Blogger Tips and Tricks

Jumat, 27 Desember 2013

Ilmu Kalam : Tasawuf moderat dan Tasawuf Falsafi



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Tasawuf Sunni (moderat) yaitu tasawuf yang benar-benar mengikuti Al-qur’an dan Sunnah, terikat, bersumber, tidak keluar dari batasan-batasan keduanya, mengontrol prilaku, lintasan hati serta pengetahuan dengan neraca keduanya.
Pada abad kelima hijriyah aliran taswuf moderat atau yang biasa yang dikenal dengan sunni terus tumbuh dan berkembang, sedangkan aliran yang kedua (semi-filosofis) rnulai tenggelam. Hal itu disebahkan oleh berjayanya aliran Ahli sunnah WalJama’ah. yang mana tesawuf pada era ini cenderung mengadakan pembaharuan dengan mengembalikannya ke landasan al-q’uran dan sunnah.
Beberapa tokoh Tasawuf Moderat yang akan kami jabarkan dibawah ini : Junaid al-bustami, al-Qusyairi, al-Sarraj, dan al-Ghazali.
Sedangkan Tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional.Tasawuf ini menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapannya, yang berasal dari berbagai macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya. Dan tokoh Tasawuf Falsafi yaitu, Ibnu arabi, Abdul karim al-jili, al-suhrawardi.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian tasawuf moderat itu ?
2.      Apa pengertian tasawuf filasafi itu ?

C.     Tujuan
Mengetahui pemikiran para penganut tasawuf Moderat dan tasawuf Falsafi
Ajaran-ajaran yang digunakan untuk mengenalkan tasawuf  kepada masyarakat umum. 



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Tasawuf Moderat
Tasawuf sunny (moderat) adalah tasawuf yang benar-benar mengikuti Al-qur’an dan Sunnah, Terikat, Bersumber, tidak keluar dari batasan-bartasan keduanya, mengotrol perilaku lintasan hati serta pengetahuan dengan neraca keduanya.
Sebagaimana ungkapan Abu Qosim Junaidi al-Bagdadi: “Mazhab kami ini (Tasawuf) terikat dengan dasar-dasar Al-qur’an dan Sunnah”, dalam ungkapanya yang lain: “Barang siapa yang tidak hafal (memahami) Al-qur’an dan tidak menulis (memahami) Hadits maka orang itu tidak bisa dijadikan qudwah dalam perkara (tarbiyah tasawuf) ini, karena ilmu kita ini terikat dengan Al-Qur’an dan Sunnah.”.
Tasawuf ini diperankan oleh kaum sufi yang mu’tadil (moderat) dalam pendapat-pendatnya, mereka mengikat antara tasawuf mereka dan Al-qur’an serta Sunnah dengan bentuk yang jelas. Boleh dinilai bahwa mereka adalah orang-orang yang senantiasa menimbang tasawuf mereka dengan neraca Syari’ah . 

Tokoh – Tokoh Tasawuf Moderat :
A.    Junaid Al-Baghdadi
Nama lengkapnya adalah Abu al-Qasim al-Junaidi bin Muhammad al-Kazza al-nihawandi. Dia lahir dan tumbuh di Irak. Dia meninggal di Baghdad pada tahun 207/910 M. Beliau adalah putra pedagang barang pecaah belah dan keponakan Surri al-Saqti yang sekaligus sebagai gurunya. Surri al-Saqti memberikan amanat kepada Junaid al-Baghdadi untuk tampil dimuka umum.
Dia adalah seorang yang sangat faqih, sering memberi fatwa sesuai apa yang dianutnya, madzhab abu sauri, serta teman akrab Imam Syafi’i. Beliau juga seorang sufi yang mempunyai wawasan yang luas terhadap ajaran tasawuf, mampu membahas secara mendalam khusus tentang paham tauhid dan fana’.
Pendapat-pendapatnya dalam masalah ini banyak diriwayatkan dalam kitab-kitab biografi para sufi antara lain, yang diriwayatkan oleh al-Qusyairi : “Orang-orang yang mengesakan Allah adalah mereka yang merealisasikan keesaan-Nya dalam arti sempurna, meyakini bahwa Dia adalah Yang Maha Esa, dia tidak beranak dan diperanakkan.” Disini memberikan pengertian tauhid yang hakiki. Menurutnya, adalah buah dari fana’ terhadap semua yang selain Allah. Dalam hal ini dia menegaskan Al-Junaid juga menandaskan bahwa tasawuf berarti “Allah akan menyebabkan mati dari dirimu sendiri dan hidup di dalam-Nya.” Junaid al-Baghdadi menganggap bahwa tasawuf merupakan penyucian dan perjuangan kejiwaan yang tidak ada habis-habisnya.
B.     Al-Qusyairi
Nama lenkapnya adalah Abdul Karim Al-Qusyairi an-Naisabury. Beliau lahir di Astawa pada bulan Rabiul Awal tahun 376 H atau 986 M. Beliau berguru pada mertuanya, dan para ulama diantaranya, beliau belajar fiqih dari Abu Abdurrahman Muhammad ibnu al-Husain dan belajar ilmu kalam dari Abu Bakar Muhammad ibnu al-Husain ulama yang ahli ushul fiqih. Dan juga ilmu Ushuluddin pada Abu Ishaq Ibrahim ibnu Muhammad. Al-Qusyairi cenderung mengembalikan tasawuf ke dalam landasan Ahlusunnah Wal Jama’ah juga penentang keras doktrin-doktrin ajaran mu’tazilah, Karamiyah, Mujassamah dan Syi’ah.
Al-Qusyairy juga mengkritik kebiasaan para sufi pada masanya yang selalu mengenakan pakaian layaknya orang miskin. Ia menekankan kesehatan batin dengan perpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Hal ini lebih disukainya daripada penampilan lahiriah yang memberi kesan zuhud, tapi hatinya tidak demikian. (lihat, Dr. Abu al-Wafa’ al-Ghanimi al-Taftazani, Madkhal ilaa al-Tasawwuf al-Islam, cetakan ke-IV. Terbitan Dar al-Tsaqofah li an-Nasyr wa al-Tauzi, Kairo, 1983)
Dari sini dapat dipahami, Al-Qusyairy tidak mengharamkan kesenangan dunia, selama hal itu tidak memalingkan manusia dari mengingat Allah. Beliau tidak sependapat dengan para sufi yang mengharamkan sesuatu yang sebenarnya tidak diharamkan agama. Karena itu Al-Qusyairy menyatakan, penulisan karya monumentalnya Risalatul Qusyairiyah, termotinasi karena dirinya merasa sedih melihat persoalan yang menimpah dunia Tasawwuf. Namun dia tidak bermaksud menjelek-jelekkan seorang pun para sufi ketika itu.
Al-Qusyairi tutup usia di Naisabur pada pagi Hari ahad tanggal 16 Rabiul Awal 465H/1073 M, dalam usia 87 tahun.

C.    Al-Sarraj














D.    Al-Ghazali
Nama lengkapnya Zainuddin Hujjatul-Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, dilahirkan di Tous (Khurasan). Al-Ghazali dikenal luas sebagai peletak pilar ilmu Tasawuf Islam, dan berhasil menempatkan disiplin ilmu Tasawuf sejajar dengan ilmu-ilmu keislaman lainnya. Al-Ghazali juga dikenal sebagai Faqih (ahli hukum), Mutakallim (ahli teologi), Filosof (ahli filsafat), di samping juga memiliki pengetahuan yang bersifat ensiklopedik. Tidak dapat dipungkiri, tokoh ini sangat produktif dalam menghasilkan tulisan. Dalam bidang filsafat bukunya yang sangat kritis terhadap para difilosof berjudul “Tahafut al-Falasifah” (kerancuan para filosof). Karya spektakulernya adalah Ihya Ulumuddin (kebangkitan ilmu-ilmu agama). Tulisan ini dapat dikategorikan sebagai pedoman bagi mereka yang ingin mengetahui Tasawuf dan Eika Islam. Karya ini ditulis seusai masa pengembaraan dalam mencari kebenaran, dan dengan proses penelusuran yang teliti, serta penguasaan begitu banyak disiplin ilmu Islam.
Karena al-Ghozali begitu mendalam dalam menitikberatkan nilai spiritual Tasawuf Islam, dan mengkritisi kaum filosof, maka tidak ada anggapan yang menilai bahwa al-Ghozali sebagai penghambat utama munculnya filosof Islam dan pemikiran rasional di kalangan umat Islam. Bahka satu hal yang tidak dapat disangkal bahwa kehadiran al-Ghozali dalam pentas pemikiran Islam telah mempengaruhi peta pemikiran dunia Islam. Dalam hal ini al-Ghozali telah berhasil memantapkan disiplin ilmu tasawuf beserta dan perkembangannya dalam dunia Islam.
Dari aspek teologi al-Ghozali menganut aliran sunni Asyariyah, yang didirikan oelh Abu al-Hasan al-Asy’ari; dalam sisi hukum menganut mazhab Syafi’i yang didirikan oleh pendirinya Abu Idris al-Syafi’i dan dalam tasawuf al-Ghazali memilih tasawuf sunni yang beraliran moderat yang dirintis oleh sufi-sufi kenamaan seperti al-Harits al-Muhasiby, Abu al-Qasim al-Junaid, Abu Thalib alp-Makki, al-Qusyairi.
Akhirnya berkat kepiawaian al-Ghozali dalam memaparkan disiplin ilmu tasawuf dalam kaitannya dengan ajaran Islam, maka tokoh-tokoh tasawuf lainnya mulai dapat diterima oleh para fuqaha (ahli hukum) yang selama ini mencurigai gerak dan sikap para sufi. Bahkan lebih jauh lagi dapat dikatakan bahwa maraknya kelahiran tokoh-tokoh Tariqah (tarekat) seperti Sheikh Abdul Qadir al-Jailani, Abdul Hasan al-Shazili, Ahmad al-Badawi, tidak terlepas dari pengaruh pandangan-pandangan tasawuf al-Ghazali.

B.     Tasawuf Falsafi
Tasawuf Falsafi adalah sebuah konsep ajaran tasawuf yang mengenal Tuhan (ma’rifat) dengan pendekatan rasio (filsafat) hingga menuju ketinggkat yang lebih tinggi, bukan hanya mengenal Tuhan saja (ma’rifatullah) melainkan yang lebih tinggi dari itu yaitu wihdatul wujud (kesatuan wujud). Bisa juga dikatakan tasawuf filsafi yakni tasawuf yang kaya dengan pemikiran-pemikiran filsafat.
Secara garis besar tasawuf falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional.Tasawuf ini menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapannya, yang berasal dari berbagai macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya.
            Di dalam tasawuf falsafi metode pendekatannya menonjol kepada segi teoritis (النطري ) sehingga dalam konsep-konsep tasawuf falsafi lebih mengedepankan asas rasio dengan pendektan-pendekatan filosofis yang ini sulit diaplikasikan ke dalam kehidupan sehari-hari khususnya bagi orang awam, bahkan bisa dikatakan mustahil. Kaum sufi falsafi menganggap bahwasanya tiada sesuatupun yang wujud kecuali Allah, sehingga manusia dan alam semesta, semuanya adalah Allah.. Dalam tasawuf falsafi, tentang bersatunya Tuhan dengan makhluknya. Tokoh-tokoh yang menganut paham tasawuf falsafi ini diantaranya, Ibnu Arabi, Abdul Karim al-Jili, al-Surahwardi.

Tokoh-tokoh Tasawuf Falsafi :  
A.    Ibnu Arabi
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ali bin Ahmad bin Abdullah Ath-Tha’I Al-Haitami. Lahir di mercia, Andalusia Tenggara, spanyol, tahun 560 H. Di Seville(Spanyol), ia mempelajari Al-Qur’an, hadis, serta fiqh pada sejumlah murid seorang faqih Andalusia terkenal, yaitu Ibn Hazm Azh-Zhahiri.
Usia 30 tahun, ia mulai berkelana ke berbagai kawasan Andalusia dan kawasan islam di bagian barat, di antara deretan guru-gurunya adalah Abu Madyan Al-Ghauts At-Thalimsari dan Yasmin Musyaniyah.
Di antara karya monumentalnya adalah Al-Futuhat Al-Makiyyah yang ditulis pada tahun 1201 pada saat menaikkan ibadah haji. Karya lainnya adalah Masyahid Al-Asrar, Mathali Al-Anwar AL-Illahiyah al-Isra ila Maqam Al-Atsana.
 Ibn Arabi menggunakan bentuk pola akal yang bertingkat-tingkat, seperti; akal pertama, kedua, ketiga dan sampai akal kesepuluh.
·               Wahdatul-wujud
Wujud semua yang ada hanya satu dan wujud mahluk pada hakekatnya adalah wujud khaliq.Tidak ada perbedaan dari segi hakekat,kalaupun ada perbedaan hal itu dilihat dari sudut pandang pancaindra lahir dan akal yang terbatas kemampuannya dalam menangkap hakekat apa yang ada pada zat-nya dari kesatuan dzatiyah yang segala sesuatunya berhimpun padanya.
·    Wahdatul-adyan
Konsep wahdatul adyan adalah kesamaan agama,al-arabi memandang bahwa sumber agama adalah satu,karakteristik dari tasawuf ini adalah lebih mengedepankan akal dari pada al-qur’an dan as-sunnah.
·               Haqiqah Muhammadiyah
Menurut Ibn Arabi, Tuhan adalah pencipta alam semesta. Adapun proses penciptaannya adalah sebagai berikut:
a.    Tajjalii Dzat Tuhan dalam bentuk a’yan tsabitah,
b. Tanazul Dzat Tuhan dari alam ma’ani ke alam (ta’ayyunat) realitas-realitas rohaniah, yaitu alam arwah yang mujarrad.
c.   Tanazul  pada realitas-realitas nafsiyah, yaitu alam nafsiyah berpikir.
d. Tanazul Tuhan dalam bentuk ide materi yang bukan misteri, yaitu alam misal(ide) atau khayal.
e.   Alam materi, yaitu alam indrawi.

Ibn Arabi menjelaskan pula bahwa terjadinya alam ini tidak dapat dipisahkan dari ajaran hakikat Muhammadiyah atau Nur Muhammad. Menurutnya tahapan-tahapan proses penciptaan alam dan hubungannya dengan kedua ajaran tersebut dapat di jelaskan sebagai berikut:
a.   Wujud Tuhan sebagai wujud mutlak, yaitu dzat yang mandiri dan tidak berhajat pada sesuatu apapun.
b.   Wujud hakikat Muhammadiyah sebagai emanasi (pelimpahan) pertama dari wujud Tuhan , lalu muncul semua yang wujud dengan proses tahapan-tahapannya.
Dengan demikian ibn arabi menolak ajaran yang mengatakan bahwa alam semesta ini diciptakan dari tiada (cretio ex nihilio). Ia mengatakan bahwa Nur Muhammad itu qadim dan merupakan sumber imajinasi dengan berbagai kesempurnaan ilmiah dan amaliah yang terealisasikan pada diri para nabi semenjak adam sampai Muhammad  dan terealisasikan dari Muhammad pada diri para pengikutnya, kalangan para wali, dan insan  kamil (manusia sempurna). Kadang-kadang ia menyebut hakikat Muhammadiyah dengan Quthb dan terkadang dengan ruh Al-Khatam

B.     Abdul Karim al-Jili
Nama lengkapnya adalah abdul karim bin Ibrahim Al Jilli. Lahir pada tahun 1365 M, di jillan (Gilan) wafat pada tahun 1417 M. ia adalah seorang sufi terkenal dari Baghdad. Riwayat hidupnya tidak banyak diketahui oleh para ahli sejarah. Tetapi sebuah sumber mengatakan bahwa ia pernah melakukan perjalanan ke india tahin 1378 M. lalu belajar tasawuf di bawah bimbingan Abdul Qadir Al-Jailani. Di samping itu, berguru pula pada Syeh Syarif Isma’il Bin Ibrahim  Al-Zabarti di Zabid (Yaman) tahun1393-1403 M.
Adapun ajaran-ajaran tasawufnya adalah sebagai berikut:
a.      Insan kamil
Ajaran tasawuf yang terpentingnya adalah paham insan kamil (manusia sempurna). Menurutnya, insane kamil adalah nuskhah atau copy Tuhan, seperti yang disebutkan dalam hadis yang artinya:
“Alllah menciptakan adam dalam bentuk yang Maha Rahman.”
Al-Jilli berpendapat bahwa nama dan sifat Ilahiah pada dasarnya merupakan milik insane kamil sebagai suatu kemestian yang inheren dengan esensinya.  Lebih lanjut al-jilli mengemukakan bahwa perumpamaan hubungan Tuhan dengan insane kamil bagaikan cermin. Insane kamil tidak dapat melihat dirinya, kecuali dengan cermin nama Tuhan, sebagaimana Tuhan tidak dapat melihat diri-Nya, kecuali melalui cermin insane kamil.
Kemudian al-jilli berkata bahwa duplikasi al-kamal (kesempurnaan)pada dasarnya dimiliki oleh semua manusia. Intensitas al-kamal yang paling tinggi terdapat dalam diri Nabi Muhammad SAW.  Manusia lain, baik nabi ataupun wali bila dibandingkan dengan nabi Muhammad bagaikan al-kamil(yang sempurna) dengan al-akmal(yang paling sempurna) atau al-fadil(yang utama) dengan al-afdhal(yang paling utama).
Menurut Al-berry, konsep insan kamil al-jilli dekat dengan konsep al-hulul al-hallaj dan knsep ittihad ibn arabi, yaitu integrasi sifat lahut dan nasut dalam suatu pribadi sebagai pancaran dari Nur Muhammad.
b.      Maqamat (Al-Martabah)
Berhubungan dengan insan kamil, Al-Jilli merumuskan beberapa maqam yang harus di lalui seorang sufi. Dalam istilahnya, maqam itu disebut Al-Martabah (jenjang/tingkatan), di antaranya adalah :
a. Islam
Islam yang didasarkan pada lima rukun dalam pemahaman kaum sufi tidak hanya dilakukan secara ritual, tetapi harus dipahami dan dirasakan lebih dalam. Misalnya puasa, menurutnya puasa merupakan isyarat untuk menghindari tuntutan jemanusiaan agar orang yang berpuasa memiliki sifat-sifat ketuhanan, yaitu dengan cara mengosongkan jiwanya dari tuntutan-tuntutan kemanusiaan dan mengisinya dengan sifat-sifat ketuhanan.
b. Iman
Yakni membenarkan dengan sepenuh keyakinan akan rukun iman dan melaksanakan dasar-dasar islam. Iman merupakan tangga pertama untuk mengungkap tabir alam ghaib dan alat yang membantu seseorang mencapai maqam yang lebih tinggi.
c. Ash-shalah
Pada tingkatan ini, sorang sufi mencapai tingkatan ibadah yang terus-menerus kepada Allah dengan perasaan khauf dan raja. Bertujuan untuk mencapai nuqtah ilaihah pada lubuk hati sehingga sehingga menaati syariat dengan baik.
d. Ihsan
Menunjukan bahwa seorang sufi mencapai tingkat menyaksikan efek (atsar) nama dari sifat Tuhan, sehingga dalam ibadahnya merasa seakan-akan berada di hadapan-Nya.dengan syarat-syarat harus bersikap istiqamah dalam tobat, inabah, zuhud, tawakal, tafwidh, rida, dan ikhlas.
e.  Syahadah
Pada tingkatan ini, seorang sufi iradah yang bercirikan mahabbah kepada Tuhan tanpa pamrih. Mengungat-Nya terus-menerus, dan meninggalkan hal-hal yang menjadi keinginan pribadi.
f.   Shiddiqiyah
Istilah ini menggambarkan mencapai tingkat hakikat ma’rifat  yang diperoleh secara bertahap dari ilmu al-yaqin, ‘ain al-yaqin, dan haqq al-yaqin. Jadi, menurutnya seorang sufi yang telah mencapai derajat shiddiq mampu menyaksikan hal-hal yang ghaib kemudian melihat rahasia-rahasia Tuhan sehingga mengetahui hakikat-Nya. Setelah mengalami fana ia memperoleh baqa ilaih. Inilah batas pencapaian ilmu al-yaqin
Selanjutnya , ketikapenampakan sifat-sifat terjadi, maka akan diperoleh ma’rifat dzat dari segi sifat. Hal ini berlangsung terus hingga mencapai ma’rifat dzat dengan dzat. Namun, karena tidak merasa puas dengan ma’rifat dzat dengan dzat, ia mencoba melepaskan sifat-sifat rububiyah sehingga pada akhirnya terhiasi dengan sifat-sifat dan nama Tuhan. Tingkat semacam inilah yang dinamakn haqq al-yaqin.
g.   Qurbah
Merupakan maqam yang memungkinkan seorang sufi dapat menampakan diri dalam sifat dan nama yang mendekati sifat dan nama Tuhan.
Demikianlah maqomat menurut pandangan al-jili. Dia berpandangan bahwa mengetahui dzat yang maha tinggi itu secara kasyf ilahi, yaitu kamu dihadapan-Nya dan Dia di hadapanmu tanpa hulul dan ittihad. Sebab hamba adalah hamba dan Tuhan adalah Tuhan, tidak bisa disamakan. Oleh karenanya hamba tidak mungkin jadi Tuhan dan tidak mungkin pula sebaliknya.

C.    Al-Surahwardi






BAB III
PENUTUP

Kesimpulan :

Tasawuf sunny (moderat) adalah tasawuf yang benar-benar mengikuti Al-qur’an dan Sunnah, Terikat, Bersumber, tidak keluar dari batasan-bartasan keduanya, mengotrol perilaku lintasan hati serta pengetahuan dengan neraca keduanya.
Tasawuf Falsafi adalah tasawuf yang ajaran-ajarannya memadukan antara visi mistis dan visi rasional.Tasawuf ini menggunakan terminologi filosofis dalam pengungkapannya, yang berasal dari berbagai macam ajaran filsafat yang telah mempengaruhi para tokohnya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar