas tanah bersama atas tanah bersama para anggota atau warga masyarakat. Hukum
publik artinya mengandung tugas kewajiban mengelola, mengatur dan memimpin
penguasaan, pemeliharaan, peruntukan dan penggunaan tanah bersama.[4]
Dapat
disimpulkan bahwa
oleh karena bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh Negara, sebagai
organisasi kekuasaan seluruh rakyat, maka Negara mendapatkan legitimasi atas pemegang
wewenang. Hak menguasai dari Negara ini memberi wewenang untuk: mengatur dan
menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air
dan ruang angkasa tersebut; menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum
antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa; menentukan dan mengatur
hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang
mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Dengan adanya hukum
publik, maka pemerintah ikut serta mencegah adanya usaha-usaha dalam lapangan
agraria dari organisasi-organisasi dan perseorangan yang bersifat monopoli
swasta. Usaha-usaha Pemerintah dalam lapangan agraria yang bersifat monopoli
hanya dapat diselenggarakan dengan Undang - undang. Pemerintah berusaha untuk
memajukan kepastian dan jaminan sosial termasuk bidang perburuhan, dalam
usaha-usaha di lapangan agraria. Dengan mengingat ketentuan-ketentuan yang ada,
Pemeritah dalam rangka sosialisme Indonesia, membuat suatu rencana umum
mengenai persediaan, peruntukkan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa
serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya: untuk keperluan Negara; untuk
keperluan peribadatan dan keperluan-keperluan suci lainnya, sesuai dengan dasar
Ketuhanan Yang Maha Esa; untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat,
sosial, kebudayaan dan lain-lain kesejahteraan; untuk keperluan
memperkembangkan produksi pertanian, peternakan dan perikanan serta sejalan
dengan itu; dan untuk keperluan memperkembangkan industri, transmigrasi dan
pertambangan.
Negara
sebagai tingkatan yang paling atas mempunyai tugas yaitu:
a.
Mengatur dan menyelenggaraan peruntukan,
penggunaan persediaan dan pemeliharaannya
b.
Menentukan dan mengatur hak – hak yang dapat
dipunyai atas (bagian dari) bumi, air dan ruang angkasa
c.
Menentukan dan mengatur hubungan – hubungan
hukum antara orang – orang dan perbuatan – perbuatan hukum yang mengenai bumi,
air dan ruang angkasa.
Selanjutnya,
hubungan bumi, air dan ruang angkasa Indonesia itu adalah hubungan yang
bersifat abadi. Ini berarti bahwa selama bumi, air dan ruang angkasa Indonesia
itu masih ada, dalam keadaan yang bagaimanapun tidak ada sesuatu kekuasaan yang
akan dapat memutuskan atau meniadakan hubungan tersebut.
Dibawah ini digambarkan
bagian bumi, air, ruang angkasa an kekayaan alam yang dikuasai oleh Negara[5]:
Agraria sebagai sumber Alam
|
Bumi
|
Permukaan Bumi
|
Tubuh Bumi
|
||
Air
|
Air Pedalaman
|
|
Laut wilayah Indonesia
|
||
Ruang
Angkasa
|
Ruang diatas bumi wilayah RI
|
|
Ruang diatas air wialaya RI
|
||
Kekayaan
Alam
|
Tambang
|
|
Hasil hutan
|
||
Ikan
|
||
Binatang, dan lainnya.
|
Atas dasar hak
menguasai dari Negara maka diatur pengambilan kekayaan alam yang terkandung
dalam bumi, air dan ruang angkasa. Hanya warga negara Indonesia dapat mempunyai
hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa, dalam batas-batas
ketentuan. Tiap-tiap warga negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita
mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta
untuk mendapat manfaat dan hasilnya baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian
pada azasnya diwajibkan megerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif,
dengan mencegah cara-cara pemerasan.
Dalam penggunaan
permukaan bumi diatur dalam pasal 4 ayat 1, permukaan bumi tidak termasuk lapisan
bumi di bawahnya yang disebut tubuh bumi. Pasal 4 tersebut berbunyi:
(1) Atas dasar
hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan
adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat
diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun
bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.
|
(2) Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1)
pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan,
demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya, sekedar
diperlukan untuk kepentingan, yang langsung berhubungan dengan penggunaan
tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-undang ini dan peraturan-peraturan
hukum lain yang lebih tinggi.
|
(3) Selain hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud
dalam pasal (1) pasal ini ditentukan pula hak-hak atas air dan ruang angkasa.
|
2.2.1 Hak – Hak tentang Bumi, Air dan Ruang Angkasa
Dalam pasal 16 Kitab
UUPA mengatur macam – macam hak – hak bumi, air dan Ruang angkasa, yang
berbunyi:
(1)
|
Hak-hak atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal ayat (1) ialah:
|
|
a. hak milik,
|
||
b. hak
guna-usaha,
|
||
c. hak
guna-bangunan,
|
||
d. hak pakai,
|
||
e. hak sewa,
|
||
f. hak
membuka tanah,
|
||
g. hak memungut-hasil
hutan,
|
||
h. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang akan
ditetapkan dengan Undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai
yang disebutkan dalam pasal 53.
|
||
(2) Hak-hak
atas air dan ruang angkasa sebagai yang dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) ialah:
|
||
a. hak guna air,
|
||
b. hak pemeliharaan dan penangkapan ikan,
|
||
c. hak guna ruang angkasa.
|
Hak – hak tersebut diakui dan dilindungi oleh
hukum yang berlaku di Indonesia. Dalam penguasaan hak atas tanah yang merupakan
penguasaan permukaan bumi dapat dipunyai oleh perorangan / badan hukum tetapi tidak bersifat mutlak, karena dapat
penguasaan tersebut terdapat batasan – batasannya[6].
2.3 Asas – Asas Hukum Agraria
2.3.1 Asas
Kebangsaan
Menurut Pasal 1 ayat (1) UUPA,
seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah, air dari seluruh rakyat
Indonesia, yang bersatu sebagai bangsa Indonesia dan seluruh bumi, air dan
ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya sebagai
karunia Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan kekayaan nasional Indonesia.
2.3.2 Asas
Tingkatan yang Tertinggi, Bumi, Air, Ruang Angkasa dan Kekayaan Alam yang
Terkandung di dalamnya Dikuasai oleh Negara
Asas ini didasari pada Pasal 2 ayat
(1) UUPA. Sesuai dengan pendirian tersebut, perkataan “dikuasai” di sini bukan
berarti dimiliki, akan tetapi adalah pengertian yang memberikan wewenang kepada
Negara sebagai organisasi kekuasaan bangsa Indonesia pada tingkatan yang
tertinggi untuk[7]:
- Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam;
- Menentukan dan mengatur hak dan kewajiban yang dapat dipunyai atas bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang ditimbulkan dari hubungan kepentingan orang dan unsur agraria itu;
- Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum terkait bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
2.3.3 Asas
Mengutamakan Kepentingan Nasional dan Negara berdasarkan atas Persatuan
bangsa daripada Kepentingan Perseorangan dan Golongan
Dapat dilihat dalam Pasal 3 UUPA.
Sekalipun hak ulayat (tanah bersama menurut hukum adat) masih diakui
keberadaannya dalam sistem Hukum Agraria Nasional, akan tetapi karena
pelaksanaannya berdasarkan asas ini, maka untuk kepentingan pembangunan,
masyarakat hukum adat tidak dibenarkan untuk menolak penggunaan tanah untuk
pembangunan dengan dasar hak ulayatnya. Sehingga Negara memiliki hak untuk
membuka tanah secara besar-besaran, misalnya untuk kepentingan transmigrasi,
areal pertanian baru dan alasan lain yang merupakan kepentingan nasional.
2.3.4 Asas Semua
Hak Atas Tanah Mempunyai Fungsi Sosial
Asas ini tertulis dalam Pasal 6,
berarti bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang, tidak dapat
dibenarkan bila digunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk
kepentingan pribadinya, terutama apabila hal tersebut menimbulkan kerugian bagi
masyarakat.
Penggunaan
tanah itu harus disesuaikan dengan keadaan dan sifat haknya, hingga bermanfaat
baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyainya maupun bagi
masyarakat dan Negara[8].
2.3.5 Asas Hanya
Warga Negara Indonesia yang Dapat Mempunyai Hak Milik atas Tanah
Asas ini dapat ditemui dalam Pasal
21 ayat (1) UUPA.Hak milik adalah hak tertinggi yang dapat dimiliki individu
dan berlaku selamanya. Hak milik tidak dapat dipunyai oleh orang asing. Asas
ini tidak mencakup warga negara Indonesia yang menikah dengan orang asing.
Karena saat menikah terjadi percampuran harta, sehingga pasangan warga negara
Indonesia yang memiliki hak milik akan kehilangan haknya. Untuk mengatasi hal
tersebut dapat dibuat perjanjian pra-nikah yang menyatakan pemisahan harta.
2.3.6 Asas
Persamaan bagi setiap Warga Negara Indonesia
Sesuai dengan Pasal 9 ayat (2) bahwa
tiap warga negara Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai
kesempatan yang sama untuk memperoleh suatu hak atas tanah serta untuk mendapat
manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun keluarganya.
2.3.7 Asas Tanah
Pertanian Harus Dikerjakan atau Diusahakan secara Arif oleh Pemiliknya Sendiri
dan Mencegah Cara-cara Bersifat Pemerasan
Asas ini terdapat pada Pasal 10 ayat
(1) UUPA. Munculnya kegiatan land reform atau agrarian reform,
yaitu perombakan mengenai pemilikan dan penguasaan tanah. Sehingga tanah yang
dimiliki atau dikuasai seseorang tetapi tidak digunakan sebagaimana mestinya
dapat digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat.
Untuk mewujudkan asas ini diadakan
ketentuan – ketentuan tentang batas maksimum atau minimum penguasaan /
pemilikan tanah agar tidak terjadi penumpukan penguasaan / pemilikan tanah di
satu tangan golongan mampu[9].
2.3.8 Asas Tata
Guna Tanah/Penggunaan Tanah Secara Berencana
Hal ini tertulis dalam Pasal 14 ayat
(1) UUPA. Untuk mencapai apa yang menjadi cita-cita bangsa dan Negara Indoensia
dalam bidang agraria, perlu adanya suatu rencana mengenai peruntukan,
penggunaan dan persediaan bumi, air, dan ruang angkasa untuk berbagai
kepentingan hidup rakyat dan Negara. Rencana ini dibuat dalam bentuk Rencana
Umum yang meliputi seluruh wilayah Indonesia, yang kemudian dirinci lebih
lanjut menjadi rencana-rencana khusus tiap daerah.
[1] Samun Ismaya, Pengantar Hukum Agraria. (Yogyakarta:
Graha ilmu. 2011), 4
[3] Hak ulayat
adalah kewenangan, yang menurut hukum adat, dimiliki oleh
masyarakat hukum adat atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan warganya, dimana
kewenangan ini memperbolehkan masyarakat untuk mengambil manfaat dari sumber daya
alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut bagi kelangsungan hidupnya.
Masyarakat dan sumber daya yang dimaksud memiliki hubungan secara lahiriah dan
batiniah turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut
dengan wilayah yang bersangkutan.
[4] Budi Harsono. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah
Pembentukan Undang – Undang Pokok Agraria, isi dan Pelaksaannya. ( Jakarta:
Djambatan, 2003) 182 - 183
[8] Urip Santoso. Hukum Agraria dan Hak – Hak Atas Tanah.
(Jakarta: Prenada Media Group, 2010), 60
[9] Urip Santoso. Hukum Agraria dan Hak – Hak Atas Tanah.
(Jakarta: Prenada Media Group, 2010), 62
Tidak ada komentar:
Posting Komentar