KONTAMINASI BUDAYA ASING
Karya Tulis Ilmiah
Di ajukan untuk memenuhi tugas
akhir mata kuliah
BAHASA INDONESIA
Dosen Pebimbing
Siti Rumilah, M. Pd
Penyusun
Noermalia Andriani
C32212088
Jurusan Muamalah
Fakultas Syari’ah
Institut Agama Islam Negeri Sunan
Ampel
Surabaya
2013
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena telah
melimpahkan rahmat serta hidayah kepada kita semua, sehingga berkat karunia-Nya
saya dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul “Kontaminasi Budaya
Asing” ini dengan baik dan tepat waktu.
Karya tulis ilmiah ini, membahas tentang kesalahan-kesalahan
pada gaya
bicara seseorang yang telah terkontamiinasi budaya asing. Adanya
kesalahan-kesalahan pada gaya
bicara ini, karena orang tersebut tidak menggunakan bahasa Indonesia yang baik
dan benar. Mereka cenderung menggunakan bahasa asing yang bercampur dengan
bahasa Indonesia.
Kenyataan ini, dianggap lazim karena mengingat seringkali muncul dalam bahasa
lisan yang kemudian terbawa dalam pemberitaan surat kabar. Keadaan ini dapat meruntuhkan
bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa negara.
Saya berharap karya tulis ilmiah ini, dapat menumbuhkan rasa
bangga pada masyarakat Indonesia
untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dan secara bersamaan
kita ikut melestarikan bahasa Indonesia.
Saya tidak lupa berterimakasih atas semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan karya tulis ilmiah ini, sehingga saya dapat
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. Dan tidak lupa kepada dosen pebimbing
yang telah membimbing saya dan teman-teman yang telah memberikan dukungannya
dalam proses penyelesaian makalah ini.
Akhirnya, saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi
saya khususnya dan bagi semua yang membaca makalah ini umumnya. Amin….
Surabaya
03 Januari 2013
Penyusun
ABSTRAK
Karya
ilmiah yang berjudul Kontaminasi Budaya Asing ini membahas keseluruhan tentang
penggunaan bahasa Indonesia yang kurang tepat, yang tidak disadari oleh
masyarakat Indonesia
sendiri. Bagaimana perkembangannya
bahasa Indonesia di era globalisasi yang kebanyakan telah terkontaminasi budaya
asing.
Tujuan
penulisan karya tulis ilmiah ini adalah untuk memberitahukan kepada orang
banyak tentang bahasa Indonesia yang tidak lagi menjadi citra diri seseorang
sebagai bahasa pergaulan. Saya ingin karya tulis ini menyadarkan masyarakat Indonesia tentang pentingnya menjaga kelestarian
bahasa Indonesia,
dan menumbuhkan rasa bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai citra diri
sebagai bahasa pergaulan.
Metode
yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah dengan melakukan Studi
Pustaka. Saya mencari bahan-bahan tentang penggunaan bahasa yang sudah
terkontaminasi budaya asing lewat Internet, juga melalui buku-buku yang
berkaitan dengan masalah itu. Tidak hanya itu, untuk memperkuat penelitian ini,
kami juga melakukan pengamatan secara langsung pada bahasa Koran yang ada di Surabaya. Saya banyak
mendengar kata-kata yang tidak sepantasnya dipakai oleh bangsa Indonesia karena bahasa yang digunakan bukanlah
bahasa mereka tetapi bahasa yang mereka contoh dari bangsa luar melalui media massa seperti televisi,
majalah, internet dan lain-lain .
Berdasarkan hasil penelitian, saya mengetahui betapa kurang
percaya diri masyarakat Indonesia
memakai bahasa Indonesia sebagai bahasa pergaulan, yang terkadang tidak sesuai
norma-norma yang ada di Indonesia.
Namun seiring dengan menurunnya penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar
pada masyarakat Indonesia, bahasa Indonesia sudah banyak di menjadi bahasa yang
diajarkan dan diperkenalkan di beberapa negara di dunia.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Budaya asing saat ini banyak sekali
memepengaruhi berbagai aspek yang ada di Indonesia, seperti pakaian,
makanan, ilmu pengetahuan, pola hidup bahkan bahasa. Dampak yang dibawanya pun
ada yang positif ada yang negatif.
Di era globalisasi ini yang ditandai
dengan arus komunikasi yang begitu dahsyat mennutut pengambil kebijakan di
bidang bahasa untuk bekerja lebih keras menyempurnakan dan meningkatkan semua
sektor yang berhubungan dengan masalah pembinaan bahasa. Penggunaan bahasa Indonesia
saat ini telah terkontaminasi oleh budaya asing.
Gejala kontaminasi banyak sekali kita jumpai dalam berbagai
media, seperti dalam koran, majalah dan media lainya. Susunan itu tampak
seperti susunan yang betul, tetapi bila diteliti secara lebih seksama, akan
ternyata bahwa bentukan atau susunan itu salah. Seperti, bentuk kata
mengesampingkan dengan menyampingkan karena terjadi kekacauan maka terbentuklah
mengenyampingkan. Peristiwa semacam mi sering terjadi, walaupun memang tidak
mengganggu makna yang sebenarnya, namun hanya tidak sesuai dengan diksi yang
diperlukan dalam konteks tersebut.
Walaupun perkembangan bahasa indonesia
yang semaikin pesat di satu sisi, di lain sisi peluang dan tantangan terhadap
bahasa indonesia semakin besar pula. Arus globalisasi saat ini telah menimbulkan
pengubah sosial yang sewaktu-waktu datang dan terjelma dalam perilaku sosial.
1.3. Identifikasi Masalah
Memerhatikan yang terjadi di masyarakat seiring berkembangnya
bahasa maka, saya menarik beberapa masalah dengan berdasar kepada :
A. Kurangnya minat masyarakat Indonesia untuk melestarikan dan
menggunakan bahasa Indonesia yang sesuai dengan kaidah yang baik dan benar.
B. Belum adanya kebanggaan memakai bahasa Indonesia sebagai bahasa
yang menunjukkan citra diri seseorang dalam pergaulan, mereka masih bangga menggunakan
bahasa asing sebagai citra diri seseorang dalam pergaulan
C. Pengunaan bahasa pada gaya bicara
masyarakat Indonesia
saat ini yang terkontaminasi oleh budaya asing.
1.3. Pembatasan Masalah
Karena cangkupan kontaminasi budaya
asing meliputi segala hal aspek kehidupan yang ada di Indonesia, maka saya membatasi
penelitian hanya pada bahasa Indonesia yang terkontaminasi budaya asing yang
mengancam hilangnya bahasa nasional bahasa Indonesia itu sendiri.
1.4. Perumusan Masalah
Atas dasar Latar Belakang dan
Pembatasan Masalah, maka dapat di ditarik permasalahan : Penggunaan Bahasa Yang
Telah Bercampur Dengan Budaya Asing
1.5 Kegunaan Penelitian
Mengetahui seberapa parah penggunaan
bahasa yang telah bercampur dengan budaya asing yang secara sadar atau tidak
sadar kita pakai sebagai penjelas pikiran kita.
1.6 Tujuan Penulisan
Karya tulis ilmiah ini bertujuan untuk
mengajak kembali masyarakat Indonesia
menggunakan dan melestarikan bahasa Indonesia agar menjadi bahasa yang kuat dan
dapat menjadi bahasa dunia.
BAB II
METODE PENELITIAN
3.3.Penelitian Pustaka
Dalam
rangka melakukan penelitian pustaka ini yang diangkat dari beberapa buku yang
membahas tentang hampir hilangnya bahasa Indonesia akibat budaya asing yang semakin
gencar meruntuhkan bahasa Indonesia.
Bagaimana beberapa penulis buku tersebut menanggapi masalah itu dan menumbuhkan
citra bahasa Indonesia itu kembali.
3.4.Penelitian Lapangan
3.2.2 Tinjauan pada media massa
Melakukan penelitian pada penggunaan bahasa
pada media massa.
Apakah terjadi percampuran bahasa Indonesia dan bahasa asing. Media massa mempunyai pengaruh
negatif dan positif tergantung orang yang mengolah pesan. Terkadang ucapan dan
perbuatan yang dilihat dan dicerna orang di media massa di tiru dalam kekseharian mereka. Jadi,
jangan sampai pengolah media massa
menyajikan berita atau pesan moral yang tidak patut untuk dilihat ataupun
dicerna oleh masyarakat.
BAB III
PEMBAHASAN
4.8
Pengertian
Bahasa
Bahasa
diperlukan manusia untuk berkomunikasi antar sesama manusia yang lain. Bahasa
sebagai “kesatuan tanda bunyi” yang berlaku dalam kelompok manusia tertentu
menjadi menyatukan sejumlah golongan manusia tertentu menjadi kesatuan bahasa
(bahasa ciri bangsa). Bahasa bukan kemampuan berbicara saja, melainkan juga
cara bagaimana menggunakan bahasa. Kemampuan berfikir seseorang sangat di
pengaruhi oleh kemampuan bahasanya.
Kemampuan
berfikir seseorang sangat ditentukan oleh kemampuannya berbahasa. Semakin
tinggi kemampuannya menggunakan bahasa, semakin tinggi pula kemampuannya
menggunakan pikiran. (Tadjuddin, 2004 : 3)
Bahasa
indonesia merupakan bahasa nasional yang digunakan oleh masyarakat Indonesia
untuk berkomunikasi. Bahasa Indonesia telah resmi menjadi bahasa persatuan di Indonesia sejak diikrarkannya sumpah pemuda oleh
pemuda-pemudi bangsa Indonesia
pada tanggal 28 Oktober 1928. Bahasa Indonesia menjadi bahasa penghubung dari
banyaknya bahasa yang ada di Indonesia.
Bahasa Indonesia erat kaitannya dengan kebudayaan sehingga, Bahasa Indonesia dapat
menjadi alat penampung kebudayaan baru nasional yang segi-seginya menyangkut
ilmu dan teknologi serta kebudayaan internasional.
Prof. Dr.
Yus Rusyana mengatakan dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar Tetap FPBS
IKIP Bandung pada tanggal 18 Oktober 1990, bahwa bahasa menunjukkan bangsa.
Penggunaan bahasa dengan cerdas menunjukkan bahwa bangsa yang menggunakannya
adalah bangsa yang cerdas. (Hardjapamekas, 2001 : 28)
Jadi, jika
ingin dikatakan sebagai bangsa Indonesia
yang cerdas maka kita sebagai masyarakat Indonesia harus menggunakan bahasa
Indonesia dengan baik dan benar. Tapi pada kenyataannya, saat ini penggunaan
bahasa yang baik dan benar telah bercampur dengan budaya asing yang mempunyai
pengaruh besar terhadap gaya bahasa di Indonesia
saat ini.
Jika bicara
tentang kebudayaan, maka bahasa dapat menjadi permasalahannya. Makagiansar
(1990) menekankan perlunya kesadaran tentang identitas budaya, bahkan Salim
(1990) menyatakan upaya mempertahankan identitas merupakan prioritas yang harus
diperjuangkan mati-matian dengan cirri utama keseimbangan antara aspek material
dan spiritual.
4.9
Pengertian
Kontaminasi
Kontaminasi memiliki makna pengotoran; pencemaran karena
kemasukan unsur luar. Makna lain kontaminasi adalah penggabungan beberapa
bentuk baik kata, frasa, dan sebagainya yang menimbulkan bentuk baru yang tidak
lazim (KBBI Pusat Bahasa, 2008:728). Kontaminasi ialah suatu gejala bahasa yang
dalam bahasa Indonesia diistalahkan dengan kerancuan atau kekacauan. Yang
dirancukan ialah susunan, perserangkaian, dan penggabungan.
Misalnya, munculnya kata bentukan menyuci yang berasal dari
kata dasar cuci dengan mendapat
prefiks men-. Seharusnya kata bentukan yang benar adalah mencuci karena dalam tata bahasa Indonesia nassal jika melekat pada
kata yang berfonem awal /c/ maka nassal menjadi /n/ sedangkan fonem /c/ tidak
luluh (Alwi, 2000). Namun, karena tercemar (terkontaminasi) bahasa Jawa jadilah
menyuci. Dalam tata bahasa Jawa, fonem /c/ luluh ketika dilekati prefiks
nassal.
4.10 Sejarah Singkat Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia
merupakan bahasa persatuan bagi seluruh rakyat Indonesia yang di deklarasikan pada
saat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Diketahui, bahasa Melayu merupakan sebagai
akar dari lingua franca Indonesia. Sutan Takdir Alisjahbana, dalam bukunya "Sedjarah Bahasa
Indonesia", mengutarakan bahasa Melayu memiliki kekuatan untuk merangkul
kepentingan bersama untuk dipakai di seluruh Nusantara.
Menurut Alisjahbana,
persebarannya juga luas karena bahasa Melayu dihidupi oleh para pelaut
pengembara dan saudagar yang merantau ke mana-mana. "Bahasa itu adalah
bahasa perhubungan yang telah berabad-abad tumbuh di kalangan penduduk Asia
Selatan," tulisnya. Faktor lainnya, bahasa Melayu adalah bahasa yang mudah
dipelajari.
Pada era pemeritahan
Belanda di Hindia, bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa resmi kedua dalam
korespondensi dengan orang lokal. Hingga timbul persaingan antara bahasa Melayu
dan bahasa Belanda yang semakin ketat. Gubernur Jenderal Roshussen mengusulkan
bahasa melayu dijadikan sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah rakyat
(SR).
Meski demikian, ada
pihak-pihak yang gigih menolak bahasa Melayu di Indonesia. Van der Chijs,
seorang berkebangsaan Belanda, menyarankan supaya sekolah memfasilitasi ajaran
bahasa Belanda. JH Abendanon yang saat itu Direktur Departemen Pengajaran,
berhasil memasukkan bahasa Belanda ke dalam mata pelajaran wajib di sekolah
rakyat dan sekolah pendidikan guru pada 1900.
Akhirnya persaingan
bahasa ini nampak dimenangkan oleh bahasa Melayu. Bagaimanapun, bahasa Belanda
ternyata hanya dapat dikuasai oleh segelintir orang saja. Kemudian di Kongres
Pemuda I tahun 1926, bahasa Melayu menjadi wacana untuk dikembangakan sebagai
bahasa dan sastra Indonesia.
20 Oktober 1942,
didirikan Komisi Bahasa Indonesia yang bertugas menyusun tata bahasa normatif,
menentukan kata-kata umum dan istilah modern. Pada 1966, selepas perpindahan
kekuasaan ke tangan pemerintah Orde Baru, terbentuk Lembaga Bahasa dan Budaya
di bawah naungan Departemen Pendidikan Kebudayaan.
Lembaga ini berganti
nama menjadi Lembaga Bahasa Nasional pada 1969, dan sekarang berkembang dengan
nama yang dikenal, Pusat Bahasa. Tanggung jawab kerja Pusat Bahasa, antara lain
: meningkatkan mutu bahasa, sarana, serta kepedulian masyarakat terhadap
bahasa.
4.11 Kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia
Secara
formal sampai saat ini bahasa Indonesia mempunyai empat kedudukan, yaitu,
sebagai bahasa persatuan, bahasa nasional, bahasa Negara, dan bahasa resmi.
Dalam perkembangannya lebih lanjut, bahasa Indonesia mendudukkan diri sebagai
bahasa budaya dan bahasa ilmu, walaupun dalam praktiknya dapat muncul satu atau
dua fungsi saja.
Saat ini,
kedudukan bahasa Indonesia ada dua, yaitu sebagai bahasa nasional dan bahasa
negara. Seperti yang di jelaskan tentang perbadaan bahasa nasional dan
bahasa negara pada gambar dibawah ini :
“Hasil
Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975
yang menengaskan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional yang
berfungsi sebagai : (1) lambang kebanggan nasional, (2) lambang identitas nasional,
(3) alat pemersatu masyarakat yang berbeda – beda latar belakang sosial budaya
dan bahasanya, dan alat perhunbungan antarbudaya antardaerah
Bahasa
sebagai bahasa nasional telah tercantum dalam teks Sumpah Pemuda, yang
mengatakan bahwa berbahasa satu bahasa Indonesia.
Dan dalam
“Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa Nasional” yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari 1975
yang menengaskan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara yang
berfungsi sebagai : (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar resmi di
lembaga – lembaga pendidikan, (3) bahasa resmi di dalam pengembangan kebudayaan
dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.
Hal ini
tercantum dalam UUD 1945, Bab XV, Pasal 36 tentang bahasa negara adalah bahasa
indoneia.
4.12 Bahasa Indonesia di era globalisasi
Bahasa,
sebagai bagian dari kebudayaan dapat menunjukkan tinggi rendanya kebudayaan
bangsa. Bahasa akan menggambarkan sudah sampai seberapa jauh kemajuan yang
telah dicapai suatu bangsa. Ikrar “Soempah Pemoeda” inilah yang menjadi dasar
yang kokoh bagi kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia bagi bangsa Indonesia.
Bahkan pada perjalanan selanjutnya, bahasa Indonesia tidak lagi sebagai bahasa
persatuan, tetapi juga berkembang sebagai bahasa negara, bahasa resmi, bahasa
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Era globalisasi merupakan tantangan bagi
bangsa Indonesia
untuk dapat mempertahankan diri di tengah-tengah pergaulan antarbangsa yang
sangat rumit. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah masalah jati diri
bangsa yang diperlihatkan melalui jati diri bahasa. Kesederhanaan dan
ketidakrumitan inilah salah satu hal yang mempermudah bahasa asing ketika
mempelajari bahasa Indonesia
(Muslich, 2010:43).
Kini yang
mewabah di Indonesia adalah
lebih mengutamakannya pembelajaran bahasa asing daripada bahasa indonesia.
Mereka menganggap remeh pembelajaran bahasa indonesia karena menurut mereka
bahasa Indonesia cukup bahasa sehari-hari yang mereka ucapkan. Namun, Pemakaian
bahasa Indonesia dalam ucapan mereka sehari-hari telah banyak keluar dari kaidah
berbahasa Indonesia
dengan baik dan benar.
Penggunaan
bahasa Indonesia
yang dicampur dengan bahasa lain seperti Inggris atau bahasa lain bagi sebagian
orang berguna untuk menunjukkan citra dirinya dalam pergaulan. Dapat
dibayangkan jika 10 tahun lagi banyak orang tidak mengetahui bahasa Indonesia
dengan baik dan benar.
Selain
itu miskinnya persoalan tata istilah dan ungkapan ilmiah. Bahkan, Negara kita
dituduh belum mampu menyediakan sepenuhnya pandaan istilah yang terdapat dalam
banyak disiplin ilmu. Menurut Moeliono (1991 : 15) prasangka itu bertumpu pada
pendirian apa yang tidak dikenal atau diketahui, tidak ada dalam Bahasa
Indonesia.
4.12.1 Jati Diri Bahasa Indonesia pada Era Globalisasi
Dalam era
globalisasi, jati diri bahasa Indonesia perlu dibina dan dimasyarakatkan oleh
setiap warga negara Indonesia.
Hal ini diperlukan agar bangsa Indonesia
tidak terbawa arus oleh penagruh budaya asing yang jelas-jelas tidak sesuai dan
bahkan, tidak cocok dengan bahasa dan budaya bangsa Indonesia.
Hal ini
tidak berlebihan karena tujuan utama pembinaan bahasa Indonesia ialah
menumbuhkan dan membina sikap positif terhadap bahasa Indonesia. Untuk menyatakan sikap
positif ini dapat dilakukan dengan :
(1) Sikap kesetiaan berbahasa Indonesia. Ini terungkap jika
bangsa Indonesia
lebih suka memakai bahasa Indonesia daripada bahasa asing dan bersedia menjaga
agar pengaruh asing tidak terlalu berlebihan.
(2) Sikap kebanggaan berbahasa Indonesia. Ini terungkap melalui
kesadaran bahwa bahasa Indonesia pun mampu mengungkapkan konsep yang rumit
secara cermat dan dapat mengungkapkan isi hati yang sehalus-halusnya.
Disamping
itu, disiplin berbahasa Indonesia
juga menunjukkkan rasa cinta kepada bahasa, tanah air dan Negara kesatuan.
Sebaliknya apabila yang muncul adalah sikap yang negatif, maka akan berdampak
pada pemakaian bahasa indonesianyang kurang terbina dengan baik. Mereka
menggunakan bahasa Indonesia “asal orang mengerti”. Muncullah pemakaian bahasa
Indonesia sejenis bahasa prokem, bahasa plesetan, dan bahasa jenis lainyang
tidak mendukung perkembangan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
4.12.2 Sikap Pemakai Bahasa Indonesia yang Negatif
Fenomena
negatif yang masih terjadi di tengah-tengah masyarakat Indonesia antara lain:
a.
Banyak
orang Indonesia
memperlihatkan dengan bangga kemahirannya menggunakan bahasa Inggris, walaupun
mereka tidak menguasai bahasa Indonesia dengan baik.
b.
Banyak
orang Indonesia merasa malu
apabila tidak menguasai bahasa asing (Inggris) tetapi tidak pernah merasa malu
dan kurang apabila tidak menguasai bahasa Indonesia.
c.
Banyak
orang Indonesia
menganggap remeh bahasa Indonesia dan tidak mau mempelajarinya karena dirinya
telah menguasai bahasa Indonesia dengan baik.
d.
Banyak
orang Indonesia
merasa dirinya lebih pandai daripada yang lain karena telah menguasai bahasa asing
(Inggris) dengan fasih, walaupun penguasaan bahasa Indonesianya kurang
sempurna.
Kenyataan-
kenyataan tersebut merupakan sikap pemakai bahasa Indonesia yang negatif dan
tidak baik. Hal ini berdampak negatif pula perkembangan bahasa Indonesia.
Sebagian pemakai bahasa Indonesia menjadi pesimis, menganggap rendah, dan tidak
percaya. Akibat lanjut yang timbul dari kenyataan-kenyataan tersebut antara
lain:
a.
Banyak
orang Indonesia lebih suka
menggunakan kata-kata, istilah-istilah, dan ungkapan-ungkapan asing, padahal
semua itu sudah ada pandaannya dalam bahasa Indonesia. Bahkan, sudah umum
dipakai dalam bahasa Indonesia.
Contoh : page (halaman), background (latar belakang), reality (kenyataan), airport (bandara).
b.
Banyak
orang Indonesia
menghargai bahasa asing secara berlebihan sehingga ditemukan kata dan istilah
asing. Hal ini terjadi karena salah pengertian dalam menerapkan kata-kata asing
tersebut.
c.
Banyak
orang Indonesia belajar dan
menguasai bahasa asingdengan baik tetapi menguasai bahasa Indonesia apa adanya. Banyak yang
punya kamus asing tapi tidak ada satupun kamus bahasa Indonesia.
Akibatnya, kalau mereka kesulitan menjelaskan atau menerapkan kata-kata yang
sesuai dalam bahasa Indonesia.
Kenyataan
dan akibat tersebut kalau tidak diperbaiki akan berakibat perkembangan bahasa Indonesia.
Anggapan bahwa bahasa Indonesia yang dipenuhi oleh kata, istilah, dan ungkapan
asing merupakan bahasa Indonesia yang dipenuhi kata, istilah dan ungkapan asing
merupakan bahasa Indonesia yang “canggih“
adalah anggapan yang keliru.
4.12.3
Tantangan Bahasa Indonesia
Menurut pendapat Halim (lihat Kompas, 8 Maret 1995, halaman 16) setelah 67 tahun BI dikukuhkan
sebagai bahasa persatuan situasi kebahasaan ditandai oleh dua tantangan.
Tantangan pertama, perkembangan BI yang dinamis, tetapi tidak menimbulkan
pertentangan di antara masyarakat. Pada saat yang bersamaan bangsa Indonesia
sudah mencapai kedewasaan berbahasa. Sekarang tumbuh kesadaran emosional bahwa
perilaku berbahasa tidak terkait dengan masalah nasionalisme. Buktinya, banyak
orang yang lebih suka memakai Bahasa Asing.
Tantangan kedua, yakni persoalan tata istilah dan
ungkapan ilmiah yang menimbulkan prasangka yang tetap diidap ilmuan kita yang
mengatakan bahwa Bahasa Indonesia miskin, bahkan kita dituduh belum mampu menyediakan
sepenuhnya pandaan istilah yang terdapat dalam banyak disiplin ilmu.
Tantangan yang datang dari pemilik dan penutur Bahasa
Indonesia sebenarnya bersumber dari sikap, kesadaran berbahasa yang kemudian
tercermin dalam perilaku berbahasa (Fishman, 1975: 24-28)
4.12.4 Perencanaan Bahasa sebagai Upaya Penanggulangan Tantangan
Berbicara
mengenai perencanaan bahasa, Moeliono (1985:5-11) melihat pembahasannyadari
tiga hal, yakni
(3)
perencanaan
fungsional
(4)
Perencanaan
sebagai proses
(5)
Penamaan
yang bervariasi
Perencanaan dilihat dari segi
proses meliputi tiga kegiatan, yaitu (1) Perencanaan, (2) Pelaksanaan, (3)
Penilaian (lihat cf. Robin dalam Fasold, 1984:254).
Beberapa
perencanaan yang dilakukan (Muclish, 2010:21-25)
4.12.4.1 Peranan Media Massa Ditingkatkan
Dalam
kaitan ini, kesadaran dan tanggung jawab para wartawan terhadap Bahasa
Indonesia dan berbahasa Indonesia
harus ditingkatkan. Sehingga dakwaan Anwar (1991:9) yang mengatakan,
“Sebenarnya wartawan tampil sebagai perusak bahasa” dapat dihindari.
4.12.4.2 Pengajaran Kebangsaan
Dipertimbangkan Diberikan
Memperhatikan
kejadian akhir-akhir ini, yakni timbulnya premanisme, kenakalan remaja, dan
penyalahgunaan rekayasa tumbuhan tertentu memperlihatkan adanya “krisis jati
diri“ yang berpangkal dari pandangan bahwa manusia sebagai subtansi dan sebagai
makhluk yang beridentitas lalu dikaitkan dengan pengembangan Bahasa indonesia
sebagai upaya mempertahankan identitas bangsa, maka pengajaran kebangsaan
sebaiknya dipertimbangkan untuk dalam lembaga pendidikan kita.
4.12.4.3 KTSP Bahasa
Indonesia
Berdasarkan
kurikulum 2008, rumusan-rumusan operasionalisasi pembelajaran Bahasa Indonesia
yang terdapat di dalam KTSP, guru mengalami kesulitan untuk melaksankannya.
4.12.4.4 Mutu Guru Bahasa Indonesia
Dari
kenyataan yang ada akhir-akhir ini guru bahasa Indonesia lebih banyak
mengajarkan teori daripada praktik kebahasaan.
4.12.4.5 Penyuluhan Bahasa Indonesia
Menurut Meoliono (2001:5) penyuluhan bahasa di
satu pihak dapat dianggap usaha pelengkap penyebaran hasil kodifikasi lewat
bentuk tulisan atau lisan, di lain pihak peyuluhan bahasa juga berwujud lewat
penerangan tentang soal yang belum atau tidak akan dimuat dalam kodifikasi.
4.12.4.6 Pelibatan Organisasi
Kepemudaan
Kadang-kadang kita melupakan
potensi daya serap dan kritikan pemuda kita. Generasi pemudalah yang paling
berkepentingan dengan berbagai kegiatan pembangunan. Itu sebabnya sangat kuat
alasannya untuk melibatkan organisasi pemuda dalam upaya pembinaan dan
pengembangan bahasa Indonesia.
4.12.4.7
Kepedulian Para Petinggi
Gerakan bulan bahasa yang semakin
sering adakan. Dan memakai bahasa indonesia dengan benar jika berbicara kepada
para pejabat tinggi lainnya. Maka pembinaan dan
pelestarian bahasa indonesia akan dapat kita saksikan.
4.13
Peristilahan dalam bahasa Indonesia
Istilah adalah kata atau gabungan kata yang dengan cermat
mengungkapkan suatu makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam
bidang tertentu.(Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, 1975:9).
Dalam bidang peristilahan, Bahasa Indonesia masih banyak
menunjukkan kelemahan, lebih-lebih lagi kalau dibandingkan dengan bahasa-bahasa
mapan di negara-negara yang telah maju. Jika di telusuri lebih jauh, kelemahan
peristilahan dalam Bahasa Indonesia pada dasarnya terletak pada (1) Terbatasnya
jumlah dan jenis istilah, baik istilah umum maupun istilah khusus, (2) lemahnya
daya wadah dan daya ungkap istilah itu, (3) belum mantapnya pembakuan, (4)
belum memasyarakatnya secara luas istilah-istilah yang telah dibakukan, dan (5)
beranekaragamannya sikap serta tindak pemakai Bahasa Indonesia terhadap
peristilahan dalam Basaha Indonesia.
Banyak faktor yang menyebabkan atau melatarbelakanginya.
Pertama, kenyataan bahwa Bahasa Indonesia bagi kebanyakan orang indonesia
bukanlah bahasa pertama atau bahasa ibu, melainkan bahasa kedua, dalam arti,
bahasa yang baru dipelajari. Dan konsep-konsep tata nilai yang sudah diwarnai
oleh bahasa pertama/bahasa ibu dalam banyak hal tidak begitu mudah diungkapkan
dengan istilah-istilah dalam Bahasa Indonesia.
Faktor kedua, relatif masih muda usia, dan sedang
mengalami kepesatan dalam pertumbuhan dan perkembangannya menuju ke kondisi
bahasa yang matang dan modern. Sebagai bahas yang sedang tumbuh dan berkembang,
perubahan-perubahan serta penambahan-penambahan hampir terus-menerus
berlangsung, lebih-lebih lagi di bidang peristilahannya.
Faktor ketiga, kenyataan bahwa ragam Bahasa
Indonesia ilmu teknologi belum
menanpilkan secara tegas. Dari ketiga faktor diatas di atas dan faktor-faktor
relevan lainnya yang tidak disebutkan di atas, belum dilakukan satu faktor
inti, yaitu pembinaan dan pengembangan ragam Bahasa Indonesia keilmuan yang
masih dalam tahap perintisan. Wajar kalau hasil-hasil yang dicapainya banyak
kelemahan dan kekurangannya.
4.14 Berbahasa Indonesia
yang Baik dan Benar
Bahasa yang baik adalah bahasa yang sesuai dengan
situasi. Sebagai alat komunikasi, bahasa harus dapat efektif menyampaikan
maksud kepada lawan bicara. Karenanya, laras bahasa yang dipilih
pun harus sesuai.
Ada lima laras bahasa yang dapat digunakan sesuai
situasi. Berturut-turut sesuai derajat keformalannya, ragam tersebut dibagi
sebagai berikut.
1.
Ragam beku (frozen);
digunakan pada situasi hikmat dan sangat sedikit memungkinkan keleluasaan
seperti pada kitab suci, putusan pengadilan, dan upacara pernikahan.
2.
Ragam resmi (formal);
digunakan dalam komunikasi resmi seperti pada pidato, rapat resmi, dan jurnal
ilmiah.
3.
Ragam
konsultatif (consultative); digunakan dalam pembicaraan yang terpusat
pada transaksi atau pertukaran informasi seperti dalam percakapan di sekolah
dan di pasar.
4.
Ragam santai (casual);
digunakan dalam suasana tidak resmi dan dapat digunakan oleh orang yang belum
tentu saling kenal dengan akrab.
5.
Ragam akrab (intimate).
digunakan di antara orang yang memiliki hubungan yang sangat akrab dan intim.
Bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai dengan
kaidah bahasa baku, baik kaidah untuk bahasa baku tertulis maupun bahasa baku lisan. Ciri-ciri ragam bahasa baku adalah sebagai
berikut.
1.
Penggunaan kaidah tata bahasa
normatif. Misalnya dengan penerapan pola kalimat yang baku: acara itu
sedang kami ikuti dan bukan acara itu kami sedang ikuti.
2.
Penggunaan kata-kata
baku. Misalnya cantik
sekali dan bukan cantik banget; uang dan bukan duit;
serta tidak mudah dan bukan nggak gampang.
3.
Penggunaan ejaan resmi dalam ragam tulis. Ejaan yang kini
berlaku dalam bahasa Indonesia adalah ejaan yang disempurnakan (EYD). Bahasa baku harus mengikuti aturan ini.
4.
Penggunaan lafal
baku dalam
ragam lisan. Meskipun hingga saat ini belum ada lafal baku
yang sudah ditetapkan, secara umum dapat dikatakan bahwa lafal baku adalah lafal yang
bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau bahasa daerah. Misalnya: /atap/
dan bukan /atep/; /habis/ dan bukan /abis/; serta /kalaw/ dan bukan /kalo/.
5.
Penggunaan
kalimat secara efektif. Di luar pendapat umum yang mengatakan bahwa bahasa
Indonesia itu bertele-tele, bahasa baku
sebenarnya mengharuskan komunikasi efektif: pesan pembicara atau penulis harus
diterima oleh pendengar atau pembaca persis sesuai maksud aslinya
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Dari penelitian yang
dilakukan kesalahan dalam gaya bicara masyarakat
Indonesia masih
terkontaminasi oleh budaya asing yang sering kali muncul di berbagai media massa seperti, televise,
internet, Koran, majalah dan lainnya.
Namun kesalahan istilah
tersebut sudah menjadi terdengar lazim
dipergunakan mengingat seringkali muncul dalam bahasa lisan yang kemudian
terbawa dalam pemberitaan surat
kabar. Jadi bisa disimpulkan bahwa media massa
juga membawa perubahan sosial terhadap gaya
bicara bagi pembacanya. Sehingga Amran mengatakan bahwa wartawan adalah
perusak. Itu karna wartawan yang menyebarluaskan berita tentang gaya bicara atau
kebudayaan asing diperkenalkan olehnya. Di bawah ini beberapa kesalahan
penulisan dalam Koran:
·
Penggunaan
Istilah Asing Tanpa memperhatikan Kaidah Penggunaan
Untuk
menarik investor, Kata Hidayat,
Indonesia
sangat membutuhkan dukungan energy dan listrik. Jangan sampai bayar
pet, yang merintangi industry, katanya. (sumber : Republika, 15 Maret 2010)
Istilah bayar
pet sendiri sebenarnya berasal dari Bahasa Jawa yang digunakan untuk
menggambarkan kondisi redup atau kondisi menyala dan matinya cahaya (lampu)
yang saling bergantian terjadi secara frekuentif.
Stadion Liberty adalah
tempat yang sulit dikunjungi. Tapi kami datang ke sana dengan mindset kuat. Kami harus
datang ke pertandingan ini.......
(Sumber : Surya,
25 November 2012 )
Istilah mindset
sudah kelewat lazim pada gaya
bicara karena terbawa pada pemberitaan. Padahal, dalam bahasa indonesia ada
pandaannya yaitu pola pikir, pikiran atau perasaan.
Tidak ada politik
transaksional, tak ada deal-deal apapun, apalagi terkait
mundurnya Sri Mulyani (Menteri Keuangan), katanya.
(sumber : Kompas, 11 Mei 2010).
Istilah deal-deal
sendiri merupakan parody (plesetan), yang menunjuk kepada arti
kesepakatan-kesepakatan
Kita
disini sebagai penyelenggara mampu meng organize setiap even
rave party sehingga crowd nya dapat dirasakan oleh
setiap customer yang datang di tempat kami. HM, Event Organizer
(Sumber : Republika, 15 Maret 2010)
Banyak sekali kesalahan
yang terjadi karena kebiasaan pengucapan kata-kata yang tidak sesuai dengan
kaidah berbahasa yang baik dikarenakan bahasa lisan yang terbawa dalam
pemberitaan media. Tapi, kata-kata diatas malah penyulitkan pembaca untuk
memahami bahasa tersebut.
Seharusnya meng-organize diganti
dengan menangani, even rave party diganti dengansambutan hangat disetiap acara,
dan crowd diganti dengan ramai.
Yang paling menyolok adalah dari
Wushu.
(Sumber : Radar Jember, 1 Juli 2010)
Termasuk dalam
Kontaminasi bentukan kata. Menyolok merupakan bentukan dari
afiks meN- dan /colok/. Fonem /s/ luluh ketika mendapat awalan nassal sedangkan
/c/ tidak sehingga yang benar adalah mencolok. Kemungkinan penulis kolom ini
tidak tahu bahwa fonem /c/ tidak luluh atau bahkan tidak tahu bahwa menyolok
berasal dari kata colok bukan solok sehingga terjadi kerancuan antara
melesapkan fonem awalnya menjadi /-ny/ atau mempertahankan fonem awal dan
nassal berubah menjadi /-n-/.
…justru
malah menjadi beban dan cibiran publik.
(Sumber : Radar Jember, 2 Juli 2010)
Termasuk jenis
Pleonasme ditandai adanya dua kata yang searti dalam sebuah kalimat, yaitu
justru dan malah. Akan lebih baik jika digunakan salah satu saja menjadi
justru menjadi beban dan cibiran publik atau malah
menjadi beban dan cibiran publik.
. …mereka minta agar Djalal-Kusen tidak menjadi
bupatinya tim sukses saja… (Sumber : Radar Jember, 13 Juli 2010)
-nya sebagai kata ganti milik orang ketiga
tidak tepat digunakan pada susunan bupatinya tim sukses. Hal ini merupakan
pengaruh dari bahasa Jawa bupatine tim sukses, bukune aku, dalam tata bahasa
Jawa kata ganti milik /e/ yang disertai yang digantikan adalah benar. Tapi
tidak begitu dengan bahasa Indonesia. Seharunya -nya dibuang menjadi:
…meminta
Djalal-Kusen tidak menjadi bupati tim sukses saja…
Betapa tidak,
dengan kunjungan tersebut akan menambah semangat dan kepercayaan diri lebih
besar dalam menghadapi MWBC 2010… (Sumber : Radar
Jember, 26 Juli 2010)
Kontaminasi di
atas terbentuk ketika penulis akan menulisakan kalimat tersebut terlintas dalam
ingatannya dua pengertian atau dua bentukan yang sejajar yang muncul sekaligus
sehingga sebagian diambil dari bentukan pertama dan sebagian lain dari bentukan
yang kedua.
·
Bentukan pertama yang mungkin muncul dalam pikiran
penulis adalah:
Dengan dikunjungi (bupati) semangat dan
kepercayaan diri menjadi lebih besar dalam menghadapi MWBC 2010…
·
Bentukan kedua adalah:
Kunjungan tersebut akan menambah semangat
dan kepercayaan diri dalam menghadapi MWBC 2010…
Seharusnya dipilih
salah satu saja dari kedua bentukan kalimat tersebut agar kalimat mudah
dipahami oleh pembaca.
· Kesalahan
Penggunaan Diksi
Pengganyangan
korupsi (Sumber : Republika, 15 Maret
2010).
Kata pengganyangan terkesan kurang etis, meskipun kata ganyang masuk
dalam kosa kata Bahasa Indonesia baku, namun lebih berasosiasi pada hal yang
sifatnya kasar atau tidak sopan. Seharusnya lebih baik ditulis dengan kata
pemberantasan.
Gondol Emas 3 Kg
dari Depan Mapolsek (Sumber : Surya,
30 Desember 2012)
Kata
Gondol
berasal dari bahasa jawa yang berarti mencuri atau bias di tulis dengan
kata curi.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Bahasa diperlukan manusia untuk
berkomunikasi antar sesama manusia yang lain. Bahasa sebagai “kesatuan tanda
bunyi” yang berlaku dalam kelompok manusia tertentu menjadi menyatukan sejumlah
golongan manusia tertentu menjadi kesatuan bahasa (bahasa ciri bangsa).
Era globalisasi merupakan tantangan bagi bangsa Indonesia
untuk dapat mempertahankan diri di tengah-tengah pergaulan antarbangsa yang sangat
rumit. Salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah masalah jati diri bangsa
yang diperlihatkan melalui jati diri bahasa. Kesederhanaan dan ketidakrumitan
inilah salah satu hal yang mempermudah bahasa asing ketika mempelajari bahasa
Indonesia (Muslich, 2010:43).
Penggunaan bahasa Indonesia yang dicampur dengan bahasa
lain seperti Inggris atau bahasa lain bagi sebagian orang berguna untuk
menunjukkan citra dirinya dalam pergaulan. Dapat dibayangkan jika 10 tahun lagi
banyak orang tidak mengetahui bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Gejala kontaminasi
memang tidak banyak dalam mengubah makna informasi yang ingin disampaikan oleh
penulis. Karena kesalahan yang tidak fatal terhadap makna inilah maka
permasalahan ini tidak banyak mendapat perbaikan.
Koran sebagai
elemen yang ikut mempertahankan eksistensi bahasa selayaknya selalu berusaha
menggunakan bahasa Indonesia yang benar. Selain koran juga merupakan objek
pengukuran atau tolok ukur tentang penggunaan bahasa. Koran juga merupakan
media yang dibaca oleh banyak orang. Pada kenyataanya, koran sebesar Radar
Jember, koran terbesar se-Tapal Kuda (eks-karesidenan Besuki) masih terdapat
bahasa-bahasa yang kurang tepat apalagi koran lain yang asal-asalan.
Selain itu miskinnya persoalan tata istilah dan ungkapan
ilmiah. Bahkan, Negara kita dituduh belum mampu menyediakan sepenuhnya pandaan
istilah yang terdapat dalam banyak disiplin ilmu. Menurut Moeliono (1991 : 15)
prasangka itu bertumpu pada pendirian apa yang tidak dikenal atau diketahui,
tidak ada dalam Bahasa Indonesia.
5.2
Saran
Sebagai bangsa Indonesia kita seharusnya bangga
menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa keseharian atau bahasa pergaulan.
Karena bahasa Indonesia adalah buktu nyata perjuangan para pemuda untuk membuat
suatu bahasa yang dapat menyatukan pikiran atau komunikasi meskipun
berbeda-beda daerah, suku, dan bahasa yang digunakan tapi itu semua disatukan
dengan resminya bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa Negara.
Sebagai warga negara Indonesia yang baik, sepantasnyalah
bahasa Indonesia itu dicintai dan dijaga. Bahasa Indonesia harus dibina dan
dikembangkan dengan baik karena bahasa Indonesia itu karena merupakan salah
satu identitas atau jati diri bangsa Indonesia. Janganlah menganggap remeh dan
bersikap negatif serta berusaha agar selalu cermat dan teratur mengunakan
bahasa Indonesia.
Tak ada Negara yang bisa
melakukan seperti yang Negara kita lakukan. Sumpah Pemuda hanya ada di
Indonesia, tidak ada di Negara lain karena akan menuai konflik yang besar.
Kepandaian berbahasa kita akan membuktikan bahwa bahasa kita cerdas. Aspirasi
dan pendapat rakyat pun dapat tersampaikan dengan mudah karena penggunaan
bahasa yang bisa dipahami oleh orang banyak. Jangan bangga menggunakan bahasa
asing karena itu bukanlah bahasa kita. Bahasa kita adalah bahasa Indonesia,
maka berbanggalah memakai bahasa Indonesia dengan baik dan benar dan
memperkenalkan bahasa Indonesia sebagai bahasa yang lemah lembut, yang memiliki
sopan santun dalam bahasanya
DAFTAR PUSTAKA
Badudu,
J.S. 1992. Cakrawala Bahasa Indonesia II.
Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama
Fasold,
Ralp. 1984. The Socialinguistic of
Society . Oxford
: Basil Blackwell
Fishman, Joshua A. ed. 1972. Socialinguistics . Paris
: Rowbury House Publ.
Hardjapamekas,
R.S. 2001. Bunga Rampai Kebahasaan. Bandung : Mandar Maju
Makagiansar.
1990. Dimensi Dan Tantangan Pendidikan
Dalam Era Globalisasi “Dalam Mimbar Pendidikan”. Bandung : University Press IKIP Bandungnton
Moeliono,
Anton. 1976. “Ciri-ciri Bahasa Indonesia
yang Baku” Dalam Amran Halim, ed. Politik Bahasa
Nasoional II, Jakarta
: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Moeliono.
Anton. 1991. .Aspek Pembakuan dalam
Perencanaan Bahasa. Makalah Munas V dan Semloknas I HPBI . Padang : Panitia Penyelenggara
Muclish,
Masnur. 2010. Bahasa Indonesia pada Era
Globalisasi Kedudukan, Fungsi, Pembinaan dan Pengembangan. Jakarta : Bumi Aksara.
Panitia
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1975. Pedoman
Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Jakarta : Pusat Pengembangan Bahasa.
Panitia
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1975. Pedoman
Umum Pembentukan Istilah. Jakarta
: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Pateda, Mnsoer. 1990. Aspek-Aspek
Psikolinguistik. Ende : Nusa Indah
Pateda, Mansoer. 1991. “Pengaruh Arus Globalisasi terhadap Pembinaan Bahasa Indonesia”.
Makalah Munas V dan Semloknas I HPBI Padang : Panitia Penyelenggara.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Tanpa Tahun. Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa
Nasional Jakarta , 25-28 Februari
1975.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1972. Pedoman Pembentukan Istilah. Jakarta :
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1975. Seminar Politik Bahasa Nasional .
Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Salim, Emil. 1990.
Pembekalan Kemampuan Intelektual untuk Menjinakkan Gelombang Globalisasi “Dalam
Mimbar Pendidikan”. Bandung
: University Press IKIP Bandung
Sudaryanto.
1990. Meguak Hakiki Bahasa.
Yogyakarta : Duta
Wacana University
Press.
Tadjuddin,
Mohammad. 2004. Batas Bahasaku, Batas
Duniaku. Bandung
: PT. Alumi
Widodo,
Wahyu. 1994. Mitos Bahasa. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama
Widodo,
Wahyu. 2001. Otonomi Bahasa. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama
Widodo,
Wahyu. 2003. Manajemen Bahasa. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Widodo, Wahyu. 2006. Berani
Menulis Artikel. Jakarta
: Gramedia Pustaka Utama
Wojowasito,
S. 1977. Pengajaran Bahasa Kedua (Bahasa
Asing, bukan Bahasa Ibu). Bandung
: Shinta Dharma
Zainuddin.
1985. Pengetahuan Kebahasaan. Surabaya : Usaha Nasional
Kontlo kao
BalasHapusPler la
BalasHapus