Kafalah secara etimologi
disebut juga dhamman (Jaminan). Namun seiring dengan perkembangan kafalah lebih
identik dengan kafalah al wajhi (personal guarantee, jaminan diri), sedangkan
dhamman identik dengan jaminan yang berbentuk harta secara mutlak. Dalam
istilah fiqih, kafalah diartikan menanggung atau penganggungan terhadap
sesuatu, yaitu sebuah akad yang mengandung perjanjian dari seseorang di mana
padanya ada hak yang wajib dipenuhi terhadap orang lain, dan berserikat bersama
orang lain itu dalam hal tanggung jawab terhadap hak tersebut dalam menghadapi
penagih.
Akad kafalah adalah
sebuah perjanjian pemberian jaminan, baik berupa jaminan diri atau harta
(maal), yang diberikan oleh pihak penanggung (kafil) kepada pihak ketiga (makhful
lahu) untuk memenuhi kewajiban pihak kedua (makhful anhu ashill) / pihak yang
ditanggung. Seperti dalam firman Allah SWT QS. Yusuf [12]: 72,
yang artinya :
“Mereka menjawab : 'Kami kehilangan alat takar, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh (bahan makanan sebarat) beban unta dan aku jamin itu'."
Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa, Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak
ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dalam
pengertian lain, kafalah berarti mengalihkan tanggung jawab seseorang yang
dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.”
Adapun Rukun-rukun
kafalah itu ada 5 yaitu:
1. shighat,
2. kafil (pihak penjamin),
3. makhful lahu (pihak
kedua/pemberi pinjaman),
4. makhful anhu/ashill (pihak yang ditanggung),
5. makhful
bih (obyek pinjaman).
Salah satu
produk perbankan syariah yang saat ini sedang dikembangkan adalah produk dengan
akad kafalah (jaminan). Produk
kafalah diberikan oleh bank syariah dalam bentuk bank garansi. Yaitu, jaminan yang
diberikan bank atas permintaan nasabah untuk memenuhi kewajibannya kepada pihak
lain apabila nasabah yang bersangkutan tidak memenuhi kewajibannya.
Bank garansi merupakan fasilitas non dana ( Non Funded
Facility ) yang diberikan bank berdasarkan akad Kafalah bil Ujrah.
Bank akan menerbitkan bank garansi sejumlah nilai tertentu yang dipersyaratkan
oleh pihak penerima jaminan yang merupakan nasabah bank untuk kepentingan
transaksi / proyek tertentu yang akan dijalankan oleh nasabah bank.
Hal ini dalam di jumpai pada penggunaan kartu kredit yang dirasa lebih
efisien, aman, dan praktis untuk bertransaksi, yang dapat juga disebut sebagai alat
untuk melakukan akad kafalah. Dengan kartu kredit tersebut nasabah dapat
penggunakan uang yang dipinjamkan bank untuk transaksi atau untuk memenuhi
kewajibannya kepada orang lain. Tetapi banyak pertentangan yang terjadi
dikalangan masyarakat muslim, ada sebagian kalangan menyatakan bahwa kartu
kredit itu haram, karena di dalam kartu kredit tersebut ada unsur riba yang
bertentangan dengan syariat islam. Tapi sebagian yang lain menyatakan bahwa
kartu kredit itu halal mutlak dan tidak ada unsur riba.
Sebenarnya, transaksi
antara pihak yang mengeluarkan kartu kredit dan pengguna kartu kredit adalah
transaksi kafalah. Dalam hal ini perbankan bertindak sebagai kafil (pihak
penjamin), pengguna kartu adalah sebagai yang tertanggung (makhful anhu),
sedangkan kartu kredit adalah bukti dari kafalah. Pihak penjamin berkewajiban
membayar seluruh hutang-hutang pengguna dalm setiap dalam setiap transaksinya
dengan para makhful lahu (pihak yang pemberi hutang) yang telah ditunjuk oleh
pihak penjamin. Transaksi ini oleh para fuqaha disebut dengan “dhomman ma lam
yajib” (jaminan pada sesuatu yang bukan kewajibannya), bagi mayoritas ulama hal
ini dibolehkan.
Hal ini disebut juga
dengan tanjiz, yaitu kafil yang menanggung hutang si makhful anhu/ashill,
ketika kafalah itu terjadi, maka Ia mengikuti hutang tersebut apakah
pembayarannya segera atau diberi tempo atau dicicil, kecuali si kafil
mengisyaratkan agar penagihan ditunda sampai waktu tertentu, maka hal itu sah.
Hanya saja, transaksi
dalam bentuk ini menyisakan beberapa masalah, diantaranya bahwa transaksi
kafalah di dalam syariat Islam tidak berorientasi kepada profit, tetapi hanya
bantuan belaka. Sedang transaksi kafalah dalam kartu kredit bertujuan untuk
mendapatkan keuntungan di balik bantuan yang diberikan kepada para pengguna
kartu.
Keuntungan tersebut di dapat dari biaya administrasi atau upah dari jasa
pengambilan uang dari para nasabah dengan mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas
ini sebagai jaminan. Atas dana tersebut bank dapat memberlakukannya dengan
prinsip wadi’ah. Dalam hal ini, bank boleh mendapatkan imbalan atas jasa yang diberikan selama ketentuan
uang jasa kafalah tadi tidak boleh terlalu mahal sehingga memberatkan pihak
terutang atau terlalu besar melebihi batas rasional, agar terjaga tujuan asal
dari kafalah, yaitu jasa pertolongan berupa jaminan utang kepada penjual barang
atau jasa yang menerima pembayaran dengan kartu kerdit tertentu.
Jadi, dengan adanya kartu kredit
yang menggunakan akad kafalah bil ujrah,
ada rasa aman bagi pihak-pihak yang melakukan transkasti ekspor impor dalam
hubungan internasional. Ia juga dapat memperlancar dan mempermudah transaksi
penagihan dokumen maupun pembayaran kerana semua transaksi pembayaran,
pembelian, atau akseptasi dokumen dapat melalui bank. Selain itu baik antara
ekportir maupun importer dapat focus pada bisnis mereka dan proses pengadaan
barang-barang impor mereka.
Kendala yang di hadapi seperti masalah nasabah yang menghilang atau tidak memenuhi kewajibannya.
Strategi bank dalam hal ini adalah dengan memonitoring nasabahnya ketika
importer hendak mamastikan bahwa ia dapat menggunakan akad kafalah bil ujrah
tentunya ia harus memulai menandatangi suatu perjanjian yang berisi hak-hak dan
kewajiban importer dalam keterkaitannya dengan fasilitas pembukaan jaminan kartu kredit oleh bank yang menjamin terlaksananya pembelian,
pembayaran tagihan, akseptasi dokumen-dokumen transaksi mereka lewat komitmen
yang diberikan oleh bank. Apabila dokumen yang disayaratkan telah diterima dan
dilengkapi dengan selamabat-lambatnya tujuh hari setelah 7 hari kerja maka Bank
yang tadinya telah berkomitmen dengan pembayaran atas tagihan importer harus
melakukan pembayaran.
Hukum Kafalah
(menanggung seseorang) adalah boleh apabila orang yang ditanggung memiliki
tanggung jawab atas hak Adami (menyangkut hak manusia).Misalnya
menanggung orang yang mendapat hukuman Qishas. Hukuman itu merupakan
tanggung jawab yang hampir sama dengan tanggung jawab atas harta benda. Maksud
menanggung disini adalah, menanggung orangnya agar tidak melarikan diri
menghindari hukuman, bukan menanggung hukuman atas orang itu.
Menanggung
orang yang dihukum, akibat dosa terhadap hak Allah SWT yaitu hudud
tidaklah sah.Hudud adalah sanksi terhadap suatu kemaksiyatan yang telah
ditetapkan kadarnya oleh syara’ guna mencegah kemaksiyatan yang
serupa.Misalnya, dihukum karena berzina, homoseksual, menuduh berzina, meminum
khamar, murtad, pembegal, dan mencuri.Bahkan kita diperintahkan untuk
menghalangi perbuatan-perbuatan tersebut serta memberantasnya sekuat tenaga.
Nabi Saw., bersabda :
“Tidak ada kafalah
dalam had” (HR. Al-Baihaqi)[1][12]
Jika orang yang ditanggung (yang
akan dihukum) meninggal dunia, orang yang menanggung tidak dikenai hukuman hudud
, seperti apa yang sedianya akan dijatuhkan kepada orang yang ditanggung. Ia
tidak harus menggantikannya sebagaimana kalau menanggung harta benda
Akibat – akibat hukum
kafalah, apabila orang yang ditanggung tidak ada (pergi atau menghilang), maka
kafil berkewajiban menjamin sepenuhnya. Dan ia tidak dapat keluar dari kafalah,
kecuali dengan jalan memenuhi hutang yang menjadi beban ashill (orang yang
ditanggung). Atau dengan jalan, bahwa orang memberikan pinjaman (hutang)
menyatakan bebas untuk kafil, atau ia mengundurkan diri dari kafalah. Ia berhak
mengundurkan diri, karena memang itu haknya.
Adapun manfaat dari
kafalah adalah terciptanya kesejahteraan dan kenyamanan sesama manusia tatkala
melakukan transaksi perdagangan atau dalam transaksi perbankan, pihak yang
dijamin (makhful anhu) dapat menyelesaikan usaha bisnisnya yang ditanggung oleh
pihak penjamin (kafil), Pihak yang menjamin (bank), dengan kafalah yang
diterbitkan oleh bank, maka pihak bank akan memperoleh fee yang diperhitungkan
dari nilai dan risiko yang ditanggung oleh bank atas kafalah yang diberikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar