Pengertian :
Secara bahasa kata nikah berarti “bergabung” (ضم),
“hubungan kelamin” (وطء) dan juga
berarti “akad” (عقد) Adanya
dua kemungkinan arti ini karena kata nikah yang terdapat dalam Al-Qur’an memang
mengandung dua arti tersebut.[1] Kata nikah yang terdapat
dalam surat al-Baqarah ayat 230:
bÎ*sù $ygs)¯=sÛ xsù @ÏtrB ¼ã&s! .`ÏB ß÷èt/ 4Ó®Lym yxÅ3Ys? %¹`÷ry ¼çnuöxî 3
“Jika si suami mentalaknya (sesudah Talak
yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin
dengan suami yang lain.”
Ayat diatas mengandung arti hubungan kelamin dan bukan hanya
sekedar akad karena ada petunjuk dari hadits nabi bahwa setelah akad nikah
dengan laki-laki kedua perempuan itu belum boleh dinikahi oleh mantan suaminya
kecuali suami yang kedua telah merasakan nikmatnya hubungan kelamin dengan
perempuan tersebut.
Sedangkan menurut Abu Yahya Zakariyah Al-Anshari mendefinisikan :
“Nikah menurut syara’ ialah akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan
hubungan seksual dengan lafadz nikah atau dengan kata-kata yang semakna
dengannya.”
Sedangkan menurut hukum islam terdapat beberapa definisi,
diantaranya : “Perkawinan menurut syara’ yaitu
akad yang ditetapkan syara’ untuk membolehkan bersenang-senang antara
laki-laki dan perempuan dan menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan
laki-laki.”
Dari dua pengertian diatas dibuat hanya melihat dari satu segi
saja, yaitu kebolehan hukum dengan hubungan antara seorang laki-laki dan
seorang wanita yang semula dilarang menjadi halal.[2] Dari beberapa pendapat
mengenai pengertian perkawinan tersebut banyak beberapa pendapat yang satu sama
lain berbeda. Tetapi perbedaan tersebut sebenarnya bukan untuk memperlihatkan
pertentangan yang sungguh-sungguh antara pendapat satu dengan pendapat lainnya.
Perbedaan tersebut hanya keinginan perumus untuk memasukkan unsur-unsur yang
sebanyak-banyaknya dalam merumuskan pengertian perkawinan di pihak yang lain.
1.2 Pengertian Pernikahan menurut
Undang-Undang dan Kompilasi Hukum Islam
Undang-undang No. 1 Tahun 1974, Pasal 1 tentang perkawinan
menyatakan : “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah)
yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa.”
Dasar-Dasar Perkawinan :[3]
Pasal
2
Perkawinan menurut hukum islam adalah pernikahan, yaitu akad yang
sangat kuat atau miitsaaqan ghaliizhan untuk mentaati perintah Allah dan
melakukannya merupakan ibadah.
Pasal
3
Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah,
mawaddah, dan rahmah.
Pasal
4
Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum islam
sesuai dengan pasal 2 ayat 1 Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan.
3.1 Kesimpulan
·
Perkawinan menurut syara’ yaitu akad yang ditetapkan
syara’ untuk membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan dan
menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dengan laki-laki.
·
Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan menyatakan “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah) yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa.”
·
Perkawinan menurut kompilasi hukum islam adalah
pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaaqan ghaliizhan untuk
mentaati perintah Allah dan melakukannya merupakan ibadah.
DAFTAR PUSTAKA
§ Syarifuddin, Amir.2006. Hukum
Perkawinan di Indonesia. Jakarta: Prenada Media
§ Gani Abdullah, Abdul.1994. Pengantar
Kompilasi Hukum Islam. Jakarta: Gema Insani Press
§ Muhd Idris, Ramulyo.2002. Hukum
Perkawinan Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar